59. Jangan pergi, 2

1.6K 71 3
                                    

Entah sudah berapa menit lamanya aku menangis di hadapan Sean, dan lelaki itu tidak berkomentar sedikitpun. Dia hanya menyodorkan tisu padaku, mengusap-usap kepalaku atau menepuk-nepuk bahuku.

"Jangan pergi," kataku parau. Aku menatapnya dalam, menyampaikan perasanku bahwa semuanya masih sama. Aku masih Diana yang menyukainya, yang menunggu dia kembali bersama ku lagi.

Sean tidak menjawab, hanya tersenyum tipis.

"Gue anter pulang yuk" katanya.

"Sean"

"Apa?"

"Jangan pergi,"

"Yuk pulang, udah sore" kata Sean tanpa mengindahkan ucapanku. Dia beranjak bangkit, menarik lenganku dan menggenggam jemariku keluar dari kafe menuju parkiran.

Selama di perjalanan, aku memeluk pinggangnya. Gak canggung, gak peduli juga orang lain bakal bilang apa, yang aku tahu, aku mencintai Sean. Lelaki itu yang menarikku keluar setelah terperangkap dalam perasaanku pada Gibran.

Aku tipikal orang yang sulit jatuh cinta, namun sulit juga melupakan.

Begitu tiba di rumahku, Sean juga ikut turun.

"Jaga diri ya" kata Sean yang membuat dadaku kian sesak.

Tanpa bisa di cegah, air mataku mengalir. Dia tersenyum tipis melihatnya, mendekat lantas mengusap pipiku.

"Ada Fajar, orang yang tulus sayang sama lo"

"Gue maunya elo" kataku parau.

"Gue juga, tapi gak bisa sekarang"

"Kenapa? Lo tetep mau pergi ninggalin gue?" Kataku tercekat.

"Gue harus pergi Di, ada masalah serius yang harus gue selesain"

Aku tidak menyahuti. Hanya mengusap air mataku yang terus jatuh. Hingga Sean mendekat, menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Pun air mataku mengalir semakin deras. Dadaku sesak, bukan akhir seperti ini yang aku mau.

"Gue beneran harus pergi," bisiknya lembut. Lengannya mengusap-usap kepalaku.

Aku masih bergeming. Tidak membalas pelukannya.

"Nanti, kalo masalah keluarga gue udah selesai, kalo pikiran gue udah jernih, gue pasti balik" katanya lagi.

"Gue mau nunggu" kataku.

"Jangan, gue gak tau kapan gue bakal balik"

"Kenapa sih? Gue siap kalo kita emang harus LDR" kataku, antara sebal dan sedih.

"Gue gak mau buat lo sedih"

"Sekarang lo buat gue sedih"

"Maaf"

"Gue sayang sama lo" kataku pelan.

"Iya" katanya seraya melepaskan pelukan. Aku menatapnya dalam, membiarkan dia suka rela mengusap jejak air mataku. "Masuk sana" katanya lagi.

"Kabarin gue" kataku parau. Dia mengangguk, melambaikan tangannya dengan senyum tipis, mengiringi setiap langkahku memasuki rumah.

Dadaku sesak. Aku gak mau kehilangan Sean lagi.

*****

Hidden [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang