25. Kecewa

2K 93 1
                                    

Sejak pendakian ke gunung Pangrango tempo hari, aku dan Sean semakin dekat. Aku menganggap kami berpacaran, meskipun belum ada kejelasan, tapi ungkapan Sean waktu itu cukup membuatku paham bahwa lelaki itu sudah membuat komitmen denganku.

Sekarang pukul setengah lima sore, aku masih berada di sekolah. Katanya, Sean akan menjemput ku, kami akan pergi jalan-jalan menggunakan sepeda. Tapi sudah hampir satu setengah jam aku menunggu, Sean belum juga tiba.

Aku mengembuskan napas panjang. Mengotak-atik ponselku, berusaha menghubunginya, tapi Sean tidak bisa dihubungi, ponselnya tidak aktif. Pesan-pesan yang dikirimkan pun belum terbalas satupun.

"Mana sih nih orang!" Aku menggerutu kesal.

Suara klakson motor tiba-tiba terdengar, Gibran ada di hadapanku.

"Kak," sapa ku dengan senyum tipis.

Dia membuka kaca helmnya, "belum balik?"

"Nunggu Sean"

"Udah mendung, mau bareng gue?" Tanya Gibran. Memang, sejak berhubungan dengan Alda, sikap dinginnya sedikit menghangat padaku. Mungkin karena aku adalah sahabat Alda. Terlebih karena sekarang aku sudah bersama Sean. "Mau gak?"

Aku menatap langit, mendung. "Enggak deh, nanti Sean dateng" kataku sedikit ragu.

"Beneran?"

Aku mengangguk berusaha yakin, padahal aku sendiri ragu, tapi selama ini, Sean belum pernah ingkar janji. Jadi, aku bisa percaya kan pada lelaki itu?

"Yaudah, gue duluan ya, hati-hati." Gibran mulai menutup kaca helmnya, setelah itu motornya melesat pergi.

Aku kembali menghela napas. Anak-anak OSIS maupun ekskul mulai berbubaran. Hingga tak sampai sepuluh menit kemudian hujan deras. Sean tak kunjung datang, dan bodohnya aku masih menunggu.

Hingga pukul enam kurang sepuluh menit, aku akhirnya pulang, dengan menerobos hujan—aku tidak bawa payung. Mau bagaimana lagi? Aku tidak mungkin menunggu sendirian di sekolah hingga hujan reda, itu menyeramkan.

Hari itu, untuk pertama kalinya aku kecewa peda Sean.

****

Hidden [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang