Hari minggu, aku hanya duduk di depan ruang tv. Mengganti-ganti channel televisi tanpa ada satupun yang aku pahami.
Kepalaku rasanya mau meledak, aku sedang berduka karena hubunganku dengan Sean. Ingin bercerita dengan Alda, tapi dia juga sedang berduka karena Gibran.
Setiap malam, Alda pasti datang ke rumahku, menangis sekurang-kurangnya 15 menit karena tingkah Gibran yang semakin menyebalkan katanya.
Lebih posesif, pelupa akut, bahkan sering kali tidak nyambung diajak bicara.
"Di," suara Alda membuyarkan lamunanku. Aku menatapnya yang kini mulai melangkah mendekat, lantas terduduk di sampingku.
"Ibu mana?" Tanyanya basa-basi.
"Belanja"
Dia mengembuskan napas panjang, "Gibran, gue capek sama dia" katanya tercekat.
Aku bisa memahami bagaimana perasaannya, baru satu minggu Gibran menderita alzheimer, perubahannya sudah sangat jelas.
"Gue bukan suster yang harus ngurus dia setiap saat di sekolah" kata Alda lagi, "gue gak bisa kayak gini terus." Dia melirih.
Aku bergerak menepuk-nepuk pundaknya. "Lo sayang kan sama dia?"
"Sayang banget, tapi gue pusing sendiri ngadepin sikap dia yang tiba-tiba posesif, lupa sama gue, sama dirinya sendiri, sama apa yang gue omongin, dia—" ucapan Alda menggantung, "—kayak orang bego" lanjutnya pelan.
"Lo gak bisa ninggalin dia dalam kondisi kayak gini Al," kataku pelan.
Dia mengangguk, "gue tau gue jahat banget kalo ninggalin dia sekarang," katanya memberi jeda, "tapi lo pikir Di, tugas gue di sekolah banyak, bukan cuma nemenin dia seharian yang bahkan gak nyambung gue ajak ngomong" katanya frustasi.
"Terus lo maunya kayak gimana?"
Dia menggeleng lemah, "gak tau"
"Sekarang dia di mana?"
Alda mengedikkan bahunya, "pergi, tapi gak tau ke mana"
"Sendiri?"
"Iya,"
"Kok dibiarin sih? Kalo dia gak tau jalan pulang gimana?"
"Dia gak bilang ke gue Di, mana bisa gue cegah?"
"Ayo cari." Kataku seraya menarik lengannya untuk bangkit.
Dia mengembuskan napas panjang dan melangkah lebih dulu.
Begitu keluar gerbang, aku membeku melihat Gibran bersama—
—Sean.
Ngapain?
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden [Proses Revisi]
Fiksi RemajaWAJIB KASIH VOTE!!! Kesalahan ku hanya satu, di saat aku jatuh cinta, maka aku benar-benar jatuh. Terlalu sulit mengalihkan pandangan pada sesuatu yang terlalu dekat. Aku sibuk mengejar dia yang justru semakin terlihat seperti ilusi. Sampai akhirnya...