66. Akhir kisah

2.3K 75 8
                                    

Dear Diana,

Selamat ulang tahun! Alhamdulillah ya, bisa ngerasain sweet seventeen. Saya gak punya banyak kata-kata, untuk semua harapan dan doa yang kamu mau, saya selalu mengamini. Tapi doa saya, mau kamu amini juga? Doa ini, tentang perasaan saya yang masih tertunda. Saya harap, di usia 17 tahun kamu ini, saya jadi pacar kamu.

Salam, Fajar.

Aku memeluk guling erat. Pipiku rasanya panas, kenapa Kak Fajar manis banget sih?

Aku melihat kado darinya, ada jam tangan berwarna navy, juga buku SBMPTN tebal. Begini ya dekat dengan orang pintar, ulang tahun tidak diberi bunga atau cokelat, tapi malah buku soal.

Ponselku bergetar, nama Kak Fajar tertera di sana. Cepat-cepat, aku mengangkatnya.

"Halo" sapaku senang, "aku udah buka kadonya"

[Gimana, seneng gak dapet buku baru?]

Aku merengut, "seneng" kataku malas.

Dia terkekeh, [suratnya udah baca?] Pipiku langsung panas mendengarnya. Jantungku mencelus, gimana ini?

"Udah" kataku pelan.

[Saya di depan rumah] cepat-cepat aku mengintip dari jendela, melihat Kak Fajar sedang bersandar di bodi motornya. Menatapku juga di balik jendela.

"Ngapain?" Tanyaku terkejut, juga bingung harus ngapain.

[Keluar dulu]

Aku menarik napas dalam-dalam, mematikan sambungan telepon lalu melangkah keluar rumah, setelah meminta izin kepada ibu tentunya.

Kakiku gemetar mendekati Kak Fajar, takut dan gugup.

"Kenapa?" Tanyaku setelah berhadapan dengannya.

Dia menyodorkan bunga dari balik punggungnya, "mau mastiin, doa saya itu di aminin atau enggak" katanya sembari mengangkat alisnya.

"Apaan sih, jangan becanda" kataku gugup.

"Saya serius, mau tau, doa saya di aminin atau enggak" katanya, masih terus menyodorkan bunga padaku.

Aku menatapnya dalam, melihat bagaimana tatapan Kak Fajar selalu meneduhkan. Membuat jantungku berdebar.

"Kalo enggak?" Tanyaku.

"Saya sedih"

"Kalo iya?"

"Kita pacaran"

Aku mengangguk-angguk.

"Kamu maunya apa? Saya sedih atau pacaran?" Tanya Kak Fajar.

"Pacaran" jawabku. Jujur malu banget, tapi, kenapa harus bohong kalau Kak Fajar saja berani jujur tentang perasaannya?

Dia tersenyum, "berarti doa saya di aminin?"

Aku mengangguk malu.

Senyumnya semakin lebar, "nih bunganya, dari pacar" kata Kak Fajar.

Aku terkekeh, menerima bunga itu, "makasih pacar"

"Sama-sama pacar," dia mencubit gemas pipiku. Tidak sakit, tapi cukup membuatku merengut.

"Udah siap kan, jalanin besok dan besok seterusnya bareng saya?"

"Siap, asal gak di suruh belajar terus" kataku sambil nyengir lebar.

"Enak aja! Jadi pacar saya harus pinter, gak boleh bolot"

Aku mencubit pinggangnya kesal, "jahat banget sih ngatain pacar sendiri bolot?!"

"Ya masa di bilang pinter? Kan enggak" katanya.

Aku mendelik sinis. Dia memang sudah kalem, tapi kata-kata pedasnya masih sama. Nyebelin!

"Balik sana!" Ketusku.

Bukannya merasa bersalah, dia justru menggenggam jemariku. Membuatku otomatis terdiam.

"Terus bareng saya ya, jalan ke depan. Jangan nengok belakang lagi," kata Kak Fajar.

Aku menatapnya dalam, seraya mengangguk, "maaf" kataku.

"Jangan minta maaf! Apapun salahnya, saya gak mau denger kamu minta maaf ke saya. Buat saya, perempuan harus lebih tinggi dari saya. Saya yang berjuang, saya yang minta maaf, saya yang membuat kamu bahagia. Tugas kamu cuma satu, tetap di samping saya" katanya yang mampu membuat mataku berkaca-kaca.

Perlahan aku mengangguk, balas menggenggam jemarinya erat. Sekarang aku sadar, sesuatu yang terlalu dekat, pasti buram dari penglihatan kita. Coba beri jarak setidaknya satu sentimeter demi satu sentimeter, kau akan lebih jelas melihatnya.

Begitu pun Kak Fajar. Dia terlalu dekat denganku, sampai keberadaannya abu-abu. Membuatku sibuk mengejar Sean, lelaki yang mencintaiku separuh hati. Menganggap bahwa Kak Fajar selalu bersembunyi, padahal tidak, aku yang terlalu kaku menerimanya.

Tapi sekarang tidak lagi, Kak Fajar yang aku mau, Kak Fajar yang aku butuhkan, Kak Fajar yang mengerti aku.

Dan aku tidak akan membiarkan dia pergi lagi, karena kebodohan ku sendiri.

—Selesai—

Horeeee!!!!!!! Alhamdulillah sampe ending, hehehhe.

Gimana, gimana, gimana?

Diana?

Fajar?

Sean?

Makasih yang udah ngikutin cerita ini dari awal, maaf masih absurd bgt.

Jangan lupa baca cerita saya yang lain, Perfect Yours dan Hai! GILANG.

Seeyou di cerita-cerita saya selanjutnya.

Salam, Erna😘

Hidden [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang