36. Fakta (bab spesial)

1.9K 85 2
                                    

Kenapa bab spesial? Karena bab ini panjang. Hampir dua kali bab biasanya, hehehe.

Oke, happy reading!!!

****

Di, bisa ketemu gak? Ada yang mau gue omongin sama lo —keyla.

Aku mengernyitkan dahi. Menatap pesan dari nomor tak di kenal yang masuk sekitar lima menit yang lalu.

Keyla, ngapain?

Sejak pendakian ke pangrango sekitar dua bulan lalu, aku tidak pernah lagi berhubungan dengannya. Hanya melihatnya di rumah sakit tempo hari.

Aku mengembuskan napas panjang, mengetikkan pesan balasan.

Mau apa? Gue sibuk.

Tak sampai tiga menit, pesan balasan dari Keyla kembali masuk.

Ada hal penting yang harus gue sampein, tentang Sean.

Aku menahan napas sesak. Dia mau pamer? Seharusnya aku menolak ajakannya kan? Tapi entah kenapa, aku justru mengiyakan ajakan Keyla.

Pesan balasan dari Keyla kembali masuk.

Di kafe Sagitarius ya, jam 5

Sekarang sudah pukul 4.45 sore. Aku segera bangkit seraya menyampirkan tas di bahu kanan.

"Al, gue pergi dulu ya" pamitku.

"Mau ke mana?"

"Ada urusan bentar,"

"Oke, hati-hati" katanya lantas kembali berkutat dengan tugas power point nya.

Aku pergi ke kafe tempat janjian dengan Keyla menaiki angkot. Tak butuh waktu sepuluh menit, untuk sampai di tempat tujuan.

Menunggu sekitar sepuluh menit, Keyla akhirnya datang.

"Sori telat," katanya seraya terduduk, "ini, buat gue?" Tanyanya seraya melirik minuman cokelat yang sudah ku pesankan untuknya.

Aku mengangguk, seraya menyeruput cappucino pesanan ku, "mau ngomong apa?"

"Sean sayang banget sama lo, lo tau itu kan?"

Aku tersenyum simpul, kalau Sean benar-benar sayang padaku, kenapa dia pergi dengan Keyla? Gak masuk akal.

"Dia harus nikah sama adik gue," aku menatapnya tak mengerti, "kembaran gue kena leukimia sejak lahir. Dia gak bisa lepas dari rumah sakit" ucap Keyla dengan helaan napas.

"Jadi, yang di rumah sakit itu?" Tanyaku menggantung. Aku teringat akan gadis yang begitu mirip dengan Keyla.

"Kenapa?" Aku menggeleng, dan Keyla melanjutkan, "dari kecil, Mika selalu pengen meninggal, dia takut jadi orang dewasa terus sendirian karena gak ada yang mau menikah sama dia" kata Keyla, wajahnya murung, "tapi Sean janji bakal menikahi Mika, makanya adik gue bisa bertahan sampe sekarang. Semuanya buat Sean" lanjutnya lagi yang membuat dadaku sesak.

"Waktu Sean kecelakaan itu, bukan gue yang dia selametin, tapi Mika." Lagi-lagi, dadaku sesak luar biasa.

"Selama ini, Sean gak pernah jatuh cinta sama siapapun. Dia pikir, dia bisa terus bareng Mika. Tapi sekarang beda situasinya," Keyla memberi jeda, matanya menatap mataku dalam, "semenjak lo datang, Sean jatuh cinta sama lo, yang ngebuat dia ragu sama janjinya sendiri."

Aku membuang pandangan, "bukan gue yang dateng ke hidup dia, tapi dia yang suka rela ngusik kehidupan gue" ucapku sesak.

"Apapun itu, gue mohon sama lo, selesain permasalahan lo sama dia, lupain Sean, biarin dia balik kayak Sean yang dulu, Sean sebelum kenal sama lo" katanya lagi. Itu hanya ucapan kan? Bukan pedang? Tapi kenapa hatiku nyeri mendengarnya?

"Plis Di, buat adik gue" dia kembali bersuara.

Aku merasa mataku mulai panas menahan genangan air mata. "Gue sama dia udah gak ada hubungan apa-apa"

"Tapi sikap dia beda, dia kayak gak peduli lagi ke Mika. Gue gak mau liat adik gue sedih," suara Keyla bergetar. "Kemaren, kondisinya sempet kritis, dan dokter bilang, umurnya gak bakal lebih dari setahun." Kali ini Keyla menitikkan air mata. "Gue mohon sama lo Di," dia kembali melirih.

Dadaku sesak. Antara kasihan juga sakit hati. "Terus gue harus apa?!" Suaraku meninggi, namun sedikit bergetar.

"Temuin Sean, selesain semuanya sekarang. Biar Sean sadar kalo hubungan kalian tuh gak bener" katanya memberi jeda, "lo pelariannya Sean doang Di."

Mendengar ucapannya. Emosiku meluap, gak bener gimana coba? Tanpa mengatakan apapun lagi, aku segera pergi meninggalkan kafe. Meninggalkan Keyla tentunya yang masih memanggil-manggil namaku.

Air mataku mengalir.

Aku, pelarian?

******

Hidden [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang