19. Negosiasi

2.2K 105 0
                                    

Sejak kedatangan Sean tempo hari, aku semakin terbiasa dengan kehidupan lamaku. Berani bertemu sapa dengan orang-orang lain. Meskipun Ibu sangat cerewet jika pukul 5 sore, aku belum di rumah.

Setiap kali pergi les, maka Sean akan mengantar-jemput ku, bahkan sampai menunggu 15 menit sebelum jadwal lesku selesai.

Sean benar-benar pandai mengambil hati Ibu, dan tentu saja membuatku merasa... nyaman?

Tingkahnya yang selalu membuat jengkel, justru buatku merasa kosong setiap kali dia tidak ada. Setiap malam, dia selalu meneleponku hanya untuk mengatakan, Bunda, Barbara kangen

Sedikit bodoh dan menggelikan sebenarnya, tapi entah kenapa mendengar nada bicaranya yang seperti anak kecil, justru buatku tertarik meladeninya.

Sean tidak pernah menyatakan perasaannya secara serius padaku. Meskipun sering kali mengajakku berpacaran dengan tingkah idiotnya. Tentu saja aku juga tidak akan menanggapinya dengan serius, padahal aku juga mengharapkan Sean memperjelas hubungan kami.

Malam ini, Sean datang ke rumah, duduk berhadapan dengan Ibu, meminta izin untuk mengajakku mendaki.

“Saya janji Tante, Diana akan baik-baik aja. Saya nggak akan biarin Diana terluka,” kata Sean. Aku hanya bisa menahan senyum, perkataan dia sungguh terdengar manis di telingaku.

“Diana itu fisiknya lemah, dia gak bisa kecapekan,” kata Ibu, wajahnya terlihat sangat khawatir.

“Aku gak pa-pa kok Bu, kan ada Sean sama temen-temen yang lain juga,” kataku angkat suara, “ya Bu? Diana pengen punya pengalaman ke gunung.”

“Ibu,” aku kembali merengek, menatap Ibu memohon.

Setelah bernegosiasi panjang lebar, Ibu akhirnya mengizinkan, dengan syarat bahwa Ibu tidak ingin mendengar kabar buruk apapun dariku.

Aku benar-benar tidak sabar, ke Pangrango bersama Sean. Rasanya pasti menyenangkan, mendaki bersama seseorang yang spesial. Iya! Sean lebih dari spesial buatku.

****

Hidden [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang