Aku terdiam. Menatap buket bunga, kotak cokelat, dan selembar surat. Semuanya dari Kak Fajar, siang tadi, saat aku pergi dengan Sean, dia datang ke rumah. Kata Alda mau ngajak aku pacaran secara langsung, tapi aku justru pergi dengan Sean.
Bukannya menyesal karena membuat komitmen dengan Sean, aku hanya merasa bersalah pada Kak Fajar. Aku merasa sudah sangat keterlaluan. Tapi bagaimana lagi? Perasaan gak bisa di paksa kan? Kalaupun aku harus menyukai Kak Fajar, tidak sekarang. Ini terlalu cepat.
Sekali lagi, aku membaca surat dari Kak Fajar.
Kamu tau saya sayang kamu, tapi kamu gak tau, saya pengen hubungan kita lebih dari ini. Saya mau jadi seseorang yang kamu cari saat kamu butuh, saya mau jadi seseorang yang bisa antar kamu pulang, atau jadi orang yang kamu ajak pergi waktu bosen. Kalo berubah pikiran, telepon saya ya, kalo enggak, simpan aja. Bukti fisik saya pernah kamu tolak.
Salam, Fajar.
Aku mengembuskan napas berat. Aku harus apa sekarang? Kalau aku telepon, takut dia menganggap aku menerimanya, kalau tidak, aku tidak mau membuatnya salah paham, terus mengharapkan sesuatu yang semu.
Aku menarik-embuskan napas dalam, membulatkan tekad untuk menghubungi Kak Fajar, semuanya harus selesai.
[Halo, kamu sadar kan telepon saya sekarang?] Suara Kak Fajar terdengar senang begitu panggilan tersambung.
"Sadar, tapi bukan itu maksud aku" kataku pelan, aku mengubah kosakata ku, menandakan bahwa aku tidak marah lagi.
Tak ada sahutan dari Kak Fajar.
"Aku udah ada Sean, maaf" kata ku menyesal.
Dia tetap diam.
"Kita baru kenal, aku gak—" belum sempat aku menjelaskan, sambungan sudah lebih dulu terputus.
Aku mengembuskan napas berat, dadaku rasanya sesak. Merasa bersalah.
Maafin gue Kak
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden [Proses Revisi]
Teen FictionWAJIB KASIH VOTE!!! Kesalahan ku hanya satu, di saat aku jatuh cinta, maka aku benar-benar jatuh. Terlalu sulit mengalihkan pandangan pada sesuatu yang terlalu dekat. Aku sibuk mengejar dia yang justru semakin terlihat seperti ilusi. Sampai akhirnya...