38. Sama dia lagi

1.8K 74 0
                                    

"Gue sayang sama Gibran Di," kata Alda. Dia menangis di hadapan ku.

"Iya," kataku. Lenganku menepuk-nepuk bahunya. Dia baru saja putus dengan Gibran, katanya sih tidak bisa terus-terusan mengurus Gibran yang bahkan tidak pernah menghargainya.

"Gue sebenernya gak mau kayak gini, tapi—" ucapannya menggantung, justru dilanjutkan dengan isak tangisnya yang semakin kencang.

"Lo udah milih buat putus sama Gibran, gue yakin itu emang pilihan yang buat lo" kataku. Aku juga bingung sebenarnya harus bilang apa. Yang aku tau, Alda pasti sedang sangat terpuruk.

Sementara lenganku masih menepuk-nepuk bahunya, ponselku bergetar, layarnya berkelap-kelip, nama Sean terpampang di sana. Ngapain dia nelpon aku?

"Angkat dulu aja, gak pa-pa kok" kata Alda sembari mengusap jejak air matanya.

"Enggak, gak penting kok" kataku.

"Mau minum," katanya.

"Ya udah tunggu," kataku. Aku beranjak bangkit, keluar kamar dan berlalu menuju dapur untuk mengambil air. Jika saja kondisinya sedang baik-baik saja, sudah pasti mukanya aku timpuk pake bantal karena menyuruh seenak jidat. Tapi kali ini gak pa-pa ya? Dia lagi berduka.

Begitu kembali ke kamar, aku melihat layar ponselku masih menyala. Bukan karena panggilan telepon, tapi ruang SMS.

Aku melihatnya, membaca pesan dari Sean beberapa menit yang lalu.

Di, please sekali ini aja, ada yang mau gue omongin sama lo.

Mataku hampir keluar karena ada pesan balasan dariku. Bukan aku, Alda.

Oke. 15 menit gue siap-siap, jemput ya.

"Al lo apa-apaan sih!" Kataku sebal.

"Udah sana temuin. Jangan gara-gara gue patah hati, hubungan lo sama Sean jadi ke ganggu. Gue gak sejahat itu kali" katanya masih dengan wajah sembab.

"Ya tapi gak gini kali!"

Ponselku kembali bergetar. Pesan dari Sean.

Gue di depan rumah,hehe. Sebenernya sebelum sms udah di sini, tapi takut lo gak mau bareng gue.

"Anjing!" Desisku tanpa sadar.

*****

Hidden [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang