Kenapa Harus Sama? (b)

1.5K 90 6
                                    

—•°•—
.
.
.

Segerombolan orang berhamburan ke tujuan masing-masing, setelah menerima arahan. Kini pantai yang sangat indah menjadi panorama perjalanan mereka--pantai yang merupakan incaran para turis. Sehingga tidak heran, para penduduk lokal banyak menjajakan barang terbaik mereka.

Val terdiam. Dia tidak tahu harus ke mana. Bahkan tidak ada satu pun orang yang sekadar mengajaknya menikmati daramawisata. Hanya Ragi yang ada di dalam pikirannya. Dia hendak mencari si pemilik nama. Namun, dia lebih dulu menemukannya. Sesuai dugaan, segerombolan perempuan menaruh harapan pada lelaki itu untuk menjadi teman seperjalanan. Mereka seperti tidak mengizinkan Ragi untuk bernapas.

Val menggigit kuku.

Hueeee, sesuai dengan dugaan gue! Terus siapa teman gue dong …!

Dia memilih duduk di sisi pantai--tidak terkena langsung dengan paparan sinar matahari--sembari menikmati pergerakan angin. Berjalan sendirian, pasti sangat membosankan. Val memainkan pasir dengan kakinya.

Seketika dia tersentak, ketika seseorang dari belakang menepuk bahunya.

"Mau jalan-jalan sama gue?" ucap si pemilik suara.

"RAG--" Dengan cepat Ragi membekap mulut Val, seraya menempelkan jari telunjuk di mulutnya.

"Ssttt …. Entar teman-teman pada tahu. Gue udah susah payah kabur dari mereka demi lo."

Ragi tersenyum sembari mengulurkan tangan. "Ayo!"

Val mengangguk dan menerima uluran tangan lelaki itu. "Ayo!"

Ya, mood yang sebelumnya hancur, kini telah tertata rapi oleh karena lelaki yang bernama Ragi.

"Oh, iya, Hani di mana?" tanya Val baru menyadari hal itu.

Ragi yang menikmati es krim, menghentikan aktivitasnya, dan menautkan alis. "Lo gak tahu?"

Val tertawa kaku. "Enggak …."

"Serius? Hani gak ikut darmawisata karena sibuk dengan persiapan debutnya."

Val hampir tersedak dibuat. "Hani, calon idol?" tanyanya tidak percaya.

Ragi mengangguk. "Lo beneran gak tahu? Padahal satu sekolah sudah pada tahu soal ini."

Val menggeleng, dan kembali fokus pada es krim di tangannya.

Jangan bilang dia bakal jadi saingan gue nanti, rengeknya dalam hati.

"Ret, coba lihat deh. Bagus gak?" Ragi memperlihatkan kerang kecil yang dijajakan penjual suvenir.

"Wah … pas sekali. Itu sangat cocok untuk pasangan seperti kalian berdua. Best seller anak muda zaman sekarang," ucap seorang wanita dengan ekspresi yang meyakinkan.

"Ini bisa dipasang di ponsel kalian masing-masing, dan keunggulanya benda itu akan bersinar ketika kalian berada di jarak yang berdekatan," sambungnya.

"Sungguh?" tanya Val tidak percaya.

"Kalau Anda tidak percaya, kalian berdua bisa mencobanya."

Tanpa menunggu lama, mereka memasang benda kecil itu di ponsel masing-masing. Mulut Val seketika membulat lebar, ketika muncul cahaya pink dari kerang yang mereka pasang.

"Saya beli ini," ujar Ragi membuyarkan senyuman perempuan di sebelahnya.

Val menautkan alis. "Ragi?"

"Kita harus punya barang yang serasi," senyum Ragi ke arahnya. Tanpa disadari, Val berusaha mengontrol degup jantungnya.

Ragi, tanggung jawab sama jantung gue!!

"Bisa beli satu lagi gak, Mbak?" Ucapan Ragi membuat Val menoleh ke arahnya. Apa maksud lelaki itu?

"Wahh, maaf, tapi ini harus dibeli sepasang. Dan yang tersisa cuma warna biru," terang wanita itu secara halus.

"Kalau begitu, saya beli satu pasang lagi."

"Ragi, itu untuk siapa?"

Si pemilik nama sibuk memilih barang tersebut. "Untuk Hani. Dia pasti suk--"

"RAGI!!" Suara teriakan yang tidak terlalu jauh, berhasil membuat kedua insan tersebut menoleh. Ragi tersenyum rekah.

"Hani …," ucapnya ketika perempuan itu berlari ke arahnya. "Lo kok bisa di sini?"

Bukannya menjawab, perempuan itu malah melirik benda yang ada di genggaman Ragi. "Iiihh, lucu … gue juga mau yang kayak gini, Gi!" girangnya seraya mengambil kerang kecil itu.

"Tapi, yang ada tinggal warna biru. Gak apa-apa, kan?"

Hani mengerucutkan bibir. "Lo tahu, kan, gue paling benci warna biru!"

Ragi melirik ke arah Val. "T-tapi, yang ada--"

"Nih, masih ada yang warna pink. Warna biru biar untuk gue aja." Val tersenyum seraya memberikan benda yang seharusnya menjadi miliknya.

"Makasih, Ret!" Ya, untuk pertama kali, perempuan itu tidak melayangkan tatapan dingin padanya. Apakah mungkin sebagai bukti tanda terima kasih? Atau …

Bentuk penghinaan?

Setelah memasang benda itu ke ponsel, Hani melirik arloji yang melingkar di tangannya. "Ragi, ayo jalan-jalan bareng gue. Waktu gue sebentar lagi," ujarnya sembari menarik paksa tangan lelaki itu.

"T-tapi …." Ragi melirik ke arah Val.

"Gue gak apa-apa. Pergilah, kasihan dia jauh-jauh ke sini buat ketemu sama lo." Val tersenyum lembut ke arahnya.

"Ayo!" Hani menariknya lebih paksa. Sedangkan Ragi menatap Val yang menyiratkan ucapan maaf, sebelum mereka benar-benar pergi.

Val hanya diam menyaksikan kemesraan dua insan tersebut. Dia tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Bodoh ….

"Terus, bagaimana dengan gue yang jauh-jauh ke sini buat ketemu sama lo?"

Sontak Val berbalik.

"REY?!"

—•°•—
.
.
.

TBC

Ada yang kangen gak? 😂
#Plak! Padahal baru tiga hari gak up, mana mungkin ada yang kangen.

Bagaimana?

Sengaja Rey aku gantungin, supaya pada vote 😋

Berhubung kemarin aku gak bisa nepatin janji (badanku minta dimanja)

Jadi, aku up dua chap, dan agak panjang.

Mana tahu aja bisa jadi pengobat rindu kalian 😂

Seperti biasa …

Tembus 55 vote, aku bakal up kilat 😋

IYA, LO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang