Kok, Cantik? (b)

352 14 1
                                    

»☆«

"SEMUANYA BERSIAP-SIAP!" perintah sang sutradara dengan senyum yang penuh semangat. Semuanya pun sibuk melakukan aktivitas masing-masing.

"Rety!" Seorang perempuan muncul dari balik pintu. "Sekarang waktunya lo make-up."

Val mengangguk seraya masuk ke sebuah ruangan.

"Duduk di situ aja," ujar Megan menyadari kedatangan Val. Sedangkan dia disibukkan dengan mempersiapkan alat make-up untuk merias perempuan yang bernotabe sahabat.

Megan berjalan menghampirinya. "Sepertinya sekarang si perempuan cantik perlu polesan."

Val hanya tersenyum melihat tingkah laku sang sahabat. "Benarkan apa kata gue, kalau lo pasti diperlukan. Kalau gak lo, siapa lagi yang ngerias para pemain." Sebenarnya, ucapan itu terlalu berlebihan menurut Megan. Pasalnya bukan dia saja yang mengerjakan tanggung jawab ini.

"Gue lepas kacamata lo ya," ujar Megan ke pada si pemilik benda.

Namun, dengan cepat Val menahan pergerakan gadis itu. Membuat Megan mengernyit bingung. "Kenapa?"

Val menggeleng pelan. "Tidak apa-apa." Dalam hati dia tidak berhenti merutuki kebodohannya. Kenapa dia tidak menyadari hal ini? Bagaimana kalau Megan menyadari siapa dia sebenarnya?

"Ret, lo bisa gak pakai softlens aja pas tampil? Gak usah pakai kacamata?"

"Gue gak bisa pakai softlens. Mata gue sensitif," dustanya.

Gadis itu hanya mengangguk mengerti.

Pergerakan Megan terhenti ketika menyadari sesuatu. Dia mengamati gadis itu dengan lekat--tidak berkedip--membuat Val sedikit risi. "Lo kenapa liatin gue kayak gitu?"

Gadis itu mengedipkan mata dengan pelan. "Kalau gue lihat, kok lo kayak Val ... Valentine Gorety ...?"

Deg!

Mungkinkah penyamarannya terbongkar?

Val tersenyum kaku. Menghindar pun tidak bisa ia lakukan. "Mungkin perasaan lo aja," ujarnya sembari memperbaiki posisi duduk.

"Yah, mungkin perasaan gue aja." Megan kembali menggeluti aktivitas. Seolah tak acuh akan masalah itu. Setelah merasa cukup dengan riasan wajah, ia pun mengambil wig untuk digunakan Val.

Namun, lagi-lagi Val menahan. "Gue gak usah pakai wig." Kalau dia menggunakan wig, bisa-bisa penyamaran selama ini terbongkar.

"Kenapa?"

"Gue gak percaya diri kalau pakai itu. Dengan rambut pendek seperti ini, gue merasa lebih percaya diri."

Perempuan itu berpikir sejenak.

"Sudahlah kalau begitu, lo bisa ganti kostum sekarang," timpal Megan menyerah, dia memilih untuk membereskan peralatan make up.

"Hahahahaha."

Sebuah tawa yang sangat besar berhasil mengambil perhatian kedua gadis itu. Suara itu berasal dari ruangan yang hanya terpisah oleh satu pintu dari mereka. Ketika mereka mencoba menyelidiki apa yang sedang terjadi, seseorang yang merupakan si pemilik tawa menyadari keberadaan mereka.

"Ret!"

Val menoleh, ternyata yang memanggil adalah Rey--terlihat wajah bahagia dengan senyum merekah.

"Lo kenapa bahagia banget?" tanyanya sembari berjalan mendekati lelaki itu.

"Pas banget! Gue kebetulan lagi nyari lo. Sini deh lo ikut gue," ajak Rey menuntun pada sebuah tirai.

IYA, LO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang