43. Dia Bukan Rey

378 14 14
                                    

__________________
“Aku hanya ingin terlihat olehmu, yang menganggapku hina.”
__________

»☆«

"Ret, lo gak masalahkan pulang bareng gue? Maaf, ngajak lo tanpa minta persetujuan sebelumnya." Ragi melirik sekilas perempuan di belakangnya, sebelum terfokus pada kendaraan yang ia bawa.

"Gak masalah. Kapan lagi kita bisa berdua kayak gini, 'kan?" Val menaikkan sedikit volume suara supaya lelaki itu dapat mendengarnya dengan jelas. 

Tanpa ada Rey dan Hani, batinnya.

Seketika ia kembali teringat dengan pemandangan yang terkahir ia lihat. Bagaimana bisa Rey terlihat akrab dengan Hani? Bukankah lelaki itu sangat membencinya?

"Ret." Ragi mengurangi kecepatan motor. Membuat suaranya terdengar lebih jelas. Sedangkan gadis itu hanya memberikan sahutan.

"Apa gue ada ruang untuk ngenal lo?"

Val terdiam. "Maksudnya?"

"Ret, gue bosan harus terjebak di zona ini terus …," ia sengaja menjeda kalimatnya, "bahkan gua hanya bisa diam ngeliat kelakuan Rey ke lo."

Dia menelan paksa salivanya. "Sebenarnya gue su--"

Val tiba-tiba mengencangkan pegangan pada lelaki itu dan memejamkan mata. "Apa lo mau jadi pacar gue?!"

Ya, ini adalah kesempatan. Mau dia menolak atau tidak, yang penting aku sudah mencobanya, pikir Val.

CITT!!

Suara decitan motor seketika terdengar, membuat jarak di antara mereka kian menipis. "Ret, lo bisa ulang? Tadi lo ngomong apa?"

Val tidak bisa lagi menahan semu merah di pipinya. Begitu juga gejolak rasa yang ia rasakan sekarang. Sungguh, ia tidak mau lagi berlama-lama memendam perasaan ini. "Gue suka sama lo, Ragi! Dari awal gue ketemu lo di sekolah, gue udah suka sama lo. Tapi, lo gak pernah peka sama perasaan gu--"

"Ssstt …." Ragi menempelkan jari telunjuk ke bibir gadis itu. "Dan lo juga gak pernah peka sama perasaan gue, Ret."

Val tertegun. Sungguh. Sekarang ia tidak bisa menghirup oksigen.

Ragi memegang helm yang menutupi wajah perempuan itu. Dan menatapnya secara lamat-lamat. "Gue juga suka sama lo."

Val berulang kali mengedipkan mata.

"Gue mau jadi pacar lo."

Gadis itu sontak menutup mulut tidak percaya. Bahkan air matanya turun begitu saja. Apa yang selama ini ia harapkan, kini telah terwujud.

Ragi yang melihat air mata gadis itu, langsung mengusapnya dengan tatapan khawatir. "Lo kenapa nangis?"

Val tidak bisa menahan tangisnya. "Gue nangis karena senang, Ragi. Selama ini gue nungguin lo."

Lelaki itu memeluk sang gadis. "Cup, cup. Ternyata kita berdua saling menunggu di perasaan yang sama."

Setelah cukup berpelukan, Val menghapus jejak air matanya. "Tapi, lo bisa, 'kan, rahasiakan hubungan kita?" Pikirannya melayang pada sosok Rey dan Hani. "Gue gak mau ada yang tersakiti karena hubungan kita."

Ragi mengangguk, karena dia juga merasakan hal yang sama. Ada hati yang harus ia jaga, yaitu sang sahabat. Ya, secara lambat laun, ia mulai menyadari persaan Hani ke padanya. Perasaan yang melebihi perasaan seorang sahabat.

IYA, LO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang