24. Pengakuan (1)

1.3K 70 5
                                    

Sungguh kau buatku bertanya-tanya, dengan teka-tekimu 🎵🎶🎼
—•°•—
.
.

Val memasuki mobil dengan wajah yang sangat berbinar. Rasa senang di hati, tidak dapat dibendung setelah keluar dari rumah sakit. Senyuman mengiringi langkahnya.

"Val, kamu kenapa? Kok senyum-senyum sendiri?" tanya Miss yang menyadari keanehan itu.

Si pemilik nama, tidak menggubris. Dia hanya tersenyum malu, sembari memegang kedua pipi yang bersemu merah.

"Val?" Miss berusaha meyakinkan sang anak.

"Gak apa-apa, Mah," ucapnya tanpa menoleh ke arah si wanita.

Miss hanya bisa menggeleng melihat sikap anaknya. Namun, tidak bertahan lama, sang anak mendekatinya yang sedang menyetir mobil. "Btw, Mah. Dulu bagaimana perasaan Mamah waktu ketemu sama orang yang Mamah suka?" Dia bertanya dengan wajah penuh antusias.

Wanita itu berpikir sejenak. "Hmm ... kalau mamah, sih, bakal kabur. Mamah bawaannya bakal malu kalau ketemu sama orang yang disuka. Makanya waktu itu, Ayah kamu sempat bingung ngelihat mamah ga selalu menghindar dari dia," ucap si wanita sembari menyunggingkan senyuman mengingat momen itu.

Val memasang wajah tidak percaya, "Serius? Jadi bagaimana Ayah bisa dapatin, Mamah?"

Wanita itu seketika tersenyum malu. "Ahh, kamu penasaran banget. Itu rahasia."

"Ihh, Mamah sama Ayah ternyata lucu juga waktu masih muda."

"Btw, kamu lagi suka sama seseorang ya? Terus tadi gak sengaja ketemu, makanya pas datang kayak orang kesurupan." Tebak wanita itu langsung.

Sontak Val mendorong pelan bahu wanita itu dengan wajah menahan malu. "Ah, Mamah, peka banget jadi orang."

"Mamah, juga, kan, pernah muda." Pandangan wanita itu masih lurus ke depan.

"Ingat ya, Val, kamu bisa suka sama orang lain …, tapi jangan sampai buat skandal baru."

"Siap, Bos!"

"Oh iya, orang yang kamu suka itu, Rey?"

"Kalau iya, Val sama Rey … Mamah setuju?" tanyanya seraya memainkan alis.

"Mamah, sih, setuju."

Seketika raut wajah Val berubah menjadi masam. Padahal dia berharap kalau wanita itu tidak setuju.

"Lumayankan, kalian bisa tambah tenar," sambung Miss.

Val mengerucutkan bibir. "Mamah … Rey pikirannya sama aja! Val, gak ada rasa sama, Rey. Val, sukanya sama orang lain. Titik!" terangnya seraya membuang muka.

"Dia emang gak butuh rasa kamu, tapi yang dia butuhkan hanya dirimu yang siap melengkapinya. Eeeaaa, gimana? Bagus gak kata-kata, Mamah?" Wanita itu menampakkan kerlingan.

"Itu udah pasaran." Val kembali memperbaiki posisi duduknya.

Kehabisan topik untuk diperbincangkan, akhirnya suasana di dalam mobil menjadi hening. Val menyandarkan kepala pada jendela mobil sembari menatap ke arah luar. Langit baru saja menurunkan rintikan. Kian lama rintikkan semakin deras, tetapi hujan berhasil membuat pikirannya melayang bebas.
Val menghirup udara dengan panjang, berharap bau hujan tertangkap oleh indra penciuman. Saat ini pikirannya hanya melayang pada kejadian tadi, ketika dia bertemu dengan Ragi. Perihal Rey yang tadi menyuruhnya pulang, dia tidak begitu peduli.


Dia penasaran dengan Ragi. Apa yang sedang dia lakukan di rumah sakit tadi? Apakah ada yang sakit dan perlu dia jenguk? Atau dia sendiri yang sedang sakit? Val hanya berharap dugaan kedua tidak benar.

Merasa irama hujan mengundang kantuknya, Val memilih untuk tidur.

—•°•—
.
.
.

TBC

IYA, LO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang