13. Mencoba Terbiasa

1.6K 102 10
                                    

Semua itu layaknya fatamorgana. Apa yang kau lihat, tidak seperti yang sebenarnya.
-•°•-
.
.
.

Di bawah cahaya lampu, seorang gadis menyibukkan tangan dengan menari-nari di atas kertas. Hampir 1 jam hal itu dia lakukan. Setelah kejadian sial yang menimpa, rentetan maaf harus dia tulis pada beberapa lembar kertas. Walaupun begitu, Val tidak berhenti mengumpat kekesalannya pada Rey. Dialah sumber dalang semua ini.

"Serius amat nulisnya, mau dibantu?" Seseorang mendaratkan bokongnya pada tepi kasur perempuan itu.

"Enggak perlu."

"Ya, udah."

Val kembali berkutat. Dia tidak terkejut dengan sosok yang tiba-tiba ada di kamarnya. Tanpa perlu menanyakan atau melihat, dia tahu bahwa Rey adalah sumber suara itu.

"Bagaimana keadaan lo?"

"Lo punya mata dijadiin pajangan?" ketus Val masih enggan menoleh.

"Galak amat. Kalau gue lihat, sih, lo baik-baik aja. Btw, lo udah buka hp gak?"

"Belum."

"Kenapa?"

"Gak bakal selesai kerjaan gue kalau pegang hp."

"Tapi, gue mau kasih tahu sesuatu sama lo."

"Gue sibuk."

"Gue juga tahu, tapi gak habisin waktu berjam-jam kok."

Val memilih diam.

"Bagaimana kalau dengan ini?" Rey menyodorkan ponsel miliknya.

Lawan bicaranya hanya memasang muka datar, itu berlawanan dari yang Rey duga.

Val melepaskan pulpen yang bertengger di tangan, dan menatap lelaki itu. "Jadi, sekarang lo senang bisa jadi trendi topik?"

Rey menjauhkan ponsel dari pandangan si perempuan. "Enggak juga, sih. Gue emang mau jadi trendi topik, tapi bukan dengan begini. Gue gak mau melibatkan lo."

"Maksud lo apa?"

"Itu gak usah dipikirin. Tapi yang buat gue cemas, bagaimana entar lo di sekolah?"

Val terdiam. Namun, itu tidak bertahan lama. Dia kembali melakoni aktivitasnya. "Lo gak usah khawatirin gue. Gue bisa ngadepin yang kayak gitu. Udah biasa."

"Bagus kalau gitu." Terdengar santai, seolah-olah kecemasannya hanya sebatas kalimat.

"Val."

"Hmm?"

"Lo itu perempuan jahat tahu gak?"

Val menghentikan pergerakannya. "Maksud lo apa?"

"Lo gak kasihan sama Ragi? Gue tahu alasan apa yang buat lo ngejauhin dia. Tapi itu keterlaluan banget. Lo bersikap, seolah-olah dia yang berperan antagonis. Padahal dia gak tahu apa-apa."

"Jangan menuntut orang lain peka, kalau lo sendiri gak peka," sambungnya.

Val mengerutkan dahi. "Maksud lo apa?"

"Maksud lo apa?" Rey mengulang pertanyaan perempuan itu.

"Ini sudah ketiga kalinya lo bertanya dengan kalimat yang sama. Lupakan saja."

Val hanya berdecih.

Suasana kembali hening. Setelah 10 menit menghabiskan waktu dengan menulis, Val mengedarkan pandangan. Dia tidak menemukan sosok lelaki itu.

Dasar cowok gak jelas, datang tiba-tiba, pergi diam-diam, batinnya.

Dia kembali melihat lembaran kertas di hadapannya. "Val, semangat!"

***

Matahari baru saja merayap di langit. Namun, berhasil membangunkan seorang gadis dari tidurnya. Val merenggangkan tubuh, entah mengapa dia merasa cukup segar untuk melakukan aktivitas di hari ini.
Seketika dia menjatuhkan pandang pada setumpuk kertas di atas meja.

"MAMPUS!" ucapnya disusul tepukan di jidat. Dia teringat dengan hukuman yang belum diselesaikan. Dengan cepat dia melanjutkan tugas. Namun, pergerakan itu terhenti, ketika melihat pekerjaannya yang telah selesai.

Dia memperhatikan setiap lembar. "Kok, sudah selesai?"

Hingga pandangannya terhenti pada sebuah post it.

Gue maafin lo. Oh iya, lo harus berterima kasih sama gue, karena udah ngerjain hukuman lo. Padahal lo yang salah. Btw, gue bergadang ngerjain ini di kamar lo, untungnya nyokap lo gak cyduk gue ><

Seketika dia tersenyum. "Dasar bego, untung baik."

-•°•-
.
.
.

TBC


IYA, LO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang