_________________________
Percayalah, seulas senyuman tulus dapat membinasakan keterpurukan, dari ribuan senyuman palsu.
_________________________»☆«
Aku berlari dan terus berlari. Tidak peduli dengan tatapan orang yang memandangiku. Yang terpenting, aku bisa menangkapnya. Entahlah keputusanku sangat berakibat fatal. Aku kira dia bakal menyukai perlakuan itu. Namun, ternyata tidak.
"Rety!" panggilku setelah berhasil menangkap tangan sang gadis. "Dengarkan penjelasan gue sebentar."
Dia berbalik. "Penjelasan apa lagi ...?"
Seketika itu juga aku merasa tertekan. Rasa bersalah kian menumpuk, menghancurkan akal pikiran.
Dia menangis.
Ya, itu semua salahku. Harusnya aku memikirkan risiko ini lebih dulu.
"Maaf ...." Dan bodohnya hanya kata itu saja yang keluar dari mulutku. Selain itu, aku juga adalah seorang pecundang. Melihat wajah menangis itu saja aku tidak mampu.
Namun, tiba-tiba Rety berjongkok dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Dasar! Ragi, bodoh! Bahkan umur gue aja belum genap 18 tahun. Tapi, lo tanpa seizin gue ngelakuin itu!" Dia menangis semakin kencang.
Aku menyejajarkan tinggi kami. "B--bukan itu maksud gue."
"Lalu?" Rety menatapku layaknya anak kecil.
Polos.
Aku menghapus jejak air matanya. "Berhentilah menangis, biar gue kasih tahu."
Bagaikan obat mujarab, dengan perlahan gadis itu mulai tenang. Aku pun mengajaknya untuk duduk di salah satu bangku.
Aku melirik gadis itu. "Maaf. Maaf karena gue udah lancang lakuin itu."
Namun, bukannya mengangguk, Rety malah menggeleng cepat. "Bukan. Ini bukan salah lo. Seharusnya gue yang minta maaf karena udah nampar lo. Gue gak sadar, kalau lo itu cuma berniat bantu Rey."
Bukan alasan itu yang aku mau. Aku menatapnya lamat-lamat. "Semua bukan karena alasan itu."
"Lalu?"
"Bagaimana kalau kami lebih dari sahabat?"
"Lo sama, Rey, pacaran?"
Perempuan itu tiba-tiba tersedak. Entah, aku bingung dengan reaksi yang seperti itu.
"Kok, lo bisa kepikiran nanya kayak gitu?" tanya Rety tidak percaya.
"Hmm ...." Aku terdiam sejenak. Aku bingung, kenapa aku harus bertanya seperti itu? Bukankah aku malah terlihat seperti orang yang sedang cemburu?
"Waktu itu Rey pernah bilang ke gue, kalau kalian berdua lebih dari sahabat." Aku melirik gadis itu--menunggu reaksi. "Jadi, gue cuma mau mastiin."
Selang beberapa detik, ekspresi diam perempuan itu beralih menjadi tawa. "Lo percaya sama, Rey? Gue pacaran sama dia? Gak mungkin! Lo lihat aja, setiap lo ketemu sama dia pasti selalu gandeng cewek-cewek sekolah. Kalau kami pacaran, seharusnya dia gak berlaku kayak gitu dong."
Bodoh, harusnya aku memperkirakan hal-hal itu. Namun, sekarang aku bisa bernapas lega mendengar penjelasan tersebut.
"Tapi, kenapa lo penasaran soal itu?"
Mendengar pertanyaan Rety, seketika itu juga aku berpikir bahwa perempuan ini benar-benar bodoh. Harusnya dia menyadari, arti semua itu. Alasan apalagi kalau bukan karena aku menyukainya? Namun, semua itu tidak apa-apa. Permainan akan semakin seru.

KAMU SEDANG MEMBACA
IYA, LO!
Teen Fiction#1 in teenfiction 26/12/19 #4 in asik 05/02/19 Amazing cover by @kimfina14 Aku bukanlah playgirl! Aku hanyalah perempuan yang bingung di zona cinta segitiga ini. (ᴖ◡ᴖ)♪ SAY HELLO TO BUCIN!!