27. Meneliti Dia

1.1K 83 22
                                    

__________________________________
Kau pernah mendengar kalimat, 'benci bisa jadi cinta'?
Kalau begitu, haruskah aku menyakitimu, supaya kau mencintaiku?
_____________________________



»☆«

"REY, MAU MAKAN BARENG GAK?"

Bel baru saja berbunyi, tetapi dalam hitungan detik, meja Rey sudah dikerumuni para perempuan. Pertanyaan itu sejak tadi mereka lontarkan. Sampai membuat Rey kelabakan. Namun, semua ocehan itu terhenti ketika Rey tersenyum seraya bertopang dagu.

"Boleh, dengan senang hati. Tinggal kalian atur saja waktunya kapan...." Dia bangkit berdiri. "Tapi, tidak untuk sekarang. Gue ada janji sama orang lain."

Dia meninggalkan kerlingan jahil, sebelum menembus kerumunan itu. Namun, langkanya terhenti melihat Val yang sedang berkacak pinggang. "Hai, Re--"

Val langsung menarik paksa lelaki itu. Sedangkan Rey, malah memilih pasrah dan melepaskan kiss bye kepada segerombolan perempuan itu.

"LO MAUNYA APA, SIH?!" Val langsung melemparkan tangan Rey, ketika mereka tiba di tempat yang benar-benar sepi.

"Gue maunya lo."

"SERIUS!"

"Gue cuma mau sekolah. Emangnya salah? Padahal bunyi dari Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: 'Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan'. So, apa salahnya?"

"Gue tahu kalau perempuan itu selalu benar. Tapi, itu hanya mitos. Kalau iya, kenapa penghuni neraka ada perempuan?" sambung Rey.

Buk!

Val menghadiahkan pukulan yang sangat kerasa kepadanya. "Dan lo juga salah satu penghuni neraka!"

"Galak amat. Harusnya gue yang marah sama lo, karena narik gue kayak layang-layang."

Val menarik napas panjang. "Gue lagi malas berdebat lama sama lo. Terserah apa tujuan lo sekolah di sini, yang pasti lo harus jaga indentitas gue."

"Boleh, tapi ... lo masih ingat pesan gue kemarin?"

Si lawan bicara mencoba mengingat. Hingga Rey memperlihatkan pesan yang ia kirim kemarin. "Dengan syarat ini. Lo harus mau jadi pacar gue."


"WHAT?!"

"Please, lo bisa minta apa pun asal jangan yang kayak gini," mohon Val dengan muka memelas.

Namun, Rey malah menggeleng dengan percaya diri. Dia tetap kekeuh dengan permintaannya.

"Rey--"

"Gue maunya cuma itu," potong si pemilik nama.

Val masih menatap tidak percaya, "Rey, hubungan dalam pacaran itu harus didasari dengan rasa suka antar kedua belah pihak."

Lagi-lagi Rey menyunggingkan senyuman licik. "Gue gak nyuruh lo suka sama gue. Gue cuma minta lo jadi pacar gue." Dia sengaja menekan kalimat akhir

"Karena mungkin aja, setelah kita pacaran lo jadi jatuh cinta sama gue," sambungnya memperlihatkan gaya kemenangan.

Val berdecih jengkel. Hingga dia memilih untuk berpikir sejenak, sebelum dia kembali menatap pria itu. "Gue mau, asal dengan satu syarat."

"Apa?"

"Asal hubungan kita, hanya lo dan gue yang tahu. Publik atau bahkan orang terdekat lo gak boleh sampai tahu. Jadi, kita bersikap seperti biasa kalau di depan publik," terangnya.

Rey mengangguk. "Boleh," ucapnya sambil melipatkan kedua tangan di dada.

Mendengar itu, Val tidak tahu harus bersikap seperti apa. Hari ini adalah malapetaka baginya.

"Jadi sekarang, kita resmi pacaran," ucap Rey menatap lekat netra sang gadis.

"Deal?" Dia mengulurkan tangan.

"Deal!

"Jadi, lo harus lakuin apa yang gue minta tadi," sambung Val.

"Baik, Pacarku."

»TO BE CONTINUE«

»TO BE CONTINUE«

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
IYA, LO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang