Ketika Berhenti (b)

270 15 4
                                    

»☆«



Hujan turun tidak membiarkan Matahari bersinar terang begitu saja. Bahkan tidak peduli dengan komentar para penghuni Bumi tentang kedatangannya. Namun, kehadiran hujan berhasil memikat seorang perempuan. Sejak tadi pandangannya tidak lepas dari rintikan hujan yang mengenai kaca mobil.

Hujan berhasil melayangkan pikirannya. Bukan hanya itu saja, senyuman pun juga terbit. 

"Lo pikir gue bakal benar-benar ngelakuin itu?" Seorang lelaki lengkap dengan pakaian Pangeran, berhasil menyembunyikan kesedihan sang gadis dari balik jubahnya.

Perempuan itu tak menjawab. Dia bahkan hanya bisa melepaskan emosi dalam hati.

"Laki-laki bertugas untuk ngelindungi perempuan ..., walaupun kewajiban itu dapat mengancam dia sendiri," Rey sengaja menjeda kalimatnya, "begitu juga yang sedang gue pikirkan buat lo."

Rey menyejajarkan tinggi dengan perempuan itu, dan menghapus jejak air mata yang tercipta. "Kali ini tolong percaya ucapan gue."

"Val, payung yang mamah suruh bawa tadi, mana?" Suara seorang wanita berhasil menarik pikiran si pemilik nama.

Val menautkan kedua alis. "Payung? Emangnya, Mamah, tadi nyuruh Val bawa payung?"

Wanita itu memutar kedua bola matanya. "Sebelum pergi, 'kan, mamah udah ingatin kamu. Jadi, bagaimana kamu bisa masuk ke dalam sekolah?"

"Yaelah, Mah, tinggal lari dikit aja udah sampai," ujar Val seraya menyalam sang Ibu. "Gak sampai basah kuyup, kok" 

"Eh, tunggu!" Wanita itu merogoh sesuatu dari tas besar yang ia bawa. "Nih, bekal buat kamu, dan ini bekal buat Rey."

"Rey? Dalam rangka apa, Mamah, repot-repot buatin Rey bekal?"

Mis menatap anak semata wayangnya dengan sedikit prihatin. "Kamu jangan terlalu jahat sama Rey. Dia itu sebenarnya baik, tapi pandangan kamu ke dia yang selalu salah."

Val mengambil benda itu. "Iya, Mah, Val coba buat berbuat baik sama dia."

Dia pun membuka pintu mobil dan bersiap untuk lari. Namun, hal itu ia urungkan ketika lelaki yang menjadi topik pembicaraan mereka tertangkap oleh indra penglihatan.

"Rey!" teriak Val berniat nebeng payung bersama lelaki itu.

Si pemilik nama berbalik. Namun, ia hanya memandang dengan tatapan yang sulit untuk Val mengerti. Bahkan lelaki itu hanya diam mematung ke arahnya, walaupun ia tahu kalau Val yang memanggil 

"Butuh tumpangan?" Tiba-tiba sebuah payung terbuka lebar di atas kepala gadis itu.

Val menatap si pemilik suara. "Ragi?"

Lelaki itu tersenyum.

Val kembali melirik ke arah Rey. Namun, ia tidak lagi mendapati lelaki itu.

"Boleh."

***

"Kalian ada lihat, Rey?" Sejak tadi pertanyaan itulah yang Val layangkan ke setiap orang yang ia kenal. Bel istirahat sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu, tetapi waktu itu semakin terkikis hanya untuk mencari lelaki itu. Rey menghilang ketika bel istirahat berbunyi, bahkan ia tidak tahu pasti kapan lelaki itu menghilang. Kalau bukan karena amanah sang ibu, ia pasti enggan untuk melakukan hal seperti ini.

Apakah  Rey marah karena kemarin dia sudah membentaknya? 

Seketika terbesit perkataan sang ibu, dan membuat rasa bersalahnya kian bertambah.

Pemikiran itu membuat Val semakin kekeuh untuk mencari. Kini tinggal satu tempat yang harus ia cari, yaitu balkon!

Val sungguh merutuki kelakuan lelaki itu yang selalu bersembunyi di balkon. Apakah ia tidak lelah menaiki tangga untuk ke tempat itu? Namun, ia dengan cepat menghapuskan pikiran tersebut. Ingat! Dia tidak boleh terlalu jahat pada lelaki itu.

Val membuang napas panjang ketika berhasil mendaratkan kaki di tempat itu. Benar saja kalau lelaki itu sedang bersarang di sana.

"Lo ngapain di sini?" tanya Val seraya berjalan mendekati lelaki itu.

Tidak mau lepas dari objek yang sedang lelaki itu lihat, dia hanya berucap. "Hanya ingin melihat pemandangan sekolah dari sini."

"Rey, lo mau tahu gak gua bawa apa untuk lo?"

"Apa?"

Val dengan senyum merekah memperlihatkan kotak bekal yang ia sembunyikan di balik punggung. "Tada! Gue bawain bekal buat lo."

Rey menoleh dan tersenyum. Namun, beberapa detik kemudian ia kembali menoleh ke objek sebelumnya. "Val, keluar dari sekolah ini." 

Val terdiam, mencoba mencerna apa maksud lelaki itu. "Apa tadi lo bilang?"

"Lo keluar dari sekolah ini." Kali ini Rey berbicara dengan nada yang sangat dingin.

Sontak Val tertawa renyah. Ini adalah perintah yang paling konyol yang pernah ia dengar. Maaf, sekarang ia harus mengurungkan niatnya untuk berbuat baik ke pada lelaki itu. "Emangnya lo siapa, nyuruh gue keluar dari sekolah ini?"

Rey berbalik ke arah Val dengan tatapan dingin. "Keluar dari sekolah ini, atau semua yang terjadi dengan lo, gue bocorkan ke Mis?"

Val bungkam. Tanpa sadar ia mengepal tangan dan menggertak gigi dengan kuat. "Gue gak nyangka ternyata lo sebusuk ini, Rey. Pokoknya gue gak mau."

Rey membalas dengan tatapan yang sama tanpa berucap sepatah kata pun. Membuat emosi Val semakin bercampur aduk.

Tanpa berpikir panjang, ia meletakkan kotak bekal yang ia bawa begitu saja. "Pokoknya gue gak mau." Ia pun hendak pergi. Namun, langkahnya terjeda ketika mendengar kalimat lelaki itu.

"Kali ini gue gak main-main dengan ucapan gue."

»TO BE CONTINUE«

Maaf bangett karena udah lama gak up (╥_╥)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maaf bangett karena udah lama gak up
(╥_╥)

Bukannya sok sibuk, tapi aku emang lagi sibuk
⊙﹏⊙

Aku pikir waktu libur seperti ini, aku jadi punya banyak waktu buat leha-leha

Ternyata oh ternyata … kagak
∪ˍ∪

Makasih ya buat yang udah ingatin aku buat up
。^‿^。

Sering-sering aja ya ingatin aku buat up #hehehehehe
(∩_∩)

Oke, see u next time!

IYA, LO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang