22. Mengalah Untuk Kali Ini

1.3K 77 17
                                    

Aku tidak memaksamu untuk selalu mengerti aku. Namun, aku hanya ingin kau selalu ada di sisiku, sampai waktu itu tiba.
—•°•—
.
.
.

"Pasien hanya kelelahan. Dia butuh istirahat penuh, dan harus dirawat di sini untuk beberapa hari," terang seorang pria dengan seragam putih yang ia kenakan.

Mendengar itu, Val memberi tundukkan hormat. "Terima kasih, Dok, untuk informasinya."

"Iya sama-sama, itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu, saya permisi dulu."

Ia hanya tersenyum sebelum pria itu benar-benar pergi meninggalkannya.

Seketika dia menghela napas panjang. Untungnya tidak ada hal buruk yang terjadi dengan lo, batinnya yang kemudian melangkah memasuki sebuah ruangan.

Namun, suara dering telepon menghentikan langkahnya. Dengan cepat dia menekan tombol hijau yang tertera pada layar ponsel.

"Halo, Mah?" Dia memulai pembicaraan.

"Kamu sekarang di mana? Mamah gak ada lihat kamu di kamar … jangan buat mamah khawatir!" Terdengar suara penuh kecemasan dari wanita itu, pasalnya Val pergi ke rumah sakit tanpa memberitahu terlebih dahulu.

"Maaf, Mah, Val lagi di rumah sakit."

"APA?! KAMU DI RUMAH SAKIT? KAMU KENAPA? JANGAN BUAT MAMAH JANTUNGAN!" cemas Mis ketika mendengar kata 'Rumah Sakit'.

Bukannya menjawab, Val malah terkekeh mendengar reaksi Mis. "Val gak apa-apa kok, Mah. Val, di sini karena buru-buru bawa Rey ke rumah sakit."

"Rey? Ada apa dengannya?"

Val pun menceritakan apa yang telah terjadi.

Terdengar suara helaan napas panjang dari seberang. "Syukurlah kalau begitu. Val, lain kali izin dulu ya sama mamah. Mamah, jadi khawatir tahu."

Lagi-lagi Val terkekeh. "Iya, Mah. Val, minta maaf. Kalau gitu sudah dulu, Mah." Dia pun mengakhiri panggilan, sebelum kakinya kembali melangkah menuju ruangan itu.

Val dapat melihat Rey yang terbaring lemah. Dia mendaratkan bokong pada sebuah kursi di sebelah lelaki itu terbaring. Dia tersenyum lembut. Tanpa sadar, dia menempelkan jari telunjuknya ke hidung mancung Rey.

***

Di bawah sinar lampu, seorang perempuan sibuk menarikan tangannya di selembar kertas. Tidak hanya itu, ia juga sesekali bersenandung. Menulis lirik lagu, sudah menjadi hobi gadis itu sejak dulu. Namun, kesibukan itu, tidak membuat ia lengah memantau lelaki yang tidak jauh darinya.

"Kayaknya lo senang banget ngelihat gue sakit."

Suara parau itu, sontak membuat Val berbalik. "Rey? Lo udah sadar?"

"Kayaknya belum, soalnya sekarang gue lagi lihat malaikat di mimpi gue," gombalnya. Tidak lupa ia menyunggingkan senyuman dengan tenaga yang belum terkumpul seutuhnya.

Val berekspresi santai. "Syukurlah kalau ini mimpi. Paling tidak setan yang ada di hadapan gue, cuma mimpi doang."

Dia pun memutuskan untuk memanggil dokter. Namun, belum sempat berbalik, sebuah tangan besar menahan tangannya.

"Lo mau ke mana?"

"Mau panggil dokter."

"Gak usah, lo duduk di sini aja, 'kan, ini hanya mimpi doang." Senyumannya kini mulai sedikit melebar.

Kalau begini, Val tidak bisa mengelak lagi. Dia pun memilih untuk kembali duduk di sebelahnya. "Puas?" Dia tersenyum penuh paksaan. Kalau bukan karena kondisi, dia pasti lebih dulu menjitak kepala Rey dengan sumpah serapah.

Sabar, Val, untuk kali ini lo harus sabar, batinnya.

Lagi-lagi Rey menampikkan smirk-nya. "Belum, coba lo mundur dikit."

Gadis itu menautkan alis. "Untuk?"

"Sudah, lo lakuin aja apa yang gue bilang," ucapnya sangat lembut.

Dengan pelan Val menggeser kursinya. "Sudah?" tanyanya ketika merasa sudah cukup.

"Belum, coba mundur dikit lagi."

Val memutar kedua bola mata sembari menggeser sedikit kursinya lagi. "Sudah?"

"Ya, itu sudah cukup."

"Emangnya ngapain sih lo suruh gue mundur?" tanya Val sedikit tidak terima.

Rey menghela napas panjang. "Katanya lo suka sama Ragi. Tapi, kenapa nempelnya ke gue?"

Val mengacak rambut geram. Ingin rasanya dia menjitak kepala lawan bicaranya. "Sebenarnya lo habis kebentur apaan, sih?"

"Gue habis kebentur apa? Gue habis kebentur sesuatu, makanya gue butuh cinta lo sebelum jatuh."

Val memutar kedua bola mata, disusul dengan embusan napas panjang. "Semoga lo cepat sembuh ya," ucapnya dengan senyuman yang sangat terpaksa.

Rey hanya tertawa. Namun, tawa itu meluntur seketika. Ekspresi yang sangat dingin. Jujur, Val sedikit takut dengan ekspresi itu.

"R-Rey, lo kena--"

"Val, tolong panggilin dokter sama menejer gue. Lo lebih baik pulang. Pasti lo udah capek ngurus gue, jadi lo istirahat aja." Terlihat jelas perubahan raut wajah yang tidak bersahabat.

Rey, kok langsung berubah kayak gini? batinnya, tetapi dia memilih untuk diam.

Seharusnya dia senang, karena Rey mengizinkannya untuk pulang. Namun, entah mengapa dia tidak mau melakukan hal itu, terlebih melihat ekspresi Rey yang enggan melihatnya.

"Baiklah."

—•°•—
.
.
.

TBC

Gak maksa.

Tapi.

Kalau tembus 50 vote.

Aku bakal next kilat ≧﹏≦

IYA, LO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang