Val, di mana? (b)

318 16 7
                                    



»☆«

Seorang lelaki tidak berhenti memandangi layar handphone-nya. Bahkan ia tidak peduli dengan keadaan jalan yang ia lalui. Dia hanya ingin menunggu. Menunggu balasan pesan yang tak henti ia kirim.

Rey: Val, bagaimana jalan-jalannya?

Rey: Kapan pulang?

Rey: Apa lo sibuk bersenang-senang di sana?

Rey: Jangan lupa bawa oleh-oleh.

Rey: Cepat-cepat pulang. Soalnya Ragi kangen sama lo.

Rey: Kagak, deh. Gue yang kangen banget sama lo.

Rey: Lo lagi mode miskin, ya? Kagak ada kuota, makanya kagak bisa balas chat gue?

Membaca setiap pesan yang ia kirim, membuat raut wajah lelaki itu terlihat masam. Pasalnya tak ada satu pun balasan yang ia terima.Mungkinkah ini yang disebut definisi bucin? Padahal ini baru hari kedua sejak kepergian Val kemarin. Namun, kenapa dia sudah merasakan rindu?

"Rey!" Seorang perempuan belari kencang mengejar si pemilik nama. Menyadarkan Rey dari ruang kerinduan. Bahkan perempuan itu tidak peduli dengan kacamata yang kian merosot.

Ia pun berhenti melangkah dan berbalik. "Ada apa?"

"Gue mau nanya sesuatu sama lo." Ekspresi Megan tidak memberi cela atas ketidakseriusan. "Lo benar-benar gak tahu kabar, Rety?"

"Tolong jujur sama gue."

Rey menatap perempuan itu lamat-lamat. "Kenapa lo tiba-tiba nanya kayak gini? Bukannya ini terlihat berlebihan?"

Mendengar itu, membuat Megan menarik napas panjang. Merubah ekspresi menjadi sebuah ketakutan. "Rey, terserah lo mau percaya atau enggak sama gue. Tapi, entah kenapa feeling gue ngerasa gak baik tentang dia. Rety, gak pernah kayak gini. Dia pasti selalu kasih kabar ke gue."

"Bahkan gue sampai tanya ke wali kelas, dan mereka juga gak tahu kabar tentang, Rety." Megan berusaha menjaga ketenangan. "Atau kalau emang lo gak tahu, lo bisa kasih tahu alamat rumahnya di mana. Gue udah coba nanya ke wali kelas, tapi mereka gak mau ngasih tahu ke gue. Lo sahabatnya, pasti tahu, 'kan?"

Rey memasukkan handphone-nya ke dalam saku. "Rety, lagi keluar kota karena ada urusan penting dan rahasia. Jadi, lo gak usah repot-repot ke rumah dia."

Seketika itu juga terdengar suara hembusan napas panjang. "Syukurlah … setidaknya perasaan gue sudah sedikit lega."

Walaupun perempuan itu berucap demikian, Rey yakin kalau Megan masih merasakan cemas.

"Rey." Megan kembali menatap lelaki itu. "Gue harap lo benar-benar jaga dia."

"Maksudnya?" Rey merasa bingung atas pernyataan yang datang secara tiba-tiba itu.

"Lo harus janji sama gue bakal selalu jaga, Rety."

Rey pun terdiam. "Baiklah. Bahkan tanpa lo suruh, gue udah lebih dulu lakuin itu."

Dia pun kembali mengambil handphone dari saku, ketika merasakan getaran dari benda tersebut. Dengan cepat ia membaca pesan yang diterima.

Matanya seketika membulat dengan lebar.

Brengsek! batin Rey.

Tanpa diduga, tiba-tiba lelaki itu langsung berlari dengan sangat cepat. Bahkan ia tidak peduli dengan teriakan Megan yang menyerukan namanya.

Tanpa berpikir panjang, dia menaiki mobil pribadinya. Tidak peduli kalau dia dikatakan bolos.

Rey kembali memandangi isi pesan itu lagi. Dalam beberapa detik, ia meremas ponselnya dengan penuh emosi. Val, lo sebenarnya di mana?! batinya dengan rahang yang mengeras.

Miss: Rey, apa yang terjadi dengan, Val? Kenapa dari kemarin tante gak bisa hubungin dia?

***

"VAL, BUKA PINTUNYA!" Rey langsung menggedor pintu rumah perempuan itu. Dia harus memastikan apa perempuan tersebut ada di dalam atau tidak.

"VAL!" teriaknya lebih kencang. Bahkan gedorannya semakin ganas.

Brengsek! umpatnya dalam hati karena tak kunjung mendapatkan jawaban. Dia melirik sekeliling berharap ada cela untuk dia bisa memasuki rumah itu. Tidak peduli kalau ia sekarang terlihat seperti seorang pencuri, yang penting dia bisa memastikan apa Val ada di dalam atau tidak.

Seketika terlintas tempat yang sering ia gunakan untuk menyelundup masuk ke kamar gadis itu.

Rooftop!

Dengan gesit ia meraih tempat itu. Dia mencoba mengintip dari cela gorden matahari yang menutupi kaca. Namun, hanya kegelapan yang ia temui.

Apa, Val, tidak ada di rumah? batin Rey.

"Val, buka pintunya." Ia mencoba menggedor pintu kaca tersebut. Namun, rumah ini benar-benar terlihat seperti tak berpenghuni.

"Sial!" Rey mengacak rambut dengan kasar. Dia bingung harus ke mana lagi ia mencari gadis itu. Dia sudah lengah. Dengan gampang dia mempercayai pesan yang ia terima kemarin. Dia yakin yang sekarang terjadi, ada sangkut pautnya dengan sosok yang selama ini meneror Val. Dan dia juga yakin, bawah pesan kemarin merupakan jebakan.

Tidak ingin berlama-lama, Rey mencoba mencari ke tempat lain.

Val, tunggu gue. Gue bakal lenyapkan bajingan itu!

Dor!

Rey berbalik. Matanya membulat dengan sangat lebar. Itu suara sebuah tembakan. Dia yakin kalau suara yang sangat kuat itu berasal dari dalam kamar Val.

"VAL! BUKA PINTUNYA!" Dengan sangat keras ia menggedor pintu kaca tersebut.

"VAL!" Dia mencoba memukul kaca itu--berharap pecah--tanpa peduli dengan kondisi tangannya. Bahkan ia juga mendobrak dengan sekuat tenaga.

"VAL, BERTAHANLAH!" Berkali-kali ia mencoba memecahkan kekuatan kaca. Ia yakin kalau kekuatan dirinya lebih kuat daripada itu. Dengan mata memerah, dia mencoba mencari ancang-ancang--untuk memperoleh dobrakkan yang lebih kuat. Dan beberapa detik kemudian ia berlari dengan sangat cepat dan mendobrak kaca itu.

Suara pecahan kaca seketika terdengar sangat keras. Kaca itu benar-benar berhasil ia pecahkan. Bahkan tubuhnya sampai terhempas, menggusur pecahan kaca yang ia timbulkan. Namun, ia tidak peduli. Dia mencoba untuk bangkit mencari sosok Val.

Ketika ia bangkit, saat itu juga pergerakannya terhenti. Dia bungkam seribu bahasa. Terlihat jelas urat-urat di leher lelaki itu. Tolong katakan, bahwa apa yang ia lihat sekarang hanyalah mimpi.

Katakanlah dan yakinkan dia, bahwa darah yang ada pada Val tidaklah nyata. Namun, itu adalah hal yang bodoh, menyangkal bahwa perempuan itu kini tergeletak dengan lumuran darah.

"VAL!"

»TO BE CONTINUE«

IYA, LO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang