19. Lubang Kebohongan (a)

1.5K 89 10
                                    

Aku sadar. Selama ini aku bukan merancang kisah percintaan, melainkan pembunuhan. Membunuh hati yang diberikan padaku.

-•°•-
.
.
.

Mataku sibuk mengitari setiap tempat. Aku berlari kecil, mencari perempuan yang terpaksa aku tinggalkan tadi. Tidak peduli sinar Matahari yang memanaskan kulitku.

Setelah urusanku dengan Hani selesai, hanya nama perempuan yang terbesit di pikiranku. Hampir setiap tempat aku kunjungi, tetapi nihil. Berkali-kali aku mencoba menghubungi, hasilnya tetap sama.

Namun, ada sesuatu yang berhasil menjadi pusat perhatianku. Aku melihat sebuah keramaian di sudut pantai. Aku mencoba mendekati tempat itu--mencari tahu apa yang terjadi--tetapi aku urungkan ketika seseorang tidak sengaja menubrukku.

"Rety?"

" ... lo dari mana aja? Gue udah dari tadi nya--" ucapanku terhenti ketika perempuan itu langsung memelukku.

"Lo kenapa, Ret?" Raut wajah Rety, menggambarkan kekhawatiran. Dia bahkan semakin memperkuat pelukannya.

"Tolong lindungi gue." Dia masih menyembunyikan wajah di balik pelukan. Aku membalas perlakuannya. Entah kenapa, rasa melindunginya seketika
melekat.

"Tenang, gue bakal jaga lo."

Melihat Rety mulai tenang, aku memutuskan untuk membawanya ke tempat yang cukup aman.

"Lo udah gak apa-apa, 'kan?"

Rety hanya mengangguk pelan.

Aku menghela napas lega. "
Syukurlah."

Setelah cukup lama berperang batin, aku memberanikan diri untuk mempertanyakan sesuatu.

"Rety, sebenarnya lo kenapa?"

Dia hanya menggeleng pelan. "Tidak apa-apa."

Bak belati, sesuatu seperti menusuk hatiku. Tiga kalimat, tetapi entah kenapa terasa menyakitkan.

Aku mencoba tersenyum. "Baguslah kalau gitu.

Namun, netraku jatuh pada sesuatu yang berhasil mengusikku sejak tadi. "Almamater milik siapa ini?" Dapat tercium aroma parfum, yang sangat asing.

Sontak Rety mengerjap, disusul dengan gelengan. "Gue juga gak tahu. Tadi gue gak sengaja nemu, karena almamater ini dari sekolah kita, jadu gue ambil. Siapa tahu bisa gue kembalikan ke pemiliknya."

Hati kecilku berkata ada sesuatu yang dia sembunyikan, walaupun aku mencoba menyangkalnya.

Sakit.

Apakah aku orang yang tidak bisa kau percaya sedikit pun? Aku memberikan sandaran, tanpa tidak tahu apa yang terjadi padamu. Apakah dia tidak pernah memandangku lebih?

"Biar gue aja yang cari tahu siapa pemiliknya."

Namun, dengan cepat dia menolak. "Gak usah, Gi. Biar gue cari tahu sendiri."

"Baiklah."

***

Aku hanya bisa berharap, tidak ada yang mengikuti gadis itu. Semoga usahaku untuk melindunginya tidak sia-sia. Aku yang membuatnya seperti ini, maka aku juga yang harus bertanggungjawab.

Aku tersenyum ketika melihat orang-orang itu tidak mengikutinya, walau diriku yang menjadi korban. Paling tidak, telingaku terselamatkan dari jeweran Val.

Aku hanya tersenyum--merespons pertanyaan yang mereka lontarkan. Tidak lupa aku menghubungi menejer. Paling tidak, bisa membantuku keluar dari masalah ini.

Sampai ekor mataku menangkap pemandangan yang seharusnya tidak ku lihat. Gadis yang baru saja kutolong, kini jatuh ke dalam pelukan seorang lelaki yang aku kenal.

Ragi.

Ya, untuk sekarang mereka hanya teman, tidak tahu hubungan apa yang akan mereka jalin.

Namun, entah mengapa rasa sesak menyerangku.

Kenapa rasanya sesesak ini? Mungkinkah aku menyukainya? Tidak mungkin. Ini tidak boleh terjadi.

Aku tidak boleh sampai menyukainya.

-•°•-
.
.
.
TBC

Yang baca kilat, aku turut prihatin.

Gak ada yang ngajak malam mingguan 😋

Karena aku rada peka, jadi aku up sekarang 😂

Kalau mau aku up kilat, aku tunggu 47 vote 😘

Senang aku sama kalian yang udah vote cerita ini 😘

IYA, LO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang