35. Hantu

385 20 6
                                    

____________________________
Bahkan dari semua keserakahan dalam kalimatmu.
Kau menunjukan padaku, bagaimana cara mempercayai seseorang,
______________

»☆«

Seorang perempuan berdiri di tepi lorong, sembari mendongakkan kepala ke lantai bawah--mencari seseorang.

"Ragi!" seru si perempuan ketika mendapatkan lelaki itu sedang menuruni anak tangga.

"Iya?" tanya si pemilik nama menoleh ke sumber suara.

"Tunggu di situ!" Val dengan cepat menuruni anak tangga tersebut.

Ragi memilih untuk mengikuti perintah.

"Ada apa?" tanya si lelaki ketika Val sudah berdiri di sebelahnya.

"Lo mau ke mana?"

Pertanyaan itu terdengar aneh menurut Ragi. Bel pulang baru saja berbunyi, apalagi yang harus ia lakukan selain pulang?

"Apalagi kalau gak pulang," balasannya seraya memperbaiki posisi tas.

"Hmm ... sekarang lo buru-buru pulang?"

Sebuah gelengan dengan cepat menjawab pertanyaan tersebut. "Gak juga. Emangnya kenapa?"

"Kalau sibuk? Hmm ... maksud gue lo lagi sibuk?"

"Enggak, gue gak sibuk." Pertanyaan yang dilontarkan perempuan itu, membuat Ragi merasa semakin aneh. Bahkan dia dibuat hampir tertawa. "Emangnya kenapa, sih? Kok, lo tumben nanya-nanya kayak gitu?"

Entah sihir apa yang terkandung dalam pertanyaan itu. Namun, yang terlihat olehnya, perempuan itu berubah sikap menjadi malu-malu kucing ... mungkin?

Val memainkan jari. "Lo mau makan bareng gue gak sekarang? Gue yang traktir. Ini gue lakuin sebagai tanda bukti terima kasih gue ke lu karena udah mau nolongin gue waktu itu."

Ragi tersenyum. "Gue lakuin itu karena tulus mau nolongin lo. Bukan karena gue mau dapat imbalan," terangnya seraya mengacak rambut perempuan itu. "Tapi, kayaknya gak ada alasan buat gue nolak tawaran itu."

Val yang awalnya mengerucutkan bibir karena perlakuan lelaki itu--mengacak rambut--beralih menjadi senyum merekah. "Serius?"

Ragi hendak mengiyakan pertanyaan tersebut, tetapi suara dering ponsel berhasil mengalihkan. Ia melirik nama si pemanggil.

"Ret, gue izin angkat telepon dulu." Tanpa perlu jawaban si perempuan, Ragi langsung memberi jarak di antara mereka.

Sedangkan Val? Ingin rasanya perempuan itu meloncat kegirangan. Untuk pertama kali, dia keluar makan bersama lelaki itu. Kalau dia tidak menyadari ada Ragi di dekatnya, mungkin sekarang dia bakal berteriak kegirangan.

Namun, ekspresi itu tidak bertahan lama, ketika ia mendapatkan Ragi berlari hendak pergi meninggalkannya. Dia pun dengan cepat menahan lelaki itu. "Ragi, lo mau ke mana?"

Tidak menjawab, tetapi Val menyadari raut kekhawatiran lelaki itu. Apa yang membuat Ragi seperti itu?

"Hani ... gue harus ketemu dia." Percayalah kalimat itu keluar dari lelaki yang beberapa menit lalu mengatakan 'iya' atas permintaan Val. 

Dengan sangat sadar diri, Val melepas cengkeraman. "Gue ngerti. Pergilah," ucapnya dengan kepala menunduk.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Ragi pergi dengan cepat meninggalkannya.

Val cukup sadar dengan semua ini. Dia tahu kalau dia bukanlah prioritas. Perlakuan Ragi ke padanya, terkadang membuat dia hampir lupa kalau ada perempuan lain yang menjadi prioritas lelaki itu.

IYA, LO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang