Bab 43

251 5 0
                                    

Suasana sangat hening didalam mobil karena Alana yang hanya diam. Fiki sangat ragu untuk memulai obrolan dengan Alana tapi Fiki sangat cemas dengan keadaan Alana saat ini. Alana hanya diam menahan sesuatu. Fiki meminggirkan mobilnya, Alana yang menyadari itu segera menoleh kearah Fiki seolah bertanya mengapa?.

"Kamu kenapa sih Lan? diem aja dari tadi. Ada masalah? Cerita sama kakak. Ada yang nyakitin kamu? Bilang sama kakak. Tapi jangan diem kayak gini. Kakak khawatir lihat kamu kayak gini" Alana masih diam.

"Lan kamu dengar nggak apa yang kakak omong?" suara Fiki yang mulai mengeras.

"Aku marah kak" jawab Alana pelan.

"Maarahsama siapa?"

"SAMA DIRIKU SENDIRI!" jawab Alana.

"Kok bisa, coba jelas sama kakak pelan-pelan" pinta Fiki.

"Nilai aku turun" tangis Alana seketika pecah.

"Nanti ditingkatkan lagi" ucap Fiki santai.

"Nanti aku nggak bisa lulus universitas yang aku mau, terus aku nggak bisa lebih kayak Papa" Fiki tau kalau Alana sangat mementingkan ambisinya.

"Baru juga naik kelas 2, udah mikirin kuliah aja" kekeh Fiki.

"Itu penting kakak. Aku pengen lebih dari Papa supaya aku bisa dapet uang yang banyak dan bisa buat Mama nggak gila harta lagi" tangis Alana sekarang pecah, ia meluapkan kekesalannya. Fiki merasa simpati dengan Alana, lebih tepatnya dengan masalah yang sedang dihadapi Alana.

"Kamu kenapa sayang? Coba jelasin pelan-pelan. Kamu tau? Kakak selalu ada buat kamu" Fiki menyingkirkan rambut yang menghalangi pandangan Alana.

"Mama kak" ucap Alana.

"Emangnya Mama kenapa?" tanya Fiki lembut.

"Mama lebih memilih bersama dengan orang yang banyak harta ketimbang Papa. Aku harus apa?" Fiki yang melihat Alana yang sudah menangis sejadi-jadinya menarik Alana kedekapannya. Ia tau saat ini Alana butuh sandaran.

"Yaudah, kamu sabar. Semoga semuanya jadi lebih baik. Kamu cukup belajar aja lagian itu bukan urusan kamu, kamu itu masih kecil" Fiki melonggarkan pelukannya.

"Kak Fiki?"

"Iya. Kenapa?" tanya Fiki.

"Makasih" ucap Alana dibalik senyumnya.

"Iya sama-sama cantik" Fiki mengacak-ngacak rambut Alana.

"Sebenarnya aku mau cerita dari kemarin tapi kakak sibuk terus" ucap Alana manja.

"Sibuk? Kapan? Perasaan kakak nggak sibuk kok kalau sama kamu"

"Kemarin waktu kakak lagi nongkrong" ucap Alana.

"Kan kakak lagi nongkrong kemarin bukan lagi sibuk. Makanya tanya dulu jangan nyimpulkan semuanya sendiri" Fiki mencubit pipi Alana gemas.

"Ohh gitu ya kak" kekeh Alana.

"Kamu tu ya, nggak boleh kayak gitu lagi. Yaudah kita pergi dulu yuk kemana gitu" ajak Fiki.

"Oke" jawab Alana.

***

Sepanjang perjalanan mereka Fiki sudah tak mendengar isak tangis Alana lagi. Begitupun Alana yang sedari tadi selalu mencuri pandang ke arah Fiki yang sedari tadi bersenandung kecil dan menatap lurus kedepan.

"Nggak bosen lihatin terus" ledek Fiki.

"Siapa yang lagi liatin kakak. Dasar kepedean" elak Alana.

"Emang tadi kakak bilang kalau kamu liatin kakak? " ledek kakak.

"Ah.. kakak ini" Alana yang terjebak dengan ucapan Fiki sangat merasa malu.

Alana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang