"Itu emang kebodohan kakak Lan. Tapi kakak udah jelasin sama Wati kalau kakak nggak sayang sama dia dan dia ngerti kok. Sekarang kami nggak punya hubungan apa-apa. Dia nganggap kakak kayak kakaknya kok, makanya tadi dia ngasih minum sama kakak dan kakak terima" Alana hampir luluh dengan penjelasan Fiki tapi Alana gengsi untuk mengatakan kalau dia percaya dengan penjelasan Fiki.
"Modus aja nganggap kakak kayak kakaknya. Hmm hari ini boleh aja nganggap kakak kayak kakakna, siapa tau besok kakak balikkan sama dia. Drama banget. Salah aku apa coba harus diseret-seret sama hubungan kalian. Mungkin aja kakak deketin aku biar Wati cemburu. Menyedihkan banget hidup gue" Alana mulai meneteskan airmatanya walaupun tidak deras, Fiki tau kalau cewek disebelah sedang menangis.
"Nggak Lan, sama sekali nggak. Kakak sekarang Cuma fokus sama kamu kok. Beneran deh, kakak deketin kamu nggak ada maksud apa-apa kok, apalagi buat Wati cemburu. Kurang kerjaan banget kakak" Fiki memegang kedua pipi Alana dan menghapus perlahan air mata yang jatuh di pipi Alana.
"Beneran. Tapi kalau omongan kakak ini bohong gimana?" tanya Alana dengan suara khas orang sedang menangis.
"Kamu boleh benci kakak dan jangan mau ketemu sama kakak, udah ya Lan" Alana sudah lega mendengar semua penjelasan Fiki. Fiki yang merasakan kalau Alana sudah percaya dengan semua penjelasannya mulai mencoba menenangkan Alana.
"Aku mau pulang kak" ucap Alana dengan suara terisak-isak.
"Nggak boleh!" Alana yang mendengar itu menatap Fiki dengan sorot mata protes.
"Kenapa?" Alana protes.
"Kamu baru udah nangis, suara kamu aja masih terisak-isak kayak gitu. Belum lagi mata kamu sembab. Nanti Mama kamu ngira kakak ngapa-ngapain kamu"
"Terus kita kemana?" tanya Alana.
"Kita jalan dulu yuk, cari makan juga boleh" usul Fiki.
"Gimana kalau kita nyusul sahabat aku" pinta Alana.
"Jangan hari ini deh. Kakak kan udah pinjem kamu sama sahabat kamu, masa kakak balikin nya sekarang. Baru berapa menit kakak minjem kamu" ucap Fiki sedikit memelas agar Alana jangan pergi menyusul sahabatnya.
"Kok gitu sih, kakak mau nyiksa aku ya".
"Bukan gitu Lan, kamu kan bisa kapan aja sama sahabat kamu tapi kalau sama kakak kan jarang-jarang. Kakak Cuma pinjem kamu hari ini doang. Besok-besok terserah mau pergi sama siapa".
"Tapi kakak pinjem aku tuh saat aku sama sahabat aku lagi mau senang-senang".
"Cuma hari ini aja kok lan kakak pinjem kamu saat kamu mau pergi sama sahabat kamu. Besok-besok kakak pinjem kamu saat kamu ngosong".
"Yaudah deh, capek bedebat sama kakak"
"Kakak Cuma jelasin, bukan ngajak kamu debat" ucap Fiki tak terima.
"Au akh. Terserah kakak" Fiki sangat gemas melihat eksperesi Alana saat ini sehingga Fiki mengacak-ngacak rambut Alana.
"Lucu banget sih kamu, pantesan banyak yang suka".
"Nggak kok siapa bilang".
"Kakak yang bilang. Oke sekarang kita cari makan dulu yuk. Energi kakak udah terkuras semua untuk jelasin semua sama kamu". Alana hanya diam karena ia capek harus bedebat lagi dengan Fiki. Alana setuju dengan usulan Fiki untuk mencari makan namun Alana hanya diam tanpa menolak ajakkan Fiki.
Mereka sampai di tempat makan. Alana hanya diam selagi ia menikmatkan makanan yang di pesan tadi. Dan Fiki mulai mencoba menggoda Alana.
"Kok diem aja" ledek Fiki.
"Kakak diem ya. Aku lagi makan" ucap Alana.
"Cuma makan aja pakai serius amat" jawab Fiki.
"Aku tuh mau cepet-cepet habisin makanan aku karena aku mau cepet-cepet pulang".
"Kenapa mau cepet-cepet pulang. Tugas pasti nggak ada lagi. Kita kan Cuma nunggu hari bagi rapot aja" ucap Fiki heran.
"Aku tu mau mikirin sesuatu" sebenarnya Alana ingin menangis lebih puas entah untuk Fiki atau untuk hasil rapotnya nanti.
"Mikirin apaan, kamu mau nangis lagi ya?" selidik Fiki.
"Nggak kok. Kurang kerjaan amat. Mendingan kakak habisin tu makanan kakak terus anterin aku pulang" pinta Alana.
"Kok pulang, jalan-jalan aja belum"
"Jalannya kapan-kapan aja. Aku capek habis nangis" kalau masalah ini Alana sedikit jujur karena ia memang capek karena barusan nangis.
Fikipun menurutin kemauan Alana karena Fiki sadar kalau ia adalah penyebab Alana menangis. Mereka berdua segera menuju parkiran untuk mengatar Alana pulang. Alana hanya diam saat di dalam mobil. Ia banyak memikirkan sesuatu yang membuatnya binggung.
"Gimana gue mau latihan paskib besok. Sedangkan di sana ada Wati. Gue kok ngerasa jahat banget ya" batin Alana.
"Kenapa kamu Lan?" tanya Fiki membuat lamunan Alana terganggu.
"Nggakpapa kak. Aku Cuma capek pengen tidur" jawab Alana datar.
"Bentar lagi sampai kok" Fiki mendaratkan tangan di kepala Alana kemudian mengelusnya. Alana hanya menjawab dengan senyuman.
"Padahal kak Fiki bukan siapa-siapa gue tapi gue nangis kayak dia pacar gue aja. Atau jangan-jangan Wati bisa sakit hati kalau lihat gue sama kak Fiki kayak gini" batin Alana.
"Nah udah sampai Lan" ucap Fiki namun Alana masih sibuk melamun.
"Alana sayang kita udah sampai" Alana tersadar saat Fiki mengatakan sayang padanya.
"Ha?. Oh iya kak. Makasih" kemudian Alana turun.
"Gue tadi kayaknya salah denger ya, mungkin harapan gue aja kalau kak Fiki ngomong sayang sama gue" gumam Alana.
Alana segera memasuki rumah dan menuju kamarnya. Alana tidak bohong kalau dia sedang capek. Alana capek dengan hubungannya dengan Fiki yang tidak ada kejelasan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Alana [END]
Teen FictionBerawal dari berakhirnya hubungan Alana dengan Angga. Alana mencoba untuk kuat menerimanya sampai akhirnya Alana bertemu dengan kakak tingkatnya yang jatuh hati pada Alana. Fiki namanya, terkenal disekolah, anak Futsal, bandel, dan terkenal tampan d...