Akhirnya Afifah pulang bersama Ari. Hening. Tidak ada yang ingin memulai percakapan. Ari nampak terlihat sangat tenang mengemudi mobilnya sedangkan Afifah memilih membaca buku walaupun pikirannya masih bertanya-tanya kenapa akhir-akhir ini Ari menjadi aneh.
Di depan minimarket Ari menghentikan laju mobilnya, pria itu keluar tanpa berkata apa pun pada Afifah.
Sekitar 15 menit kemudian, Ari keluar dari minimaket dengan menenteng kantong plastik berwarna putih yang entah isinya apa.
"Nih..." setelah duduk di kursi kemudinya kembali, Ari memberikan kantong plastik itu pada Afifah.
"Makanan kucing?"
Ari mengangguk " Hmmm... Nggak dengar dari tadi si APR mengeong terus?" ucap Ari pelan.
Afifah hanya manggut-manggut tidak menyangka Ari begitu memperhatikan APR sang kucing hitam bermulut putih.
Padahal sebenarnya Afifah juga merasa lapar tapi justru yang dibelikan makanan adalah APR.
Afifah memberi makan APR dengan menyimpan makanan kucing itu asal di atas bekas kemasan. Ari geleng-geleng kepala dengat raut wajah tidak suka. Ari keluar dari mobilnya kemudian masuk lagi lewat pintu yang lain. Pintu yang ada di sebelah Afifah.
"Gini caranya"
Ari duduk di samping Afifah lalu dengan cekatan Ari memperagakan bagaimana cara memberi makan seekor kucing dengan baik dan benar.
Ari meletakkan makanan APR di tangannya dan spontan kucing itu memakannya dengan lahap. Melihat Ari seperti itu sangat berbeda sekali dengan sikap Ari di sekolah.
"Ri"
"Hmmm" mata Ari masih fokus dengan APR
"Kenapa tadi suruh Aku turun dari angkot?"
"Supaya angkotnya nggak penuh dan penumpang lain tidak kepanasan" jawab Ari santai yang membuat Afifah malas bertanya lagi.
"Kenapa, nggak suka pulang bareng Aku? Ya udah turun..!!!" Ari berbalik menatap Afifah sejenak.
Afifah malas mendengar Ari yang kadang bikin kejutan. Kadang juga menjengkelkan seperti saat ini. Ditanya tapi jawabannya tidak nyambung.
"Ayo lanjutin perjalanan ya APR. Jangan mengeong lagi. Soalnya muslimah yang didekat kamu itu nggak peka" ucapnya sambil mengelus-elus kepala APR dan kucing itu terlihat sangat nyaman.
Afifah yang mendengar hal itu hanya tersenyum simpul. Ia melihat keluar jendela mobil. Ia tak merasa kalau Ari sudah duduk kembali dibalik kemudi.
Tidak lama mobil melaju, Ari menghentikan lagi mobilnya tapi kali ini ia berhenti di depan sebuah caffe.
"Ngapain?"
Ari tidak menjawab ia keluar dan membuka pintu yang ada disebelah Afifah.
"Ayo kucing besar, kita makan dulu. Aku tau kamu lapar kan aku peka"
"Aku nggak lapar. Kita pulang aja?"
"Tapi aku lapar" ucap Ari lalu meninggalkan Afifah begitu saja.
Beberapa menit berlalu, Afifah baru menyusul Ari masuk ke dalam caffe. Melihat seisi caffe itu yang mengingatkannya tentang satu hal. Caffe ini adalah tempat saat Afifah melihat Ari bersama anak-anak punk saat itu. Saat itu Afifah sangat takut dengan Ari. Tidak menyangka hari ini ia justru bersama Ari mendatangi caffe ini untuk kedua kalinya.
Afifah senyum sendiri mengingat hal itu, namun senyumnya surut saat melihat Ari tengah menatapnya tajam seperti burung hantu dimalam hari.
Tanpa banyak bacot Afifah duduk dihadapan Ari, pria itu sudah memesan dua porsi makanan beserta minumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arafah
Teen FictionCinta datang tanpa syarat bahkan bisa dari orang yang sangat kita bencipun cinta bisa tumbuh. Seiring berjalannya waktu tak ada yang bisa menentukan kemana hati kita akan mengarah. Jatuh cinta padamu, berencana untuk berhenti mencintaimu atau justr...