47-Kenangan Indah

565 38 0
                                        

Ibam sudah tidak bisa mengantarnya lagi. Setiap pulang sekolah Ibam melanjutkan latihan basketnya. Afifah menyusuri koridor sendirian. Tanpa sengaja arah matanya tertuju pada lapangan sepakbola. Di sana beberapa siswa tengah latihan dan salah satunya adalah Ari.

Afifah menghentikan langkahnya dan sejenak memperhatikan cowok itu. Kenapa Ari terlihat tampan sekali. Setelah hampir dua bulan mereka hilang kontak. Tidak ada yang saling menghampiri. Jika mereka bertemu di kantin atau di koridor mereka malah saling membuang tatapan. Afifah yang paling sering melakukannya, ia tidak pernah bisa melihat tatapan terluka Ari.

Bukan tanpa usaha,  Ari kerap kali menghampiri Afifah dan berharap gadis itu akan memberinya penjelasan. Namun, nihil Afifah tetap saja bungkam.

Hingga Ari memilih menyerah akan Afifah. Saat Ari tahu perihal Farhan. Mungkin Ari sedikit salah paham akan adanya Farhan tapi Ari tetap saja menganggap jika Farhan adalah salah satu alasan kenapa Afifah jauh.

Bagi Ari, Farhan adalah orang yang jauh lebih baik darinya. Farhan cowok yang baik tidak seperti dirinya yang brengsek.

Karena yang brengsek mungkin tidak punya alasan untuk memperjuangkan orang baik.

Afifah melanjutkan langkahnya saat Ari melihat ke arahnya. Afifah merasa begitu terluka setiap kali melakukannya. Namun Afifah juga tidak bisa kembali pada sesuatu yang sudah mati-matian ia usahakan. Afifah ingin menjauh dari Ari. Afifah merasa tidak pantas untuk seorang Ari. Karena cowok seperti Ari berhak mendapatkan cewek yang tidak merepotkan seperti dirinya.

Di tambah pesan dokter kemarin saat Afifah check up. Yah selama ini Afifah menderita penyakit hematoma atau cedera pada otak akibat benturan. Kata dokter Afifah harus menjalani operasi dan hal itu adalah hal yang paling ditakuti Afifah.

Mengingat hal itu, Afifah mempercepat langkahnya menuju halte. Ia memilih naik angkot saja hari ini.

Sebelum sampai di halte, ujung jilbabnya seperti di tarik oleh seseorang. Saat Afifah berbalik, jantungnya seketika mencelos. Dadanya bergemuruh hebat saat mendapat Ari berdiri di sana masih lengkap dengan pakain jersey nya. Keringat terlihat bercucuran di pelipisnya yang tak ia hiraukan. Di tangannya terdapat sebuah goodie bag.

"Pulang sama Aku"ucapnya sambil menarik ujung jilbab Afifah membuat gadis itu ikut saja menuju mobil Ari.

"Aku bisa pulang sendiri" ucapnya pelan tapi masih bisa di dengar Ari.

Cowok itu diam saja sambil membuka pintu mobilnya dan mempersilahkan Afifah masuk. Setelahnya ia mengitari mobilnya dan duduk di kursi kemudi. Tanpa menunggu waktu lama Ari mengendarai mobilnya meninggalkan sekolah.

Selama perjalanan mereka di landa keheningan. Tidak ada yang berniat memulai pembicaraan. Afifah memilih menyandarkan kepalanya di jendela dan melihat pemandangan di luar sana. Sementara Ari fokus pada jalanan yang mulai padat.

Selama hampir tiga puluh menit akhirnya mereka sampai di sebuah pantai yang begitu indah. Senja sudah menghiasi ujung cakrawala. Ari keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Afifah.

Afifah masih di landa kebingungan tentang apa maksud dan tujuan  Ari membawanya ke tempat seindah ini.

Mereka berdua berjalan menyusuri pantai yang cukup ramai. Banyak anak kecil yang berlarian. Dan suara berisik daun kelapa yang terkena angin menambah suasana riuh.

"Berhenti di sini aja" ucap Ari saat mereka sudah cukup jauh berjalan meninggalkan mobil.

"Kamu nggak nanya kenapa kita ke sini?" Tanya Ari lagi yang di jawab Afifah dengan gelengan kepala.

"Nggak berani bertanya" ucapnya pelan sambil menunduk. Ari yang melihat hal itu hanya tersenyum

"Nih...pakai jaketnya biar jilbabnya nggak terbang-terbang" ia memberikan jaket denim pada Afifah. Sejenak Afifah termangu sebelum akhirnya menerima jaket itu. Angin memang terlalu kencang membuat jilbab sekolah yang di kenakan Afifah acak-acakan.

ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang