27-Sadar Qila

810 39 0
                                    

Pagi ini Ari tidak menjemput Afifah seperti biasanya. Sama seperti perintah Afifah sore itu, Ari tidak perlu ke sekolah saat lebam di sekujur tubuhnya belum sembuh.  Kembali ke rutinitas awal, berangkat sekolah bareng Ibam. Pelindungnya.

Afifah berdiri di depan gerbang rumahnya sambil mengelus-elus APR. Kucing pemberian Ari. APR nampak bertambah gembul, mungkin karena makannya yang teratur.

"Sekalian beliin APR baju seragam biar dia juga bisa sekolah" suara Ibam membuat Afifah mendongak.

"Ibam. Ngagetin aja" cemberut gadis itu membuat Ibam terkekeh.

"Ayo naik. Nanti telat"

Intruksi Ibam yang langsung di turuti Afifah. Setelah Afifah naik di motornya tak lupa gadis itu melambaikan tangannya pada sosok APR. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam. Ibam tidak memiliki bahan untuk menganggu Afifah. Sedangkan Afifah memang tidak berniat untuk berbicara. Pikirannya hanya di penuhi Ari yang sudah tidak masuk selama tiga hari karena lebam di sekujur tubuhnya. Bukan hanya itu, Afifah juga memikirkan nasibnya di sekolah, Sesilya si Macan kurang gizi itu selalu berusaha mencelakainya. Mencakar dan melemparkan kalimat tidak senonoh padanya.

"Turun!"

Perintah Ibam menyadarkan Afifah bahwa dirinya sudah  berada di parkiran sekolah.

"Afifaaah..." teriak Ayana saat melihat sahabatnya turun dari motor. Afifah hanya tersenyum.

Ayana dan Aqila adalah orang yang selalu melindunginya saat si macan kurang gizi itu melabraknya.

Di koridor sekolah Afifah selalu menunduk dan mengucapkan istigfar. Beberapa siswa menatapnya sinis. Sementara Ayana dan Aqila sengaja bernyanyi cukup keras agar Afifah tidak mendengar gunjingan orang-orang di koridor. Ibam berjalan di belakangnya memelototi semua orang yang menatap Afifah tidak suka.

Bruk

Seseorang di pintu kelas sengaja menabrak Afifah dengan keras. Membuat cewek itu meringis kesakitan di sekitar pelipisnya. Seperti ada yang menghantam kepalanya.

Ibam mengernyit saat melihat orang yang sengaja menabrak Afifah.  Tiba-tiba saja ubun-ubunnya memanas dan tangannya terkepal. Ingin segera menonjok cewek di hadapannya. Sesilya.

"Dasar... Beringas"

Sebelum Ibam beraksi, sebelum Afifah sempat bicara. Ayana dan Aqila sudah lebih dulu menjambak rambut Sesilya dengan penuh emosi. Sesekali Sesil mengerang kesakitan kulit putihnya berubah memerah saat Ayana dan Aqila menambah siksaannya.

Menjambak Sesilya yang terus berusaha terlepas dari siksaan kedua makhluk antik itu.

"Kamu tuh yah....kalau nggak di giniin nggak akan nyerah. Afifah punya salah apa sama macan kayak kamu Sil" ucap Ayana sambil terus menjambak Sesilya " Keganjenan banget sih. Afifah memang nggak bisa melawan karena dia kelewat baik. Tapi masih ada aku yang bakal belain dia"

"Sakiiiit" Sesilya mengerang

"Udah, Ayana udah" ucap Afifah lirih.  Kepalanya terasa pusing setelah terbentur tadi

"Aku colok juga mata kamu" Aqila juga tidak kalah heboh.

"Yana, Qila udah. Kalian urusin Apip dulu. Dia pusing" setelah sekian menit menonton pertunjukan di pagi hari, ditengah kerumunan murid-murid yang mendadak terkumpul, Ibam mencoba melerai. Memisahkan tangan Ayana dan Aqila diantara rambut Sesilya yang sebagiannya rontok. Wajah gadis itu memerah saat Ibam berhasil melepaskan kepalanya dari cengkraman Ayana dan Aqila.

"Kalau nggak mau di giniin jangan bikin ulah pagi-pagi. Ini tidak seberapa, kalau Apip kenapa-napa karena perbuatan kamu. Akan Ada yang lebih parah dari ini" mata Ibam menyorot tajam pada sosok Sesilya di hadapannya. Raut wajah yang sangat marah dan kesakitan itu seolah melawan apa yang di katakan Ibam walaupun dia tidak bisa lagi melawan. Jambakan Ayana dan Aqila cukup menyakitkan.

ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang