Pulang sekolah, Afifah hanya mondar mandir di kamar tanpa melakukan apapun. Pikirannya terus saja pada satu hal yang membuatnya kalut. Siapa lagi kalau bukan Ari.
Hatinya begitu sakit saat mengingat tentang Ari. Sebenarnya Afifah juga tidak yakin jika selama ini Ari perhatian padanya hanya karena kasihan. Namun, entah kenapa Afifah juga tidak bisa menolak pernyataan itu.
Ari tidak suka padanya. Pria itu hanya kasihan.
Tapi apa iya Ari akan mengubah dirinya menjadi lebih baik lagi hanya untuk gadis yang ia kasihani?
Memikirkan hal itu Afifah menggeleng.
Apa iya Ari hanya menganggap Afifah sama seperti Sesilya. Cewek yang patut di lindungi?
Tidak mungkin.
Lagi-lagi Afifah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Hingga ia membaringkan tubuhnya di ranjang karena kelelahan mondar-mandir.
"Ari"lirihnya. Ia membayangkan saat pulang sekolah tadi saat Ari mencegatnya di parkiran. Ia meminta penjelasan kenapa Afifah menjadi seperti ini. Namun, Afifah malah pergi tanpa menjelaskan apapun.
Afifah merasa bersalah, tapi apa ia harus menjelaskan lagi sesuatu yang baginya sangat menyakitkan.
Memikirkan hal itu membuat Afifah kelelahan hingga akhirnya tertidur.
***
Di tepi pantai, ombak sesekali datang menghampiri seorang gadis yang tengah bersandar di bahu seorang pria.
"Abi, sekarang Afifah sudah besar yah?"tanya Afifah sambil menatap wajah Abinya yang begitu berseri.
Abi hanya mengangguk " Anak abi sudah besar sekarang, pasti sudah tau mana yang harus di prioritaskan"ucap Abi disertai dengan senyuman.
"Tapi Abi, Afifah sekarang sudah berani menjatuhkan hati pada seseorang. Tapi kenapa menyakitkan sekali ya Abi?" Tanyanya. Air mata tanpa sengaja mengalir di pipinya.
"Sayang" Abi mengusap kepala Afifah dengan lembut. "Mencintai manusia itu memang adalah hal yang menyakitkan. Tapi apapun itu kita harus terima, sebab di dunia ini kata pergi adalah mutlak. Semua yang kamu cintai akan pergi walau sebesar apapun kita menahannya"
Afifah terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Di dunia ini kamu harus berani melepaskan sayang. Berdo'a sama Allah. Minta sama Allah sesuatu yang menurutnya baik untuk kamu. Sebab Allah pasti tau yang terbaik untuk hambanya"
"Kalau Allah lebih memilih dia untuk ninggalin Afifah, gimana Abi?" Tanya Afifah masih dengan sisa-sisa tangisnya
"Berarti Allah telah menyiapkan sesuatu yang lebih baik sayang" setelah mengucapkan hal itu tiba-tiba Abi menghilang dari sana meninggalkan Afifah yang duduk di tepi pantai sendirian.
"ABI"
Afifah histeris dan terbangun dari tidurnya.
"Astagfirullah al-adzim. Ternyata hanya mimpi" ucap Afifah terengah-engah. Ia menghapus bekas air mata di pipinya. Ia menangis hingga kebawa mimpi.
Ia beranjak mengambil wudhu dan hendak sholat tahajjut untuk meminta petunjuk pada Allah.
Usai sholat tahajjut Afifah membaca al-qur'an agar hatinya lebih tenang.
***
Bel istirahat berbunyi. Afifah bergegas menuju taman belakang sekolah. Ia sudah janji dengan seseorang di sana.
Entah kenapa langkah Afifah begitu berat. Sesekali ia ingin putar arah. Sesak di dadanya semakim bertambah bersamaan derap langkahnya yang melambat.
"Ya Allah bantu Afifah" batinnya saat melihat seseorang tengah duduk di taman belakang sekolah.
Suara daun kering yang terinjak menyadarkan Ari dari lamunannya. Ia menoleh pada seseorang yang sudah berdiri tegap di sampingnya. Ari mengamati raut wajah gadis itu. Nampak sangat tegang.
"Assalamualaikum" lirihnya
"Waalaikumsalam" jawab Ari di sertai dengan senyum manisnya berbeda dengan Afifah yang memasang wajah datar.
"Duduk"lanjutnya.
Afifah memilih duduk di ayunan yang ada di sana. Gadis itu masih diam kaku.
"Kenapa?"tanya Ari selembut mungkin bermaksud untuk membuat Afifah tenang. Tapi Afifah malah ingin menangis jika mendengar ucapan Ari yang selembut itu. Entah kenapa.
"Cerita Fif. Jujur Aku nggak ngerti dengan omongan kamu yang kemarin"
Afifah mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Entah kenapa matanya terasa begitu perih. Semua yang ingin di katakan sebelumnya buyar seketika.
"Satu hal yang perlu kamu tau. Aku nggak pernah perhatian sama kamu karena Aku kasihan. Aku perhatian sama kamu karena..."Ari menjeda ucapannya.
"Maaf. Tapi Aku cinta kamu Fif"ucapnya begitu lantang dan berhasil membuat air mata Afifah jatuh.
"Tapi Aku tau, setelah kejadian kemarin, setelah kesalah pahaman kamu tentang Aku, dan saat kamu ajak aku untuk ketemu disini, pasti ada keputusan yang ingin kamu katakan" Ari berjalan dan berdiri tepat di depan Afifah berada. Ia menatap gadis itu dalam-dalam " Bilang Fif, mau kamu apa. Akanku kabulkan"
Menyeka air matanya Afifah mendongak menatap Ari sejenak " Pergi Ri"ucapnya sambil terisak. Benteng pertahanannya hancur. Kali ini ia benar-benar rapuh.
"Pergi! Kita berbeda." Ucap Afifah lirih.
Seperti ada yang menghantam dadanya. Ari mundur beberapa langkah dengan tatapan nanar. Untuk pertama kalianya ia mengaku cinta pada seseorang dan untuk pertama kalinya hatinya patah hingga sesakit ini.
Hening sejenak. Mereka larut dengan perasaan masing-masing.
"Oke Aku pergi" ucap Ari singkat lalu pergi meninggalkan Afifah sendirian di sana.
Seperginya Ari Afifah benar-benar menangis sejadi-jadinya. Ingin sekali ia menahan Ari agar tidak pergi. Tapi ia tidak mau egois. Ia harus sadar bahwa di dunia ini kata pergi adalah mutlak adanya.
Apriansyah_Ari
Jangan berubah karena kejadian ini. Jangan kembali menjadi Ari yang dulu Aku tidak suka. Percaya Allah punya rencana yang lebih baik. Tetap hidup dengan baik Ri. Jangan benci Aku.
Afifah mengirim pesan itu kepada Ari dan berharap Ari tidak perlu membalasnya.
***
"Dulu kamu pernah kuat tanpa Aku, begitupun sebaliknya. Jadi apa bedanya sekarang? Saat kita kembali menjadi masing-masing. Tetaplah, hidup dengan baik"

KAMU SEDANG MEMBACA
Arafah
Teen FictionCinta datang tanpa syarat bahkan bisa dari orang yang sangat kita bencipun cinta bisa tumbuh. Seiring berjalannya waktu tak ada yang bisa menentukan kemana hati kita akan mengarah. Jatuh cinta padamu, berencana untuk berhenti mencintaimu atau justr...