"KELUAR!!!" Bentak Ari saat Adrian memasuki kamarnya.
Baru saja cowok itukembali ke rumah dan malah mendapati Adrian sudah ada dikamarnya. Bukan hanya Adrian yang ada di rumah itu, tapi Aci dan Mama Mona juga sudah ada.
Ari tidak habis pikir jika mereka semua akan tinggal satu rumah layaknya keluarga utuh.
"Budek" serunya lagi saat Adrian seolah tidak peduli dengan bentakannya.
Ari beralih pada koper yang ada di sudut ruangan.
"Sialan" batinnya.
Tanpa banyak bicara Ari membanting koper itu cukup keras. "Keluar dari kamar gue bangsat"
Sikap kasar Ari tidak membuat Adrian takut. Ia malah tersenyum miring sambil mendekati Ari
"Seberapa besar lo menolak, semuanya sudah terjadi" ucapnya sambil menepuk bahu Ari yang segera ditepis cowok itu. "Bokap lo sama nyokap gue udah nikah. Bahkan kita punya adik. Terus sampai kapan kita bakal musuhan. Apa lo mau permusuhan kita nggak ada endingnya?" Lanjutnya.
"Lo boleh tinggal di sini karena mau ayah. Tapi bukan berarti lo sekamar sama gue" ucap Ari dingin.
"Oh ya sekarang gue panggil lo apa? Abang atau adek?" Tanya Adrian tanpa menghiraukan omongan Ari.
"Berisik. Keluar sekarang atau gue seret lo"
"Iya-iya gue keluar. Gue bakal tidur di kamar bawah. Sekamar sama lo juga bakal ganggu waktu belajar gue" ucap Adrian tapi malah ditatap tajam oleh Ari "
"Isy...kejam banget lo kayak saudara tiri." Adrian mendesis lalu menarik kopernya. Namun sebelum pergi ia berhenti di hadapan Ari "Oh ya...jagain Afifah. Gue mengaku kalah dari lo soal dia" lanjutnya sambil tersenyum dan menepuk pundak Ari.
Kali ini Ari tidak menepisnya.
"Aldan pasti punya alasan kenapa dia lebih percaya lo dibanding gue. Makanya dia ceritain semuanya tentang Afifah ke lo bukan ke gue" sambungnya sebelum ia benar-benar menghilang dari balik pintu kamar Ari.
"Serius Adrian bilang gitu?"
Ari mengangguk. Ari baru saja menceritakan semuanya pada Afifah. Saat ini mereka sedang ditaman belakang sekolah tepat di dekat kolam kodok.
"Terus soal di kelas, kok kalian bisa duduk sebangku?" Afifah masih penasaran
"Adrian kan datang baru hari ini dan kebetulan kursi yang kosong hanya yang didekat Aku. Makanya terpaksa Aku deketan sama dia"
"Yah...walaupun terpaksa tapi ada hikmahnya juga"ucap Afifah sambil tersenyum.
Afifah merasa begitu lega dengan hal yang diceritakan Ari. Cewek itu merasa senang karena mau mendengar ucapannya beberapa waktu lalu. Selain Afifah ada orang lain yang juga berperan penting didalamnya. Gabriel Aldan Santoso, jika bukan karena dia yang menasihati Adrian waktu itu mungkin hati Adrian juga belum bisa menerima kondisinya saat ini.
Teman yang baik memang selalu memiliki peran yang penting dalam setiap hidup seseorang
***
Ari berdecak saat mendapati rumahnya tampak bising siang ini. Sesampainya dirumah ia disambut oleh Aci di halaman depan dan sekarang ia harus mendengar ocehan Mona yang menanyakannya soal makanan apa yang dinginkannya.
Oh ya, Ari memilih mendengarkan ucapan Afifah saat itu. Ia bersikap baik pada Mona sebagai mamanya dan mencoba menerima Adrian sebagai saudara tirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arafah
Teen FictionCinta datang tanpa syarat bahkan bisa dari orang yang sangat kita bencipun cinta bisa tumbuh. Seiring berjalannya waktu tak ada yang bisa menentukan kemana hati kita akan mengarah. Jatuh cinta padamu, berencana untuk berhenti mencintaimu atau justr...