67-By

207 19 0
                                    

Ari berdiri tegap disebelah Adrian, Ayahnya, Mama angkatnya Mona serta Aci gadis cilik yang melingkarkan tangannya di kaki panjang Ari.

"Sehat-sehat yah. Kalau ada waktu di kasi ponsel langsung telpon orang rumah" ucap Mona. Perempuan paruh baya itu terlihat sangat tidak ikhlas di tinggalkan salah satu putranya.

Biar bagaimana pun. Ia sudah menganggap Ari anaknya sendiri.

"Mama pasti bakal rindu suasana pagi dimana kamu sama Adrian gelud. Mempertengkarkan sup ayam buatan mama." Lanjut wanita paruh baya itu.  Matanya sudah berkaca-kaca.

Suasana mengharukam begitu terasa melihat banyak orang tua yang menangis sambil memeluk putranya.

Beberapa orang disekitar Ari juga di datangi oleh kekasihnya untuk mengucapkan salam perpisahan. Sesuatu yang harusnya tidak ia lihat. Memangnya siapa yang bakal datang.

"Dia tidak akan datang" batin Ari lirih.

Ari menunduk saat merasa seseorang memukul betis sebelah kirinya.

"Kenapa Aci?" Tanya Ari sambil berjongkok di depan adiknya.

Aci menyodorkan selembar foto berukuran mini. "Simpan Foto Aci biar abang nggak lupa sama Aci"

Ari tersenyum sambil mengusap puncak kepala Aci "Abang nggak bakal lupa Aci"

"Nanti Aci kan bakal besar jadi bisa aja abang bakal lupa dengan wajah Aci" ucap gadis mungil itu sambil menangis.

"Nggak bakal lupa Aci"

Aci tambah menangis sambil memeluk Ari. Sangat tidak rela kakaknya pergi.

Melihat itu Adrian ikut berjongkok dan ikut menenangkan Aci.

"Jangan nangis. Masih ada abang Adri"

Aci menggeleng dan tangisnya semakin keras. "Abang Aci itu ada DUA" katanya menekankan kata dua.

"Abang tau ngitung nggak sih. Abang Aci ada DUA. nggak boleh satu"

"Nanti abang bakal pulang"

"Kan nanti"

"Nanti kalau abang pulang. Pasti Aci bakal bangga punya abang tentara"

"Aci nggak mau bangga Aci cuma mau abang di sini hiks..hiks..hiks"

Aci terus saja menangis dalam pelukan Ari dengan Adrian yang terus mengelus kepala adik perempuannya itu.

Tak lama Deandra juga muncul dengan wajah sembabnya membuat Adrian mengambil alih Aci. Membawanya kedalam pelukannya.

"Ariiiiii" Dea memeluk Ari erat. Menangis sejadi-jadinya. Sejak semalam Deandra tidak mau Ari mematikan telponnya hingga gadis itu tertidur. Selain Aci, Deandra salah satu orang yang tidak rela Ari pergi. Selama delapan belas tahun, hidupnya di penuhi Ari. Entah menjadi sepupu, teman gelud, pesuruh atau babu. Ari selalu bisa menjadi semuanya untuk Deandra. Tidak semudah itu melepas orang yang sudah menjadi kebiasaannya.

"Dea malu banyak orang" ucap Ari seperti biasa

"Persetan dengan semua orang. Gue lagi mode terpuruk lo mau ninggalin gue"

"Biasanya juga lo ngusir gue"

" Gue nggak tau setelah ini gue bakal hidup kayak gimana. Nggak ada lagi lo yang nyusahin gue. Baru kali ini gue nggak rela berhenti di repotin"

"Sejak kapan gue nyusahin lo"

"Kebalik. Gue yang nyusahin lo. Tapi supaya lebih sedih lagi jadi gue bilang lo yang nyusahin lo"

Ketika Ari ingin melepas pelukan mereka. Deandra malah mengeratkan pelukan mereka.

"Nggak usah drama Dea. Gue sesak"

ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang