Afifah sibuk bergelut dengan buku-buku dihadapannya. Berusaha melupakan hari ini hari apa.
Pernah nggak sih kalian ingin melupakan sesuatu dengan cara sibuk melakukan hal lain. Namun justru kita tidak berhasil melupakannya malah membuat kita semakin mengingatnya dan apa yang kita lakukan semuanya tidak beres.
Itu yang dirasakan Afifah saat ini.
Satu buah novel tipis dalam genggamannya. Sudah berkali-kali ia membaca paragraf awal novel tersebut namun gadis itu juga belum paham dengan maksud yang dituliskan disana. Bagaimana tidak,fikirannya sedang tidak di sana. Tidak fokus pada buku tersebut.
Sosok Ari selalu melintas dipikirannya, memenuhi isi kepalanya. Sikap dingin, cuek dan anehnya selalu terulang seperti kaset dalam memory Afifah.
Hari ini pemuda itu benar-benar pergi. Tidak ada yang bisa menahannya bahkan Afifah sekali pun.
"Besok Aku pergi. Kamu mau antar?"
"Kalau nggak mau nggak apa-apa"
"Jaga kesehatan Fif. Aku nggak akan minta kamu untuk nungguin Aku. Karena Aku tau aku nggak pantas meminta hal itu."
"Ketika ada orang yang berniat baik untuk meminang kamu. Jangan di tolak. Aku pergi cukup lama dan tidak bisa menjamin untuk bisa kembali. Aku nggak mau jadi orang jahat untuk kedua kalinya dengan memaksa kamu nungguin Aku"
"Aku sayang kamu Fif. Kamu tau itu"
"Aku minta maaf karena sudah buat kamu kayak gini. Sedih,menangis dan merasa ditinggalkan"
Afifah meletakkan novelnya. Ia menyerah,pertemuannya kemarin bersama Ari masih mendominasi isi kepalanya. Dimana Ari yang pamit akan pergi padanya.
Tidak ada lagi Ari yang meminta keputusan Afifah yang ada hanya Ari yang mengucapkan kalimat perpisahan yang begitu menyakitkan untuk gadis itu.
Ini salahnya.
Di awal Afifah terlalu mendahului takdir tanpa berfikir panjang dia yang meminta Ari untuk pergi jauh. Dia yang meminta Ari untuk menjadi tentara hingga pada akhirnya hal itu benar-benar terjadi
Apa yang diucapkan adalah do'a. Kadang ucapan yang tidak sengaja malah yang dikabulkan tuhan.
Afifah sadar ini adalah jalan yang terbaik yang di tunjukkan Allah untuknya namun hati gadis itu belum sepenuhnya menerima Ari akan pergi seberapa besar pun Afifah mencoba mengikhlaskannya.
Tak terasa air mata memenuhi pelupuk matanya. Hatinya terasa hancur. Dadanya sesak membayangkan Ari melambaikan tangan padanya saja ia tidak sanggup. Karena itu Afifah takut untuk menemui Ari dan melihatnya pergi. Padahal hari ini Ari benar-benar akan pergi.
"Ya Allah Aku harus gimana?"lirih gadis itu. Mengahapus air matanya yang mengalir deras membasahi wajah cantiknya.
Dengan lesu ia beranjak dari tidurnya. Mengikat rambutnya yang sedari tadi acak-acakan. Kaki mungilnya berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Sepertinya sholat adalah jalan terbaik untuk menghilangkan segala gundahnya
Kebiasaan Afifah dipagi hari adalah sholat dhuha. Hari ini ia melakukannya dengan hati yang gundah. Sejak semalam juga sama saja. Ia ingin menemui Ari namun tak berani.
"Ya Allah Apip bingung. Aku tau ini keputusan terbaik. Jalan terbaik hanya saja Aku terlalu cengeng untuk menghadapi semuanya. Jaga kami semua ya Allah. Terima kasih atas semua yang telah terjadi ya Allah. Kuserahkan semuanya padamu, apapun yang terjadi Aku mencoba ikhlas. Izinkan hamba untuk selalu berada disisimu, mengingatmu dan menjadi wanita yang jauh lebih baik. Mampu menjaga dirinya sendiri dan martabatnya. Amin ya rabbal alamin"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arafah
Teen FictionCinta datang tanpa syarat bahkan bisa dari orang yang sangat kita bencipun cinta bisa tumbuh. Seiring berjalannya waktu tak ada yang bisa menentukan kemana hati kita akan mengarah. Jatuh cinta padamu, berencana untuk berhenti mencintaimu atau justr...