29-Pasti masih di sini

807 40 0
                                        

Di sudut kelas Ari mencoret-coret buku PR fisika secara asal. Sesekali berdecak tak suka pada tingkah orang-orang yang ada di depan kelas. Mereka yang tertawa-tawa dan sesekali mengumpat akibat permainan ludo. Afifah, Adrian, Ayana, dan Aqila. Serius bermain dan sesekali histeris karena permainan yang ada di layar ponsel Ayana. 

Adrian tak lagi se ngegas dulu dalam mendekati Afifah. Cowok itu tak lagi mengacak puncak kepala Afifah seperti dulu atau dengan gemasnya Adrian bisa sampai mencubit pipi Afifah yang membuat gadis itu tak suka.

Hanya saja tatapan Adrian yang begitu dalam dan penuh cinta.

What......Penuh cinta?

Dasar cowok sok ganteng. Padahal gantengan juga gue

"Cieee cemburu"

Ari terperanjat saat sebuah bisikan di telinga kanannya. Menoleh dan mendapat dua sosok cowok yang cengir kuda ke arahnya.  Ibam dan Aldan.

Ari mencebik, kenapa dengan kedua laki-laki ini. Satu anak basket satunya lagi peracik kalimat yang karyanya sering muncul di mading sekolah.

"Nggak usah natap gitu. Lo nggak lihat tuh ular yang duduk dibarisan tengah lagi lihat lo kayak mangsa" Ucap Ibam dengan dagu menunjuk Sesilya yang tiba-tiba salah tingkah saat ketahuan sedari tadi tengah memperhatikan Ari.


"Eh.Batu. lagian lo ngapain melow gitu. Muka lo udah  kayak keset. Kusut dan kusam" ledek Aldan sambil melepas earphone yang menyumbat telinga Ari. Percuma ia mengomel sampai beberapa halaman jika cowok batu itu juga tidak mendengar.

Ari mendelik "Gue pecat juga lo jadi calon ipar" ketusnya dan Aldan hanya cengir kuda.

"Temam gue yang di depan itu memang punya aura yang benar-benar mempesona" Aldan terlihat sangat terpesona dengan sosok Adrian.

ARGH.......

"Puji aja terus.  Gue tenggelamin lo"  Ari menabok kepala Aldan dengan keras.

"Jangan KDRT. Gue nggak biasa lihat gituan" Ibam mencebik melihat Ari yang kasar pada Aldan.

"Belum jadi kakak ipar. Lo udah gini amat sama gue Ri.  Gue heran ngapain juga si Dea milih saudara yang kayak lo. Nggak ada faedahnya, muka datar, bolos setiap hari,  kasar. Lebihnya lo apasih Ri?"  omel Aldan sambil mengusap kepalanya yang terasa perih.

"Sana lo. Malas gue lihat muka lo. Ganggu aja. Gue mau lihat Afifah."  usir Ari.

"Eh...Dan. Kemarin gue lihat Ari senyum. Ganteng banget sumpah" goda Ibam membuat Ari menatapnya sarkas.

"Kenapa tuhan harus nyiptain makhluk kayak kalian" ketus Ari. Lalu berdiri pergi meninggalkan kelas.

Melewati Afifah tanpa menoleh sedikit pun. Di tengah keseriusannya bermain ludo, Afifah masih sempat menoleh menatap punggung Ari yang hendak keluar dari kelas.

Apa sekarang Aku udah nggak nampak lagi yak?. Ariii...kamu itu maunya apasih. Aku nggak suka ngerasain ini. Di hidup gue pasti ada yang kurang. Saat Aku udah mulai mengenal kamu, Adrian yang menjauh. Saat Aku mulai berdamai dengan Adrian, kamu yang malah menjauh"

ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang