61-Mikirin Aku Aja

317 27 7
                                    

Ari menangkap lemparan botol air minum dengan cekatan. Saat ini dia berada di lapangan terbuka bersama beberapa orang rekannya. Melakukan lari pagi seperti biasanya.

Sudah tiga hari setelah Afifah di operasi namun gadis itu belum memiliki tanda-tanda untuk membuka mata. Setiap hari Ari mengunjunginya dan menanyakan kondisi gadis itu. Kata Umi, Afifah masih sangat lemah.

Ari membasahi kepalanya dengan air agar pikirannya terasa segar. Menikmati air yang mengucur di sela-sela rambutnya yang sudah dipotong pendek.

"Bro" seseorang memukul pelan pundaknya membuat Ari berhenti menyiram kepalanya dan menutup botol minuman yang airnya hampir habis.

"Kenapa nggak semangat akhir-akhir ini?"

Ari mengangkat bahunya tanda tidak tahu. Padahal ia tahu kenapa beberapa hari terakhir ia bermalas-malasan latihan. Bahkan kemarin Ari bolos latihan renang karena memilih di rumah sakit menemani Afifah.

Ari sebenarnya berfikir dengan kondisi Afifah saat ini. Apa iya masih bisa melanjutkan ini. Apa Ari akan tetap pergi?

"Kenapa lo mau jadi tentara?"tanyanya pada rekan yang tadi menepuk pundaknya.

"Karena suka"

"Selain itu?"

"Mau buktiin ke orang-orang kalau jadi tentara itu adalah hal yang mulia.  Membantu orang banyak,berjuang untuk keamanan orang banyak sama halnya kita berpartisipasi buat hidup orang lain. Hidup cuma sekali, dan gue mau berguna di kehidupan ini."

"Lo nggak terpaksa di sini?"

"Lebih tepatnya dipaksa untuk pergi dari sini"

Ari meneguk air mineralnya tanpa bertanya lagi.

"Semua orang di sekitar gue melarang gue pergi. Orang tua,sahabat bahkan pacar gue mutusin gue setelah tau gue bakal daftar. Padahal kan belum tentu lulus" orang itu terkekeh pelan saat menceritakan dirinya. "Mereka semua punya ketakutan yang sama, katanya jadi tentara itu keselamatannya kecil. Banyak yang meninggal karena jadi tentara. Gue nggak setuju, nyawa seseorang tidak ditentukan lewat jadi tentara peluang meninggalnya cepat"

Mendengar itu Ari ingin tertawa tapi berusaba ditahan. Akhirnya hanya tersenyum kecil,tipekal Ari ketakutan terbesarnya bukan meninggal tapi tertawa lepas. Heran sama makhluk kayak dia.

"Semua orang bakal meninggal dengan caranya masing-masing. Dan harusnya yang meninggal di medan perang itu harus dibanggakan dan harusnya semua orang mau seperti itu"

Ari sedikit tersentak ketika rekannya itu tiba-tiba meninggikan suaranya seperti ingin meyakinkan semua orang  bahwa jadi tentara itu tidak salah.

"Mereka selalu merasa aman jika tidak menjadi tentara. Tapi mereka tidak berpikir bahwa keamanan mereka saat itu karena ada partisipasi dari tentara yang menjaga negara  emang mereka tidak tau diri" orang itu masih lanjut mengomel. Ari jadi merasa menyesal bertanya pada orang ini.

Ketika orang itu masih saja bercerita mengenai hal yang sama. Tiba-tiba ponsel Ari berdering di dalam tasnya. Dengan cepat pemuda itu merogoh benda pipi tersebut dan meminta izin pada rekannya tadi untuk mengangkat telepon terlebih dahulu.

Akhirnya orang itu berhenti berbicara karena tinggal sendirinya di sana. Senyumnya mengembang saat Ari sudah kembali tapi itu tidak berlangsung lama. Karena Ari segera pamit untul pergi katanya ada urusan.

Yang nelpon siapa sih?

***

"

ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang