35- Sebuah kebenaran

681 47 1
                                    

"Kita mau ke mana sih Bam?"

"APIP DIAM NGIKUT AJA."

Sudah kesekian kalinya Afifah bertanya soal kemana Ibam akan membawanya. Usai praktek fisika, Ibam menyeretnya ke parkiran untuk segera pergi meninggalkan sekolah.

Alhasil disinilah mereka di sebuah warung makan yang cukup sederhana. Ibam berhenti di depan tempat itu. Afifah hanya bengong tanpa berniat turun dari motor walaupun Ibam sudah turun lebih dulu menemui dua orang yang rupanya sudah menunggu sejak tadi. Karena salah satu dari dua orang itu membuat Afifah beku di tempatnya.

"Apip sini" Panggil Ibam dan membuat gadis itu menurut saja tanpa banyak ba bi bu.

"Jadi lo ngajak kita ke sini mau ngapain?"tanya Aldan pada Ari yang sibuk memainkan ponselnya.

"Numpang buang air kecil"jawab Ari santai membuat Aldan mendesis.

Tanpa aba-aba cowok itu masuk ke dalam warung makan yang membuat Aldan dan Ibam melongo terlebih dahulu sebelum mereka ikut masuk. Karena merasa ditinggalkan,Afifah mengekor saja dari belakang. 

Ari memilih duduk di sebuah meja yang tempatnya bisa melihat langsung area dapur warung makan itu. Ari terlihat menunjuk seseorang di sana agar Ibam dan Aldan melihatnya. Otomatis Afifah yang ada di tempat yang sama juga ikut menoleh pada arah jari telunjuk Ari.

Betapa terkejutnya gadis itu melihat orang yang  ada di sana. Tengah sibuk mengaduk kuali yang tampak seperti bumbu rempah-rempah. Sesekali ia mengusap peluhnya saat tidak mengaduk ia menyempatkan diri mengambil piring kotor yang disodorkan pelayan lainnya  kebetulan di dekat tenpatnya memasak ada kerang dan tempat  cuci piring.

"Sesilya jadi pelayan? Bukannya dia anak CEO di salah satu perusahaan parfum di kota ini?" Tanya Aldan. Matanya masih belum lepas dari sosok gadis yang terlihat sangat sibuk di sana.

Afifah dan Ibam masih bungkam. Berusaha mencerna apa yang ia lihat. Logikanya masih belum bisa menyimpulkan apa yang ia lihat. Seketika reseptor mereka sulit menerima koneksi.

"Ayahnya menikah lagi. Ibunya kabur ke luar negeri dan dia sekarang tinggal sama mantan pembantunya. Gue harap itu sudah bisa menjelaskan betapa melaratnya anak itu" ucap Ari. Matanya tidak lepas dari sosok Sesilya.

Salah atau tidak. Tapi Afifah tidak bisa menepis rasa sakit yang menjalar di dadanya saat melihat tatapan pria itu pada Sesil. Terlihat Ari sangat memahami gadis itu.  Mungkin seharusnya yang mendominasi perasaannya saat ini adalah rasa iba kepada Sesil, tapi kenapa hatinya mendadak berubah yang ia rasa malah rasa sakit. Atau lebih tepatnya rasa cemburu.

Dan yang pernah Afifah duga adalah beberapa menit selanjutnya Ari malah melambaikan tangannya pada Sesilya membuat gadis itu datang mengampiri mereka.

"Aldan, Ibam, Afifah" sapa Sesil dengan ekspresi sedikit kikuk.

"He...he..hey" sapa Aldan gugup sementara Ibam dan Afifah tersenyum ramah atau lebih tepatnya di ramah-ramahkan.

Wajar jika mereka bertingkah masih sangat asing dengan tingkah Sesilya yang berubah jinak. Mengingat kelakuan Sesilya sebelum-sebelumnya yang begitu buas. Mencakar dan memaki Afifah tanpa ampun.  Dan setelah melihat keadaan gadis itu hari ini malah membuat Afifah semakin bingung mengenai Sesilya. Ada apa sebenarnya dengan gadis ini. Lalu apa kaitannya dengan dirinya sehingga Ibam mengajaknya ke tempat ini dan melihat semuanya. Apa ini ada kaitannya dengan Ari.

Apa Ari akan mengakui bahwa ia benar-benar punya hubungan dengan Sesilya.

Atau...

Ah sudahlah Afifah tidak bisa menebak apa maksud dari semua ini. Kenapa juga tadi ia pasrah saat Ibam mengajaknya.

ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang