Hujan deras mengguyur bumi. Aroma khas tanah basah menyeruak ke permukaan. Afifah masih di sekolah, menunggu Ibam yang katanya masih ada urusan. Sebenarnya Ibam sudah menyuruhnya pulang naik taksi saja. Tapi Afifah menolak dan memilih menunggu sepupunya itu.
Hari sudah mulai petang. Hujan belum juga reda. Ibam belum ada kabar. Lampu-lampu koridor nampak sudah menerangi setiap sudutnya. Afifah merasa ketakutan. Dimana Ibam? Sebentar lagi adzan magrib akan berkumandang dam belum ada tanda-tanda gadis itu akan pulang.
Afifah gelisah sendiri....
Untuk menenangkan hatinya yang gunda karena Ibam. Afifah memilih ke mushollah sekolah untuk menunggu sholat magrib. Entah sudah berapa puluh kali gadis itu menghubungi Ibam, tapi tak ada jawaban.
Saat berjalan menuju mushollah, Afifah dikejutkan dengan teriakan seseorang yang berlari ke arahnya. Karena hari yang semakin gelap, Afifah tidak bisa memperjelas pandangannya. Orang itu semakin mendekat, dan ternyata yang berteriak tadi adalah Dea.
"Dea..." heran Afifah
Dea nampak ngos-ngosan. Jaket Boomber nya sedikit basah mungkin karena terkena hujan di luar sana.
"Kamu ngapain di sini?"
"Kamu yang ngapain di sini Fif?" tanya Dea balik bertanya tanpa mempedulikan pertanyaan Afifah.
"Aku nunggu Ibam tapi sampai sekarang belum ada kabar" jeda Afifah. Seketika raut wajahnya berubah menjadi menelisik "loh....Dea kenapa bisa di sini?"
"Aku ngapain di sini?...oh...itu anu...ituuu..tadi cari Aldan tapi ketemunya kamu" ucap Dea sangat jelas beralibi. Untung saja Afifah adalah orang yang malas kepo jadi dia mengangguk mengiakan.
Tak lama dari itu, suara adzan terdengar berkumandang memecah langit yang kian menggelap. Afifah menarik Dea untuk segera melaksanakan perintah Allah untuk sholat magrib.
Usai sholat magrib, Dea membujuk Afifah untuk pulang ke rumah. Uminya sudah sangat cemas. Awalnya Afifah sempat menolak karena khawatir dengan Ibam. Tapi Dea berhasil meyakinkan gadis itu bahwa Ibam pasti baik-baik saja.
"Dea, pasti kamu ke sini karena di suruh Ari kan?"
Setelah hening cukup lama, Afifah akhirnya membuka pembicaraan lebih awal. Pembicaraan yang membuat Dea harus berpikir keras untuk menjawabnya.
"Ng...nggak kok. Tadi beneran aku cari Aldan Fif. Bukan karena Ari. Lagian Ari udah nggak pernah cerita tentang kamu kok" ucap Dea dengan tatapan fokus ke arah jalanan.
"Dea jangan marah ya. Kalau Aku bilang Ari itu aneh" desis Afifah
"Aneh gimana?" heran Dea
"Yah anehlah, dulu dia itu suka bentak Aku, tapi tiba-tiba minta maaf, tiba-tiba ngasi kucing, tiba-tiba suka senyum, suka gombal, dan sekarang tiba- tiba menjauh"
Mendengar pengakuan Afifah yang cukup panjang membuat Dea terkekeh dan memicingkan mata ke arah Afifah.
"Sampai segitunya kamu ingat semua tentang Ari. Cieee kamu suka yah" Dea menggoda Afifah dengan alisnya yang ia naik turunkan.
Afifah bengong tidak paham dengan ucapan Dea. Ia hanya menggeleng tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Afifah memilih mengalihkan pandangannya ke luar jendela, kembali berkutat dengan pikirannya sendiri.
What...???
Sebentar....tadi Dea mengatakan kalau Ari tidak pernah lagi membahas tentangnya. Jadi selama ini Ari pernah membicarakan tentangnya. Seulas senyum muncul di wajah cantik itu, entah kenapa rasanya menyenangkan saat tau Ari pernah membicarakan tentangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arafah
Teen FictionCinta datang tanpa syarat bahkan bisa dari orang yang sangat kita bencipun cinta bisa tumbuh. Seiring berjalannya waktu tak ada yang bisa menentukan kemana hati kita akan mengarah. Jatuh cinta padamu, berencana untuk berhenti mencintaimu atau justr...