37-Langit Matahari

822 56 0
                                    

Dilanda keheningan saat bersama seseorang adalah salah satu suasana yang sangat menyebalkan. Mengotak-atik ponsel adalah pelariannya. Membuka menu dan layar depan secara bergantian tanpa ada maksud dan tujuan. Seketika apa yang di lakukan dan yang terpikirkan tidak singkron. Hal itu yang dirasakan Afifah. Sejam setelah Uminya menyuruh Sesilya menginap di rumahnya. Sekeras apapun Afifah ingin menolak tapi tetap saja ia tak berhasil saat Sesilya mengaku bahwa mereka teman dekat di sekolah. Dan tanpa keraguan Uminya mempercayai hal itu. Entah apa yang di rencanakan Sesilya kali ini.

Setelah sejam mereka berdua berada di ruangan yang sama, di atas ranjang yang sama. Mereka berdua masih sama-sama diam. Menscroll layar ponsel masing-masing tanpa maksud dan tujuan. Apakah sampai pagi mereka akan saling tahan ilmu seperti ini?

Ahh..membosankan sekali. Bahkan bergerak pun Afifah merasa canggung.

"Fif" Afifah tersentak saat suara pelan Sesilya terdengar. Seperti menunggu cukup lama baru gadis itu berani membuka suara. Afifah hanya menatap bola mata Sesil yang juga menatapnya sekilas lalu membuang tatapannya.

"A..a..aku minta maaf" kalimat penuh gugup berhasil keluar dari mulut Sesilya dan membuat Afifah terhenyak. Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sangat bingung dia harus merespon apa.

"Aku banyak salah sama kamu"tambah Sesilya membuat Afifah menggeleng.

"Nggak apa-apa kok. Semuanya udah lewat"Afifah nyengir sambil menggeleng. Menutupi perasaan anehnya. Mungkin karena baru pertama kali ia berbicara dengan Sesilya dengan keadaan gadis di depannya itu tenang tanpa mencakar dan menjambak.

Dalam benak Afifah, apa ini bukan prank bagaimana kalau sebentar lagi Sesilya akan menjambaknya seperti kala itu?. Afifah menggeser duduknya agak menjauh dari tempat Sesilya duduk. Ia bergidik ngeri jika mengingat kelakuan Sesilya. Berbeda dengan Afifah, Sesilya  justru mengulun senyum saat melihat kelakuan Afifah yang menurutnya lucu.

"Tenang aja kali Fif, Aku nggak bakalan jambak"Sesilya tersenyum "Lagian ini kan rumah kamu, aku nggak bakal berbuat jahat kok walaupun Aku mau" tambahnya.

Setelah kejadian itu hening kembali menyelimuti. Afifah kembali dengan ponselnya yang masih tak tau ia mau gunakan untuk apa. Sementara Sesilya sedang berdiskusi dengan pikirannya tentang kata apa lagi yang harus ia katakan pada Afifah lebih dulu agar gadis itu bisa mengerti.

"Ari itu suka kamu"celetuk Sesilya tiba-tiba dan membuat Afifah menoleh kepadanya.

"Maksud Aku..itu..."Sesilya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "I..iyaa Ari suka kamu. Dia nggak suka Aku. Tapi dia nggak benci Aku. Tapi dia sukanya sama kamu dan a..aduh..gimana cara ngomongnya yah?"Sesilya terlihat bingung sendiri.

"Intinya Ari suka sama kamu. Tapi dia juga suka Aku. Dan  ah...Fif Aku haus karena bingung jelasinnya gimana?"

Afifah tiba-tiba tertawa saat melihat kelucuan Sesilya. Ternyata cewek ganas dan buas ini bisa terlihat bego dan lucu. Kali ini Afifah tau sisi lain dari Sesilya. Wajah ganas dan judes itu kini terlihat menggemaskan dengan tangan yang menggaruk tengkuknya dan mulut yang dimanyun-manyunkan. "Tunggu Aku ambilin minum yah" ucap Afifah lalu beranjak meninggalkan Sesilya yang masih manyun.

Setelah kembali dengan membawa minuman dan cemilan, Afifah menemui Sesilya membaca buku diarynya membuat Afifah bergegas meletakkan makanan yang ia bawa di atas nakas dan merampas buku yang di pegang Sesilya.

"Semua puisi kamu sepertinya untuk Ari" ujar Sesilya.

"Tuh di minum dulu" Afifah mengalihkan pembicaraan dengan menunjuk minuman yang ada di atas nakas.  Buku diary yang di  baca Sesilya tadi ia peluk erat-erat.

ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang