24-Kamu Suka?

827 44 0
                                    

Afifah memasukkan jaket bombernya ke dalam tas. Hujan masih setia untuk terus turun ke bumi mengungkit kenangan dan menciptakan genangan.  Hari ini hari jum'at.  Ada jeda beberapa menit untuk sholaf jum'at bagi para lelaki. Di sekolah Afifah selalu mengadakan sholat jum'at berjama'ah di mushollah sekolah yang pimpin oleh guru agama.

Bel istirahat untuk sholat sebentar lagi, Afifah dan kedua teman antiknya duduk di koridor sekolah. Menikmati hembusan angin dan gemercik air hujan yang jatuh ke Bumi. Terlebih Ayana dan Aqila yang membiarkan tangannya tersentuh air sejuk dari langit itu.

Seandainya saja, jam masuk kelas sudah berakhir pasti mereka memilih berada dilapangan dan bermain bersama hujan di sana.

Terlihat lantai koridor cukup basah karena banyak siswa lalu lalang dengan sepatu yang habis terkena air. Salah satunya Ibam, basah kuyub karena hujan-hujanan dari lapangan basket menuju kelasnya yang kebetulan lumayan jauh dan tidak ada tempat untuk berlindung.

"Fif, kok  di sini? Masuk kelas sana.  Hujan, udaranya nggak bersahabat"

Mereka bertiga menoleh ke sumber suara, melihat Ari sudah ada disana. Dengan wajah datarnya.
"Auuuhhh...gue dingin banget Qila. Sumpah gue dingin banget"

Ayana mendadak menggigil saat menyadari keberadaan Ari. Berharap Ari akan memberikannya sesuatu yang akan menghangatkan tubuhnya. Mimpi.

"Ya udah masuk sana. Jangan di luar" desis Qila. Ia tau pasti Ayana sedang akting. Sayangnya akting seperti itu tidak mempan untuk cowok sebatu Ari.

Afifah menatap Ari sekilas, lalu beralih ke halaman sekolah yang tergenang air.  Berusaha menganggap bahwa Ari tidak sedang bersamanya.  Pura-pura bahwa dirinya biasa saja dengan kehadiran Ari.

"Budek?" tanya Ari lagi. Afifah hanya menjawab dengan gelengan kepala tanpa menoleh ke arah pembicara.

"Qila...kita masuk ke dalam kelas aja deh. Aku nggak tahan disini. Ari terlalu ganteng buat aku"  Ayana menarik tangan Aqila.

Afifah ingin ikut masuk bersama teman-temannya tapi Ari lebih dulu mencegatnya. Seperti biasa menarik ujung jilbab yang dikenakan gadis itu.

"Ngapain? Tadi kan di suruh masuk."

"Bareng"

Ari mengikuti Afifah masuk kelas. Duduk di kursinya. Ari juga memilih duduk di kursi Aqila.  Akhirnya Aqila mengungsi di kursi kosong yang ada dibelakang kursi Ayana.

"Sebentar bareng Aku pulangnya"

"Aku bareng Ibam"

"Tadi Ibam udah ijinin Aku bareng kamu. Katanya musim hujan, jadi kamu harus naik mobil"

Afifah mendesis, Ibam sudah jahat. Masa iya menyerahkan sepupunya pada cowok aneh seperti Ari.

"Kamu nggak sholat jum'at. Tuh yang lain udah pada siap-siap"

Afifah mengalihkan pembicaraan.  Ari tau itu. Pasti gadis itu tidak mau lagi pulang bareng.

"Aku bakal sholat jum'at. Tapi pulangnya harus bareng"

Afifah melotot ke arah Ari "sampai mau menghadap Allah kamu taruhan Ri?"

"Kalau nggak kayak gini, kita nggak akan pulang bareng"

Afifah terdiam, malas bicara dengan Ari yang  rada aneh dan memang aneh.

"Aku sholat dulu. Kita sebentar pulang bareng"

Ari berdiri dari duduknya bersiap untuk keluar kelas mengikuti cowok yang lainnya. Tapi, sebelum Ari sampai pintu, suara lembut Afifah menegurnya "Lain kali kamu datangin Aku karena Allah. Jangan datangin Allah karena Aku"

ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang