46-Jangan pergi

497 36 1
                                        

Sepulang sekolah Afifah ingin sekali berdiam diri di kamar dan menangis sepuasnya. Tapi Umi nya malah mengajaknya pergi ke pengajian. Sebenarnya Afifah sedang tidak ingin pergi kemana-mana hanya saja tidak mungkin ia menolak untuk melakukan sesuatu yang mulia.

Di pengajian gadis itu memilih diam. Tanpa menghiraukan obrolan uminya dengan ibu-ibu pengajian yang lain. Namun ada seorang ibu yang sedari tadi membuat Afifah sedikit risih. Ibu itu terus memperhatikannya entah maksud dan tujuannya apa. Karena Afifah merasa canggung akhirnya ia tersenyum pada ibu tersebut.

"Kamu Afifah yah?" Tanya ibu itu akhinya.

Afifah mengangguk "iya tante"jawabnya disertai senyuman.

"Kamu sudah besar . Kamu masih ingat tante nggak?" Tanyanya membuat Afifah menggeleng. Ia benar-benar lupa dengan orang di depannya.

"Sayang, ini tuh Tante Arnis. Uminya Farhan" Jelas Uminya saat mendengar percakapan Afifah dengan Ibu itu.

Afifah hanya tersenyum saja. Ia belum tau siapa nama yang di ucapkan Uminya barusan.

Melihat percakapan Umi dengan Ibu itu begitu akrab. Sesekali juga ibu yang kata Umi bernama tante Arnis itu melempar candaan dengan Umi. "Anak-anak kita sudah besar yah Ukhti. Bisalah kita jadi besan" candanya sambil melirik Afifah.

"Iya. Amin semoga kita bisa besanan" jawab Umi tidak kalah heboh.

Afifah yang mendengar hal itu hanya senyum formalitas. Ia benar-benar dalam keadaan awkward. Untung saja pengajian akan segera di mulai jadi Umi dan tante Arnis tidak terlalu lama mengobrol.

Pulang dari pengajian ternyata Tante Arnis ikut ke rumah Afifah. Karena ada oleh-oleh yang Umi titip untuk keluarga tante Arnis. Emang dasar Umi yang selalu memberi ole-ole pada teman yang sekian lama baru dijumpainya kembali.

"Fif, sini duduk bareng tante" panggil tante Arnis yang duduk di ruang tamu rumahnya. Afifah hanya mengangguk dan segera duduk di sana.

"Kamu sekolah di mana?" Tanya tante Arnis. Selama perjalan pulang dari pengajian tadi. Tante Arnis memang tidak bisa banyak bertanya sebab Afifah terlihat lebih sibuk dengan ponselnya.

"SMA Mahardika tante" jawab Afifah sopan

"Udah kelas tigan kan? Kamu kan seangkatan sama Farhan" nama itu lagi. Sebenarnya siapa Farhan?

"Iya tante" jawab Afifah lagi masih sangat sopan dan tiba-tiba tante Arnis menoel pipinya membuat Afifah tersentak. " Kamu cantik sekali" puji tante Arnis. Afifah hanya membalas dengan senyuman. Tidak lama Umi datang dari dapur membawa beberapa cemilan dan minuman membuat suasana canggungbyang di rasakan Afifah berkurang.

Candaan Umi dan tante Arnis terasa begitu hangat dan sesekali yang mereka bahas adalah Afifah. Afifah hanya menanggapi seadanya. Tak lama seseorang mengetuk pintu depan membuat Afifah punya alasan untuk pergi meninggalkan ke dua ibu rempong itu.

"Umi Aku buka pintu dulu yah" ucapnya sambil berdiri dari duduknya.

Semoga Ibam. Biar Apip punya teman batin Afifah.

Namun saat Afifah membuka pintu, yang ia temui adalah sosok pria asing. Ia yakin tidak pernah melihat laki-laki ini sebelumnya.

"Siapa ya?" Tanya Afifah spontan tapi pria itu malah tersenyum manis.

"Saya cari mamah. Ada nggak?"

"Tante Arnis?"

Cowok itu mengangguk. Oh jadi ini Farham batin Afifah. Ia tidak menggapi Farhan.

"Siapa sayang?" Suara umi dari dalam.

"Anaknya tante Arnis" teriak Afifah.

Afifah berjalan sendiri menghampiri uminya yang sudah berpindah tempat ke meja makan bersama tante Arnis. Melihat Afifah masuk sendiri membuat kening Umi berkerut.
"Loh Farhannya mana?"

ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang