55-Satu dari Aldan

494 32 4
                                        

Malam ini mereka berkumpul di rumah nenek Sesilya. Niatnya setelah hal indah tadi sore, Afifah ingin pulang ke rumah. Namun di tahan oleh teman-temannya.

Setelah magrib Ibam, Adrian, dan Aldan tiba-tiba muncul. Lagi-lagi tidak ada Ari.

"Wah jagung bakar" mata Ayana berbinar melihat jagung bakar. Mereka sedang berkumpul di depan rumah dan membakar jagung di sana.

"Fif kok lesu gitu sih. Kamu sakit?" Tanya Aldan saat melihat Afifah bersandar di bahu Deandra.

"Kalau sakit Aku antar pulang deh" ajak Ibam

Afifah menggeleng " Aku nggak apa-apa kok. Pengen sandar aja"

"Kangen Ari yah?" Goda Sesilya membuat yang lainnya berdehem

"Ellah Fif belum di tinggal ke ambon udah gitu aja. Nanti juga Ari bakal pergi jadi biasain mulai dari sekarang"

Entah kenapa kata-kata Aldan membuat Afifah diam. Ia merasa tiba-tiba  sesak dengan hal itu. Hal yang beberapa hari ini menghantui pikirannya namun selalu gadis itu tepis dengan mencari kehangatan dan sebisa mungkin mencari moment bersama orang di sekelilingnya.

Kali ini Afifah tidak bisa sembunyikan lagi. Gadis itu menangis membuat teman-temannya melihat ke arahnya.

"Loh kok nangis?" Deandra yang merasa Afifah bergetar di pundaknya menoleh dan melihat Afifah

"Pip kenapa?" Ibam ikut berdiri meninggalkan tempat pembakaran jagung.

"Nggak" lirih Afifah sambil mengusap pelupuk matanya.

Afifah merasa ia tidak perlu cerita soal ini kepada teman-temannya. Ia menangis seperti ini saja sudah membuat mereka cemas dan merusak moment mereka yang tadi niatnya untuk senang-senang.

Kenapa sih Afifah selemah ini?

Ari juga kemana? Sesibuk apa hingga tidak bisa datang berkumpul dengan yang lainnya sekarang.

"Nggak apa-apa gimana. Kamu nangis" Adrian ikut mendekat

"Omongan Aku ya?" Tanya Aldan tepat

"Nggak usah dipikirin Aku cuma bercanda kok" imbuh Aldan lagi meyakinkan Afifah. Namun gadis itu menunduk

"HUAAAAAA MELEDAK COY" Teriakan Ayana membuat fokus mereka pecah. Afifah juga ikutan mendongak melihat Ayana jingkrak-jingkrak di depan pembakaran jagung. Rupanya gadis itu kaget saat jagung yang ia bakar pecah hingga menghasilkan bunyi.  Tidak berbahaya hanya Ayana saja yang lebai

" Yana kamu bisa berhenti nggak sih jangkrik-jangkrik" celetuk Aqila

Sebentar

Apa Aqila Bilang?

Semua orang menertawakan Aqila sementara gadis itu hanya memasang wajah polos tanpa dosa.

"Kalian kenapa sih?" Tanyanya bingung.

Adrian duduk di samping Aqila dan mengacak puncak kepala gadis itu membuat jilbab yang Aqila kenangan kusut.

"Jingkrak bukan jangkrik" kata Adrian. Setelahnya cowok itu ikut tertawa.

"Ha?"

"Qila-qila. Pacarnya mantan ketua osis, pernah juara satu tapi kamunya kayak gitu" ledek Aldan masih dengan sisa ketawa.

Afifah ikut tersenyum melihat teman-temannya. Semuanya benar-benar sudah berubah. Mereka bisa berbagi tawa setelah dulu hampir seperti neraka.

Ia melihat Sesilya dan Deandra di sebelahnya menghimpit Afifah di tengah-tengah. Mereka saling sandar satu sama lain  sementara Adrian dan Aqila di depan mereka. Ada juga Aldan, Ayana dan Ibam sedang sibuk membakar jagung. Sesekali Ayana menjerit karena bunyi-bunyi dari jagung yang dibakar membuat Ibam ingin segera mengantar Ayana pulang ke neptunus.

Ada cewek seperti itu di bumi.

"Waktunya makan" Aldan berdiri sambil membawa piring berisi jagung bakar ke depan Afifah dan yang lainnya.

Ayana dan Ibam menyusul hingga mereka membuat lingkaran dan menyimpan jagung bakar dan beberapa minuman yang Sesilya buat  di taruh di tengah.

"Mau cobaaa hiihii"

"Bismillah Yana" Titah Aqila saat melihat Ayana bersemangat sekali

"Eh kita main jujur-jujuran yuk. Seru nih kayaknya" ajak Sesilya membuat yang lain menoleh.

"Maksudnya?" Tanya Dea

"Yaaa jujur gitu tentang sesuatu yang lucu dari kalian di masa lalu"

"Seru tuh" ucap Ibam

"Ayo main" ajak Ayana.

"Tapi mainnya ganti-gantian"

Sesilya menjelaskan permainannya. Katanya bukan permainan sih hanya seru-seruan saja. Mereka bisa menceritakan apa saja yang ingin mereka ceritakan kepada teman-temannya dan itu harus jujur

"Oke. Tapi sebelum mulai Aku mau kasi sesuatu dulu sama Afifah"

Afifah menoleh melihat Aldan yang baru saja berbicara "Apa?" Tanyanya. Sebuah pertanyaan yang mewakili mereka semua

"Nih" Aldan memberi sebuah buku.

Afifah membuka plastiknya dan membaca halaman depannya saja sudah membuat Afifah meneteskan air mata.

"Itu permintaan Deandra" ucap Aldan

Deandra memeluk Afifah dengan erat. Sesilya yang ada di dekat Afifah hanya mengelus pundak gadis itu

Sebuah buku yang berjudul "Bisa" yang di halaman pertama tertera nama Afifah dan kata semangat di sana.

"Buku itu sebenarnya udah lama aku tulis sih. Tapi nggak berani nunjukinnya soalnya takut kamu nggak suka terus takut Deandra marah. Tapi tiba-tiba Deandra suruh tulis buku untuk kamu. Semua tentang kamu, dan semangat untuk kamu gitu. Buku itu memang belum di terbitkan sih. Aku aja yang buat iseng-iseng dulu supaya cepat dan kamu bisa baca. Di dalamnya juga ada kata-kata dari mereka semua yang Aku kutib. Kalau kamu mau buku itu di terbitkan Aku bisa mengirimnya ke penerbit. Tapi nyaratnya satu"

"Apa?" Ibam yang bertanya bukan Afifah karena Afifah masih terisak

"Afifah harus benar-benar berjuang untuk sembuh"

Afifah mengangguk "Do'a in yah" ucapnya lirih

Teman-temannya tersenyum. Afifah tidak menyangka orang-orang di sekitarnya bisa sepeduli ini.

"Udah dong meweknya. Kapan mainnya" ucap Aldan lagi

"Lo yang bikin mewek" celetuk Ibam

"Lo mau gue mewek juga?"

"Kok pake lo gue sih. Mereka kan masih kecil nggak boleh denger gituan"ucap adrian

"Dih najisin lu Dri" Aldan mengomel pada  Adrian namun karena Deabdra menatapnya tajam. Aldan terkekeh " Dih ngangenin kamu Dri" ucapnya.

"Haha tobat" Ibam tertawa yang lain juga tertawa sementara Ayana ling lung. Ia tidak mengerti dengan suasana yang terjadi

"Tadi nangis sekarang ketawa. Kalian lagi latihan drama?"

O
O
N

Entah Ayana makan apa saat kecil.

***

Terima kasih orang-orang baik

***

Salam Niar Aslim








ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang