63-Keputusan

375 25 7
                                    

"Lihat pohon di bawah sana?" Pertanyaan pertama Aldan saat mereka sampai di rooftop rumah sakit.

Aldan dan Dea sengaja membawa Afifah untuk berjalan-jalan keluar menghirup udara segar. Lagi pula keadaan Afifah sudah membaik walaupun masih harus pake kursi roda jika di bawa berjalan-jalan seperti sekarang.

Afifah mengangguk menjawab pertanyaan Aldan.

"Lihat daunnya yang gugur?" Tanya Aldan lagi

Afifah mengangguk.

"Lihat betapa kuatnya pohon itu. Ia tetap tumbuh dengan baik meskipun hampir setiap hari ia menyaksikan sebagian dari dirinya harus jatuh dan gugur" ucap Aldan

"Kamu bisa mencontohnya agar tidak terlalu takut kehilangan. Yang akan hilang tetap akan hilang bagaimana pun kita menjaganya. Dan yang akan kembali tetap akan kembali bagaimana pun kita tidak mengharapkannya"

Afifah tertunduk mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Aldan. Semua yang dikatakan cowok itu benar dan Afifah setuju. Hanya saja ia terlalu sulit untuk melakukannya.

"Kita tidak bisa menebak bagaimana cara kita kehilangan sesuatu dan dimana kita akan kehilangan. Sama seperti pohon itu, dia tidak bisa menentukan dimana letak daunnya akan jatuh dan akan ditiup angin ke arah mana. Lebih tepatnya skenario dunia ini tidak ada yang bisa menebak Fif."

"Contoh lain adalah seorang penulis. Seperti Aku. Aku bisa membuat kehidupan dalam ceritaku, menentukan nasib karakter yang aku buat. Tapi sungguh Aku tidak bisa langsung menentukan satu kali jalan ceritanya dalam satu waktu. Perlu proses berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untun menceritakan apa yang terjadi dalam ceritaku. Dan Aku pun tidak bisa langsung mengetahui setiap inci kejadian dalam cerita itu sebelum Aku menulisnya. Kamu tau itu kenapa?"

Lagi-lagi Afifah menggeleng. Ia belum paham dengan contoh Aldan yang satu itu.

"Karena harapan dan rencana akan berubah seiring berjalannya waktu" jawab Aldan tepat.

Dea yang sedari tadi diam kini mulai penasaran dan lebih tepatnya belum terlalu mengerti "Gue nggak paham" cewek itu menggeleng dan terlihat menggemaskan.

Aldan menjitak pelan kepala kekasihnya "Sebelum menulis cerita, seorang penulis sudah merencanakan ceritanya akan berkisah seperti apa. Namun saat mengerjakannya ada saja perubahan yang tak terduga terjadi dalam cerita itu. Atau ada saja part yang muncul saat dia mengerjakannya. Nah hal itu yang Aku maksud."

"Maksudnya apaan?"

Aldan berdecak kesal. Deandra tidak paham juga. Afifah sedikit terhibur dengan tingkah mereka. Jujur Afifah juga belum sepenuhnya mengerti dengan ucapan Aldan terlalu berbelit-belit. Tau sendiri kan pemikiran Aldan itu perlu di analisis. Kelewat pintar tapi tingkahnya bobrok. Jadi tingkah dan pemikirannya tidak singkron.

"Bego" ledek Aldan

"Lo pacar gue nggak sih?"tanya Deandra memastikan. Karena perlakuan Aldan tidak ada lembut-lembutnya.

"Kata Afifah nggak boleh pacaran"

"Jadi kita nggak pacaran?"tanya Deandra merengek.

"Tanya Afifah"

"Kok nanya Afifah?"Deandra berubah kesal

"Lah ngapain nanya gue?"

"Kan lo pacar gue"

"Oh jadi kita pacaran"  ucap Aldan manggut-manggut. Seperti baru mengetahui sesuatu.

Deandra mendengkus sebal. Aldan suka sekali seperti itu, kalau udah bicara serius dikit pasti langsung di ganti dengan tingkah bobrok. Menyebalkan kayak mempermainkan perasaan orang gitu. Dia bicaranya serius banget  pas ditanggapin malah dibuat bercanda. Siapa yang nggak kesel coba.

ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang