19.Hari Tragis

94 7 1
                                    

Seperti biasa kehidupan Anin yang berjalan monoton,ia sudah pulang sekolah.Ketika keluar kelas Anin langsung dihadang tubuh kekar milik Alan.

Alan tersenyum lebar,Anin hanya melirik sekilas dan menabrak tubuh Alan begitu saja untuk kembali melanjutkan langkahnya.

"Nin tunggu"Panggil Alan.Setelah memikirkan matang-matang langkah apa yang akan Alan ambil dan keputusannya jatuh pada kembali mendekati Anin.

Anin berjalan dengan langkah lebar sementara Alan mencoba menyamai langkah Anin.Alan masih mencoba berbicara dengan Anin tapi Anin masih tak menyahuti Alan.

Anin berjalan begitu terburu-buru, di tangga pun sama ia turun dengan langkah yang bisa disebut berlari,hingga hal tak terduga terjadi.

Gubrakk.....
"Aduhh"Pekik Anin, ia memegangi kaki kirinya yang terasa sangat nyeri.

"Astagfirullah"Alan refleks langsung menunduk mencoba membangunkan Anin yang masih terduduk.

Anin menepis tangan Alan,ia mencoba berdiri sendiri.Setelah mampu berdiri Anin kembali menuruni tangga dengan tergopoh-gopoh,namun baru beberapa tangga Anin kembali terjatuh dan sekarang kedua kakinya sangat sakit,tak mampu untuk berjalan bahkan berdiri.

Alan kembali mencoba membantu Anin dan Anin kembali menepis tangan Alan seolah ia tak ingin disentuh Alan.

"Nin please,sini gue bantu"Tangan Alan terulur.

"Kak Rey tolong dong, kaki gue sakit banget. Ga bisa jalan"Anin teriak,kebetulan sekali Rey sedang ada di ujung tangga.

Rey melirik Anin tajam,tatapan khas Rey "Lah,itu ada Alan kenapa harus gue? "Sinis Rey.

Anin bungkam, ia melirik Alan yang masih mengulurkan tangannya. Anin dengan segala ke-egoisannya kembali mencoba berdiri,walau belum sampai berdiri ia kembali terjatuh,dan sekarang bokongnya amat sakit kerena berulang kali terjatuh.

Rey yang melihat Anin tak berdaya mulai kasian,ia memutuskan menaiki tangga menghampiri Anin. Tanpa banyak bicara Rey langsung mengendong Anin sedangkan Alan hanya diam menatap kepergian mereka berdua.

...............

Rey mendudukan Anin di kursi dekat parkiran. Rey menarik nafas dan menghembuskannya menetralkan nafasnya karena lelah menggendong Anin. Sebenarnya Anin memiliki berat badan yang cukup ringan, tetapi Rey menggendong Anin dari lantai dua menuju parkiran yang jaraknya cukup jauh. Selain lelah,sepanjang menggendong Anin melewati koridor Rey dan Anin menjadi pusat perhatian.

"Ishh kok ga diangkat sihh"Kesal Anin yang langsung berhasil menarik perhatian Rey yang tengah mengatur nafasnya.

"Anterin gue pulang ya kak,kakak gue ga bisa dihubungi "Jelas Anin setelah mendapatkan tatapan tanya dari Rey.

Rey memutar bola matanya malas,ia meraba saku celananya mengambil ponsel untuk menelfon seseorang.

"Dimana?" Rey bertanya dengan sesorang di balik ponselnya."Yaudah tunggu gua kesana,"Lanjutnya.

Rey pergi begitu saja meninggalkan parkiran,"Kak Rey jangan tinggalin gue"Teriak Anin,namun tak mendapatkan respons dari Rey,malah ia mendapatkan tatapan heran dari orang-orang yang ada di parkiran.

Anin hanya bisa diam, ingin sekali ia menangis.Ini semua terasa begitu asing,ingin minta tolong tetapi tidak tau ke siapa.

Anin menunduk dalam-dalam, pasrah saja hingga sebuah tubuh kekar mengangkatnya.Anin tersentak ia melihat Rey yang menggendongnya.

"Buka pintunya, kuncinya di kantong"Kata Rey, Anin menurut saja mengambil kunci mobil di saku baju Rey dan membukakan pintunya karena Rey sendiri pun kedua tanganya hanya untuk menggendong Anin.

Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang