45.Alan kenapa?

17 2 0
                                    

Setelah berfikir cukup lama akhirnya Anin memutuskan untuk menekan panggilan ke nomer Alan.

Tut... Tut... Tut...
Suara terus seperti itu sampai akhirnya suara operator terdengar dan sambungan telepon terputus.

Kemana ya Alan? Akhirnya Anin kembali mencoba menelepon untuk kedua kalinya.

"Halo kenapa nin? Tumben nelpon"

Memang selain di sekolah Anin dan Alan jarang sekali berkomunikasi lewat ponsel, jangankan menelepon, chatan saja sangat jarang.

"Lagi dimana?"Anin bertanya seperti itu bukan tanpa alasan pasalnya dari balik telepon itu terdengar suara yang ramai.

"Berisik ya? Gue lagi kumpul keluarga,bentar gue menjauh dah"

Memang benar lama kelamaan suara suara orang tertawa serta mengobrol itu tersamarkan.

"Ada apa nin?"Sialan suara lembut Alan membuat Anin tersenyum.

"Hmm, besok lo ada kegiatan?"Tanya Anin hati-hati.

"Enggak, kenapa?"

"Tau tempat beli kanvas sama cat air?"

"Oh lo ngajak gue? "Alan tertawa dan suara tawanya menular ke Anin.

"Bisa kok besok jam berapa?"Alan kembali bersuara.

"Terserah"

"Jam satuan ya"

Anin terdiam "Siang banget"

"Gue biasanya kalau minggu baru bangun abis zuhur nin,tapi gue usahain kalau lo mau lebih pagi "Jelas Alan.

Anin refleks menggeleng "Ga usah,jam 1 aja"

Anin ragu.Enak kalau Alan akan benar-benar bangun pagi, jika tidak malas sekali Anin harus menelepon berkali-kali karena Alan belum bangun seperti waktu hari kontes bernyanyi itu.

"Nin udah ya"

"Ah iya"

"Gue tutup ya telponnya"

"Iya"

Tiga detik setelahnya sambungan telepon belum juga terputus.

"Ga jadi di tutup?"Tanya Anin.

Alan tertawa "Kirain kita mau berantem minta rebutan siapa yang matiin telepon"

Anin menatap seram ponselnya mendengar penuturan Alan yang membuatnya aneh, ia segera menekan tombol merah dan sambungan telepon terputus.

.........

Anin sudah siap dengan celana hitam panjang dan kaos putih dengan gambar boneka kecil di sisi atas kiri.Rambunya ia ikat satu, mengingat siang hari sangat panas ia memilih berpenampilan sesimpel mungkin.

"Alan mana si elah demen banget telat"Anin bulak-balik mengecek ponselnya melihat depan rumah dari balkon kamarnya lalu kembali ke cermin melihat penampilannya.

Suara pesan dari ponsel membuat Anin segera berjalan dari cermin ke kasur melihat ponselnya menyala.

Alanta Veril:Nin maaf ya tiba-tiba gue ga bisa.

Anin hanya berdecak mencoba tidak marah atau bahkan kecewa."Minta antetin kak Ari ga ya? Apa gue pergi sendiri?"

Anin berfikir sambil mundar mandir memegang ponselnya. "Au ah males" Ia membuka sepatunya dan menaruhnya lagi di rak sepatu.

Ia berjalan dan duduk diatas kasur sambil bermain ponsel. Ia memutuskan untuk menelpon Alan, menanyakan kenapa tidak bisa pasalnya Alan hanya mengirim pesan tidak bisa tanpa memberi tau alasanya.

"Nomer yang anda tuju tidak dapat dihubungi"

............

Dua detik sebelum bel masuk berbunyi Alan baru sampai di parkiran sekolah. Dengan tegesa-gesa ia berlari menuju perpustakaan

"Buat lo"Alan langsung memberikan paper bag berukuran sedang yang sedari tadi ia bawa ke Anin.

Tanpa bicara lagi Anin membuka mencari tau apa isi paper bag itu. Sebuah kanvas kecil dan cat air,Anin menatap Alan bingung melihat Alan yang baru saja menjatuhkan bokongnya ke kursi.

"Sebagai permintaan maaf kemarin"

Caca yang selalu jadi nyamuk memilih membaca buku seraya pura-pura tidak mendengar percakapan keduanya.

"Gue maafin lo, tapi ini ga perlu. Ini berlebihan"Ucap Anin.

"Kalau lo kembaliin, percuma ga bakal kepake juga sama gue"Alan berdecak "Terima napa nin, gue udah bela-belain nih telat buat beli itu dulu"

"Lagian gue kan ga minta beliin gue minta anterin buat beli"Kata Anin seenaknya.

"NIN"Ucap Alan suaranya seperti orang yang putus asa.

"Iya-iya thanks ya Alan"

Alan tersenyum mendengarnya "Sama-sama Anin"

.........

Alan kembali dari lapangan basket, keringatnya bercucuran,menandakan ia sangat kecapean sehabis bermain basket. Jika saat istirahat Anin dan Caca memilih untuk duduk di depan perpus dan makan bekal lain halnya dengan Alan yang malah pergi ke lapangan untuk main basket.

"Anin minta minum dong" Kata Alan.

"Abis lan"Anin memang selalu bawa minum tetapi hanya botol minum kecil yang hanya cukup untuk dirinya sendiri.

"Nih minum Caca aja"Caca menyerahkan botol minumnya yang tinggal setengah.

"Makasih"Ucap Alan dan segera meneguk habis air punya Caca. "Lagian tadi kenapa ga sekalian ke kantin? "Kata Caca.

"Gimana mau ke kantin orang tadi udah di marah-marahin Pak Herman disuruh masuk kelas"

"Lagian udah bel masuk bukannya udahan"

Sindiran Anin membuat Alan tertawa, memang itu benar adaanya. Ia dan teman-temannya ketika bel masuk berbunyi bukanya langsung menyelesaikan permainan malah tetap berlanjut.

Ketiganya kembali sibuk dengan kertas dan bukunya sendiri,setengah jam berlangsung tubuh Alan terasa lebih dingin dari biasanya. Alan mengambil hoodie yang menggantung di kursi sebelahnya dan memakainya.

"Gue ngantuk banget mau tidur setengah jam aja, nanti bangunin ya"Ucap Alan.

Karena sibuk Caca hanya berdeham sedangkan Anin mengangkat kepalanya melihat Alan yang sudah memejamkan mata di atas meja dan menjadikan tangannya sebagai sanggahan.

Caca meregangkan otot-ototnya,ia melepas kacamatanya. Dilihatnya Alan yang masih dalam posisi sama."Kayanya udah setengah jam lewat dah nin, kamu ga bangunin Alan? "Tanyanya.

"Tanggung, kamu aja"

Karena Anin masih sibuk dengan kertas-kertanya Caca menurut,ia mencoba memanggil Alan berkali-kali. Namun nihil Alan tidak juga bangun. Caca bangun dari duduknya dan mencoba menggoncang tubuh Alan yang membuat perhatian Anin teralih.

Anin melihat Caca mengubah posisi Alan yang tadi kepalanya di atas meja menjadi bersender dengan kursi. Kening Alan penuh keringat yang mengalir ke pelipis.

"Alan ada ada aja lagian gerah malah pake hoodie"Ucap Caca.

Walau sebenarnya ruangan ber-Ac tetapi kan tetap saja siang-siang pakai hoodie aneh. Hingga Caca tersadar ada yang aneh dari hoodie Alan.

Dengan yakin Caca mengangkat hoodie Alan dan langsung terkejut ketika melihat bercak merah mengotori seragam putih Alan. "Anin sini liat deh"Kata Caca panik.

Saat melihatnya Anin pun tidak kalah panik "Lan bangun lan"Ucap Anin sambil menepuk pelan pipi Alan "Kayanya dia pingsan deh,kamu tunggu sini ya aku cari bantuan"

Anin keluar ruangan satu-satunya cara yang terlintas di otaknya adalah menemui guru yang sedang mengajar di kelas XII-IPA 1 karena itu yang letaknya paling dekat.

Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang