Dua jam setelah Alan di tangani di rumah sakit,Anin baru diizinkan masuk menemui Alan. Anin memutuskan masuk sendiri karena guru yang menghantar mereka memilih tidak mau masuk dan menunggu kedatangan orang tua Alan.
"Alan cepet cerita ini kenapa? "Kata Anin setelah berada di sebelah brankar yang Alan tempati.
"hmm"Alan terlihat sangat bingung harus menjelaskan dari mana.
"Ini ketusuk siapa lan? Kapan?"
Sialan,ternyata Anin sudah tau kalau luka diperutnya adalah luka tusukan.
"Lan cerita jangan diem aja"Anin semakin kesal Alan tetap diam "Inget janji lo?Janji bakal terbuka tentang segala hal terkait hidup lo"
Alan ciut jika sudah di tagih soal janji itu "Tapi jangan marah ya"Katanya.
Anin berdecak "Apa cepatan"
"Inget kejadian di rumah sakit saat temen gue ngomong tentang bales dendam soal Bayu? "
"Inget kan pas malem minggu lo telpon gue terus lo bilang kenapa rame bgt, iya itu gue lagi kumpul sama temen-temen gue bukan keluarga gue""Malem itu berantem kecil lah terus ga sengaja nih perut kena pisau"
Mata Anin membuat mendengar penuturan Alan yang terdengar bercanda."Berantem kecil kata lo? "
"Perut gue kaya gini gue ga bilang ke mama papa ya gue pikir lukanya kecil jadi malam itu gue obatin seadanya aja"
"Inget waktu minggu gue terpaksa harus batalin janji gue yang mau nganter lo beli cat air sama kanvas itu karena perut gue, minggunya perut gue nyeri banget gue ga bisa bangun dari tempat tidur makanya gue batalin janji gue yang mau nganter lo"
Anin tidak habis pikir Alan sangat menganggap sepele semuanya.
"Gue ga tau kalau ini luka bakal kaya gini nin"
Anin terdiam rasa apa yang sedang ia rasakan ia pun bingung, marah kah atau kesal atau kecewa atau apa ia pun tak paham "Alan sadar ga si kalau lo kaya gini lo ga bisa ikut olimpiade"
"Iya gue sadar"Jawab Alan yang tau besok seharusnya ia berangkat ke Semarang tetapi melihat kondisinya sudah pasti ia tidak akan ikut.
"Alan paham ga si perjuangan Alan selama beberapa minggu terakhir akan sia-sia"Alan akan seperti kalah sebelum berperang.
"Iya Anin,Alan paham"Ucap Alan mencoba selembut mungkin, ia menggenggam tangan Anin yang berada disebelahnya mengelusnya pelan,entahlah mungkin ia mengecewakan Anin.
"Lo tuh pinter makanya otaknya tuh jangan cuma di pakai buat mikirin pelajaran aja, tapi pikirin juga sebelum bertindak Alan"
Suara Anin meninggi ia seperti lepas kontrol kembali mengeluarkan kata-kata yang berlebihan"Maaf, maaf harusnya gue ga bilang gini"
Alan masih bisa tersenyum,ia tau Anin khawatir kepadanya"Gapapa, maaf ya ga bisa nemenin ke Semarang. Semangat terus,harus menang pokoknya"
"Alan kamu kenapa sayang"Tiba-tiba mamanya Alan datang bersama papahnya.
Anin menarik paksa genggaman tangannya ,ia segera pamit keluar menemui Pak Andi yang tadi menghantar Alan kerumah sakit.
"Sudah bicaranya?"Tanya guru itu saat Anin melangkah keluar ruangaan.
"Sudah pak,sudah ada orang tuanya apa sebaiknya kita kembali saja pak ke sekolah?"
Pak Andi setuju tadi ia juga sempat berbicara sedikit kepada orang tua Alan sehingga mereka berdua pamit ke sekolah tanpa izin lagi.
*****
Pagi ini Anin dan Ari melewati lorong rumah sakit,sebelum berangkat ke sekolah Anin menyempatkan untuk melihat kembali keadaan Alan untuk yang terakhir sebelum nanti ia harus berangkat ke Semarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa [Selesai]
Teen FictionDitulis sejak 2018 dan selesai pada 2021 * Bercerita tentang seorang gadis cantik dan pintar Gadis yang jarang berbicara,tak mudah bergaul dan sangat tertutup Hari-hari yang ia lalui sangat lah datar Sekolah,rumah,tidur,makan,belajar dan terus saja...