27.Semangat Alan

84 6 2
                                    

Keesokan paginya Anin dan Caca melihat Alan berjalan ke luar sekolah bersama temannya.Kebetulan tidak ada satpam di saat class meeting seperti ini, jadi siswa bisa seenaknya keluar masuk sekolah. Caca yakin bahwa mereka akan ke warkop maka dari itu,Anin dan Caca yang melihat segera mengikuti dari belakang.

"Yang pertama, sambutan ketua Osis"Belum sampai benar-benar mereka keluar dari area sekolah suara mic dari pembawa acara- opening class meeting membuat mereka terdiam.

"Ca, kamu yang sambutan biar aku yang ngikutin mereka"Putus Anin cepat.

"Tapi aku mau ikut, sambutan paling di wakil kan Angga"Kata Caca.

"Angga ga ada persiapan apa-apa, aku ga yakin kalau kamu ga persiapan juga bisa"Ucap Anin sambil matanya tak lepas dari Alan yang semakin menjauh.

Caca mengangguk pasrah"Yaudah hati-hati ya"Katanya dengan wajah khawatir.

Anin mengangguk lantas kembali berjalan cepat dengan jarak yang terus ia jaga dengan Alan.

Semakin lama semakin memasuki kawasan padat penduduk,melewati gang sempit yang berliku-liku. Anin jadi panik sendiri takut ia tidak bisa keluar dari gang yang seperti labirin ini.

Hingga tiba di suatu jalan buntu yang di ujungnya ada sebuah bangunan yang Anin bisa pastikan bahwa itu warkopnya karena Alan dan temannya masuk ke dalam situ. Terlihat sempit, kumuh dan sangat tertutup membuat Anin tidak dapat melihat jelas kegiatan di dalam, di tambah lagi posisinya yang cukup jauh.

Anin berniat kembali saja ke sekolah,ia akan kembali nanti membawa Asep atau siapa pun yang bisa ia andalkan. Namun ketika ia berbalik ia berpapasan dengan dua orang laki-laki bertubuh besar, Anin yakin ia bukan anak sekolah tetapi ia juga yakin bahwa umur  dua laki-laki itu masih sekitar 20 tahun.

"Naha didieu neng geulis"perkataan pria berambut keriting yang tidak Anin mengerti.

"Permisi saya harus pergi"Kata Anin panik berniat melanjutkan langkahnya namun kembali tertahan.

"Teu rurusuhan,"Kata pria yang satunya masih dengan perkataan yang Anin tidak pahami.

"Apaan si jangan pegang-pegang"Anin berontak saat tangannya di pegang,keringat dingin sudah bercucuran pertanda ia sangat panik untuk saat ini.

"Ngapain lo disini? "Entah dari mana seorang laki-laki yang berpakaian sama dengan seragam Anin datang,bisa Anin pastikan dia anak SMA Mentari tetapi Anin tidak tau namanya, jangan kan nama,kelasnya saja tidak tau laki-laki itu kelas 10,11,atau 12.

"Alan cewek lo nih"Ia berteriak ke arah bangunan yang berada di ujung gang itu.

Alan keluar dengan muka terheran-heran mengapa ada Anin di sini. "Jangan bang ini cewek gue"Ucapnya kepada dua pria yang tadi menggoda Anin.

"Oke"Kedua pria itu mundur beberapa langkah menjauhi Anin.

"Nanti gue balik lagi"Alan berpamitan dengan ketiga pria itu lantas menggenggam tangan Anin berjalan menjauhi tempat itu.

Selama perjalanan menuju sekolah Alan tidak bicara sama sekali, ia juga masih terus menggenggam tangan Anin yang  penuh keringat.

Alan mengajaknya memasuki area sekolah menuju koridor yang sepi dan jarang di lalui siswa.

"Ngapain lo ngikutin gue? "Tanya Alan dengan suara tegasnya.Suara yang jarang ia ucapkan saat bersama Anin.

Anin yang masih mengatur nafasnya bingung harus menjawab apa.

"Stop nin, lo urusin aja masalah Osis lo" Ucap Alan dengan nada suara yang lebih rendah "Gue cuma ga mau lo bahaya nin"
Mata Alan terus menatap Anin yang hanya bisa menunduk.

"Maaf dan Makasih udah nolongin gue" Ucap Anin tulus.

"Pertolongannya ga gratis loh"Setelah mendengar penuturan Alan,Anin segera mengangkat kepalanya dan mendapatkan Alan kembali dengan senyum jahilnya.

"Pamrih"Cibir Anin. Walau sedikit kesal dengan Alan yang banyak maunya tetapi jujur saja Anin bisa bernafas lega. Karena Anin sedikit takut dengan Alan saat ia seperti tadi.

"Gampang kok, abis ini gue kan ada pertandingan,semangatin aja"Anin menghembuskan nafas lega karena Alan tidak meminta yang macam-macam.

"Semangat"Kata Anin cepat.

"'Semangat Alan'gitu jangan semangat aja" Kata Alan tidak terima.

"Semangat Alan"Ucap Anin berusaha tulus walau sebenarnya sedikit malas.
Alan tersenyum manis penuh arti "Ulang coba mau gue rekam"Katanya sambil mengeluarkan ponsel dari saku celana.

Anin memutar bola mata malas ingin cepat-cepat terlepas dari perangkap Alan "Semangat Alan"Setelah itu Anin segera berbalik arah.

"Makasih Anin, kemenangan untuk mu hari ini"Kata Alan setengah teriak dengan tujuan Anin masih biaa mendengarnya, untung koridor sepi sehingga Anin tidak malu karena perkataan Alan.

.........

Jam 10 kelas Alan bertanding,kehadiran Anin yang memang sedang jaga di lapangan indoor membuat Alan bersemangat di tambah lagi percakapannya tadi,Alan tersenyum saat mengingatnya.

Pertandingan sedang break,Alan duduk di pinggir lapangan sambil meminum air mineral.

"Liatin terus"Ledek Risky yang melihat Alan tengah menatap Anin yang sedang berbicara dengan Caca.

Alan hanya terkekeh dengan pandangan yang tetap melihat Anin.

"Kenapa sih lo suka Anin?"Pertanyaan yang terdengar simpel tetapi sebagai sahabat belum Risky ketahui.

"Cantik lah,lo ga liat tuh"Jawaban Alan yang masuk akal.

"Ya kalau cuma cantik mah yang mau sama lo juga banyak lan tanpa harus lo kejar-kejar"

"Mereka cuma cantik kalau Anin paket komplit "

Risky tertawa dengan penuturan Alan sehingga mendapat perhatian dari orang yang berada di dekat mereka.

"Anin tuh cantik, pinter, berprestasi,suaranya bagus, apalagi yang lo cari ada semua di Anin"Lanjut Alan dengan muka seriusnya.

"Kaya Ina ya?"Pertanyaan  Risky yang lebih seperti meledek.

Alan berdecak "Please dah ky, ga usah dibahas."

"Sampai saat ini gue belum tau, kalian putus karena apa,waktu itu setiap gue tanya lo selalu..."Risky mengangkat kedua bahunya memperagakan gerakan Alan.

"Emang gue ga tau, dia cuma bilang 'ga mau pacaran lagi'alasan yang sampai sekarang belum gue pahami"Alan sekarang tidak lagi melihat Anin,ia menatap nanar sepatunya seolah kenanganya bersama Ina kembali terputar.

"Gue ngerti,"Ucap Risky antusias seperti responsnya berhasil menjawab soal fisika. "Dia sekarang pakai kerudung ya?" Alan membenarkan pertanyaan Risky.

"Ya karena dia udah tobat kali"Risky mengeluarkan opininya sambil terkekeh seolah menertawakan kebodohannya.

Tapi justru bagi Alan opini Risky cukup masuk akal. Pertandingan kembali ingin di mulai. Alan dan Risky memasuki lapangan dan mulai melupakan percakapannya untuk lebih fokus berkonsentrasi memberikan yang terbaik untuk kelasnya.

Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang