Siang ini agenda Sierra menemui Nadine, sang penulis terkenal yang akan menjadi penentu masa depannya.
Jalanan Jakarta seperti biasa cukup padat ketika siang hari. Banyak orang yang memilih makan siang dengan menggunakan mobil mereka. Termasuk dirinya. Melelahkan, tapi memang begitulah kehidupan di ibu kota.
Dengan menggunakan mobil kesayangannya. Sierra pergi ditemani Doni. Sahabatnya ini sangat ingin tahu siapakah sosok asli 'the ocean lady' yang sudah dipilih secara istimewa oleh seorang Tavish.
Sejak Dino tahu jika Sierra memegang project besar dan dibawah pengawasan Tavish. Dino menjadi semakin penasaran. Tadinya, Sierra tidak ingin memberitahukan siapa client yang akan di tanganinya kali ini. Tapi, Dino adalah sahabatnya. Dan, pria itu sangat mengganggu jika sedang penasaran. Dia tidak akan berhenti untuk mengganggunya dan merecokinya dengan segala pertanyaan. Jadi, sebelum Sierra semakin menggila. Lebih baik dia membawa saja laki-laki cerewet itu.
"Menurut lo, si 'the ocean lady' itu orangnya gimana?" Tanya Dino sambil tangannya memindahkan porsneling dari gigi satu ke gigi dua.
"Gua nggak tahu. Belum pernah lihat wajah aslinya." Balas Sierra acuh tak acuh. Wanita itu sejak tadi sibuk dengan laptopnya. Banyak tugas yang menumpuk.
"Tapi, pas lo hubungin dia, suaranya gimana?"
Sierra melirik Dino dengan tatapan anehnya. Pria ini begitu ingin tahu sekali. "Harus banget gua jelasin suara dia, Din? Lo kan bentar lagi ketemu." Ucapnya dengan malas.
"Yah! Kali aja lo bisa jabarin. Jadi, pas nanti ketemu. Gua bisa langsung tau yang mana."
Sierra menggelengkan kepalanya mendengar ucapan tidak masuk akal Dino. "Sok tau! Udah lah, bentar lagi juga lo bakal liat dia secara langsung. Lagipula, lo gak perlu pake tebak dia dari suaranya. Dia udah kasih tahu gua kalau dia bakal pakai baju kuning dengan topi baseball hitam."
"Gua pikir itu sudah bisa jadi tanda buat kita tahu yang mana orangnya nanti." Jelas Sierra.
Dino menepuk pundak Sierra dengan geram. "Kenapa nggak dari tadi lo ngomong kalau dia udah kasih clue."
Sierra kembali memukul bahu Dino. "Lo nggak tanya, dodol."
Dino kembali membalas. "Lo dari tadi diam dan sibuk sama laptop Lo mulu. Gua pikir, lo lagi nebak - nebak siapa orangnya sambil liatin novelnya."
"Gua gak mikirin hal sesederhana itu, Din. Gua mikirin si bos." Merasa otaknya tidak bisa fokus untuk sekarang. Sierra memilih untuk mematikan laptopnya. Sejak tadi, dia tidak sedang membaca novel Nadine seperti apa yang Dino pikirkan. Kepala Sierra sejak tadi sedang penuh karena bayangan-bayangan buruk yang akan terjadi selama projek ini berlangsung kedepannya. Bekerja secara langsung dengan seorang Tavish? Ya Tuhan! Kenapa dia harus mengalami kejadian sesial ini? Apa yang sudah dia perbuat dimasa lalu?
Dino mengernyit. "Ada apa sama si bos?"
Pertanyaan Dino membuat Sierra tesentak dari lamunannya. "Denger dia bakal turun tangan langsung. Buat kepercayaan diri gua turun 50%."
Dino mendesah kasar. Dia meletakkan tangannya di pundak Sierra dan menepuknya pelan seolah memberikan semangat kepada sahabatnya. "Bakal gua bantu 2000 kali untuk pengecekan ulang. Jangan khawatir. Kerjaan lo nggak pernah nggak bagus." Dino yakin 1000 persen jika Sierra akan melakukan yang terbaik untuk projek istimewa kali ini. Wanita itu selalu bekerja dengan profesional. Tidak pernah sekalipun Sierra melakukan kesalahan selama lima tahun masa kerjanya.
Mendapat dukungan moral membuat Sierra sedikit merasa lega. Meskipun begitu, saat ini dia memang butuh dukungan untuk menghadapi seorang Tavish. Pria itu bisa saja bersikap diluar kendalinya. Meski belum pernah sekalipun melakukan kesalahan. Sierra tetap saja tidak mengharapkan adanya kesalahan satu pun kedepannya nanti.
"Gua harap lo gak bakal kena damprat sama dia."
"Let's hope."
^^^
KAMU SEDANG MEMBACA
RED: He is A Mr. Perfect (Revision)
RomanceA SERIES OF 'COLOR OF LOVE'. 1st Sequel 'RED' 2nd Sequel 'PINK' 3rd Sequel 'GREY' 4th Sequel 'BLACK' Do not copy my works. If you find any similarities in names, places, or situations. It is just inadvertence. Rank: #3 keinginan (16/09/2020)...