RED 34

11.6K 605 4
                                    

Tavish duduk di sebelah Sierra yang kini sedang tertidur. Dia menatap dengan lembut wajah wanita yang tadi hampir membuat dirinya terkena serangan jantung.

Wajah yang biasa nya putih dengan warna merah merona di pipinya. Kini terlihat pucat. Bibir wanita itu pun juga terlihat tidak berwarna merah muda seperti biasanya.

Tavish tidak tahu apa yang terjadi pada Sierra. Jika dirinya hitung waktu Sierra terkunci tadi. Dia merasa jika Sierra masih bisa bertahan dan tidak pingsan karena kehabisan nafas. Biasanya orang - orang yang terjebak di dalam lift bisa bertahan selama satu jam lebih. Tergantung berapa banyaknya orang di dalam lift.

Tapi Sierra berbeda. Jika perkiraannya tadi benar. Tiga puluh menit teknisi memperbaiki lift. Tapi tubuh Sierra sudah pingsan lebih dulu. Jadi kesimpulannya, Sierra sudah lebih dulu pingsan sebelum terbukanya pintu lift.

"Apa dia ada trauma?" Gumam Tavish. Dia masih memikirkan apa yang terjadi pada Sierra sampai bel apartemen nya berbunyi.

"Hei, Daan. Ada apa? Karyawan mu menelpon ku. Katanya urgent. Siapa yang sakit?" Kata dokter Lee yang datang dengan baju santai sambil membawa tas yang berisi perlengkapan dokter miliknya.

Lee adalah sahabat Tavish sejak kecil. Rumah Lee yang dekat dengan mansion orang tuanya membuat Tavish dan Lee menjadi teman akrab. Hanya pria ini yang paham sifat dingin, datar dan perfeksionis dari seorang Tavish. Dan hanya pria ini yang dengan santainya datang ke rumah pasiennya dengan gaya seperti orang mau tidur.

"Tidak ada pakaian yang lebih santai dari ini?" Ejek Tavish melihat penampilan Lee yang menggunakan kaus polos warna putih dengan celana pendek berwarna coklat. Dan tak lupa sandal jepit murah berwarna merah.

"Hei! Aku mau tidur tapi karyawan mu menelpon. Jadi ya aku tidak sempat ganti baju."

"Ck! Alasan." Mau tidak mau Tavish membuka kan pintu untuk teman kecilnya ini.

"Memangnya siapa yang sakit?" Tanya Lee kembali mengulang pertanyaannya.

"Karyawan ku. Bisa kamu cek dulu?"

Tavish langsung mengajak Lee untuk masuk ke dalam kamar Sierra.

"Wow! She's beautiful. Who is she?" Kata Lee dengan takjub. Dia tidak bisa menahan pujiannya begitu melihat Sierra. Wanita ini lumayan masuk ke dalam tipe wanita yang dicarinya.

"Don't you dare! She's mine!" Tekan Tavish dengan nada kesal.

"Is she? Aku baru tahu kamu dekat dengan wanita." Ledek Lee tanpa merasa bersalah. Dia tidak pernah tahu Tavish akhirnya tertarik dengan wanita. Dia pikir, Tavish adalah laki-laki penyuka sesama. Huh! Lee bahkan sempat meragukan pernyataan teman kecilnya itu. Begitu dia mencoba menjelaskan kenapa dirinya tidak pernah mendekati satu wanita pun.

"Periksa saja dulu. Dan jangan mencari kesempatan dengan memegang nya sembarangan. Atau kamu akan tahu akibatnya."

Lee mendengus kecil mendengar kalimat posesif dari seorang Tavish. Dia tahu jika wanita ini pasti sosok spesial di mata sahabatnya. Karena selama hidupnya mengenal Tavish. Wanita yang selalu ada di dekatnya hanyalah Annastasha, sang adik yang cantiknya seperti malaikat, yang tentunya sudah menjadi incarannya sejak kecil.

Mendengar nada ke posesifan Tavish dengan wanita cantik yang saat ini sedang terlelap itu membuat senyuman Lee melebar.

Tante pasti suka dengan wanita ini.

Lee melanjutkan pekerjaannya dengan baik setelah mendapat deheman keras dari Tavish yang berdiri di belakangnya. Dia tahu jika Lee terlalu lama memandang Sierra. Dan ia tidak suka jika ada yang memandang Sierra selama itu.

"Jadi? Ada apa dengannya?" Tanya Tavish begitu dia melihat Lee mengalungkan stetoskop nya.

"Pingsan. Apa lagi?"

"Aku tahu dia pingsan. Tapi apa sebabnya?"

"Ck! Kenapa jatuh cinta jadi membuat mu bodoh begini Daan." Balas Lee dengan santai.

Tavish tidak memperdulikan ejekan itu. Yang dia butuh penjelasan. "Jadi apa?"

Jika Tavish sudah memaksa. Mau tidak mau dia harus menjelaskan. Padahal dia senang jika bisa mengerjai Tavish walaupun sebentar.

"Dia kelelahan. Itu intinya. Tapi yang aku lihat dari gejalanya. Dia ada trauma. Kamu lihat kan dia keluar keringat dingin dan pucat. Jadi aku pikir dia pasti ketakutan  Kamu kan bisa cek cctv yang ada di dalam lift."

Tavish menepuk dahinya. "Oh iya! Kenapa aku bisa lupa" katanya.

"Karena cinta membuat kamu bodoh. Jadi kamu lupa apapun." Ejek Lee penuh dengan senyuman menggelikannya.

"Diam! Aku mau menelpon pihak keamanan dulu."

Lee hanya bisa menutup mulutnya begitu melihat tatapan tajam Tavish. Baru kali ini dia melihat Tavish khawatir akan orang lain. Terlebih wanita.

"Iya! Segera kirimkan videonya ke saya!"

Tut!

"Kenapa kamu masih disini?"

"Auh!" Lee ingin sekali melempar Tavish dengan tas dokternya yang penuh dengan alat kedokteran.

"Apa peduli mu? Aku kan ingin menjaga pasien ku." Balasnya dengan nada menantang. Lee kembali menatap Sierra yang sedang tertidur.

Tavish langsung menarik kerah baju Lee dan membawanya keluar dari kamar Sierra.

"Tidak perlu. Aku bisa menjaganya sendiri." Tekan Tavish dengan wajah kesal.

"Hei! Aku sudah bersumpah sebagai dokter. Jika aku harus merawat pasien dengan sepenuh hati."

"Ya. Kamu bisa lakukan sumpah itu ke orang lain." Sanggah Tavish tanpa mau peduli.

"Ck! Kenapa kamu terlihat seperti pacar yang posesif? Apa dia pacar mu?"

Tavish mengalihkan tatapan matanya. "Bukan urusan mu. Sudah sana pulang."

"Hei! Aku kan perlu tahu. Kalau dia bukan pacar mu. Aku boleh dong mendekati nya." Candanya lagi.

Tavish tidak menjawab. Dia langsung menarik kerah Lee dengan kesal dan melempar laki - laki menggelikan itu keluar dari apartemen nya secara asal.

"Pulang. Dan jangan datang kalau aku tidak suruh. Dia memang bukan pacar ku. Tapi dia milik ku." Setelah itu Tavish langsung menutup pintu apartemen nya dengan kasar didepan Lee.

"Gila! Ternyata dia bisa juga bersikap seperti itu. Hahaha."

^^^

RED: He is A Mr. Perfect (Revision)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang