RED 47

16.5K 754 0
                                    

Di dalam kamar tamu yang ada di mansion orang tua Tavish. Sierra kini berdiri di balkon sambil memandangi pemandangan kota Singapura yang terlihat sangat indah di malam hari.

Dia masih sulit untuk percaya dengan statusnya yang sudah berubah saat ini. Menjadi pacar dari seorang Tavish. Di dalam benaknya, semua itu tidak ada dalam scenario hidupnya sama sekali.

Tumbuh dalam keluarga sederhana. Meskipun berkecukupan, Sierra tidak pernah membayangkan memiliki kekasih dari background orang terpandang. Walaupun bisa dibilang, Tavish adalah kekasih pertama nya. Tapi sebelum ini, banyak sekali pria yang ingin mendekati nya. Hanya saja Sierra masih belum memiliki minat untuk menjalin hubungan. Terlebih lagi, bekerja di perusahaan Tavish yang semuanya harus berjalan dengan 'sempurna' membuat seluruh konsentrasi Sierra hanya bisa berpacu pada satu tujuan. Yaitu, bekerja dengan hasil yang paling, paling dan paling sempurna. Tidak boleh ada kecacatan dalam setiap pekerjaannya. 

Alhasil, Sierra memilki nilai 'zero' dalam percintaannya. Tapi, sejak bersama Tavish beberapa hari kebelakangan Sierra selalu merasa gugup. Wajahnya akan selalu merona dan jantungnya akan berdetak cepat jika sedang melihat pria itu. 

Katakanlah Sierra terlalu naif mencoba menolak pesona Tavish waktu itu. Dia hanya tahu diri jika Tavish bukanlah seseorang yang bisa dicapai olehnya. Segala kesempurnaan di dalam hidup dan diri pria itu tidak bisa di sandingi oleh Sierra.

Karena itu, sejak Tavish mengakui perasaannya. Rasa tidak percaya di dalam diri Sierra jelas muncul. Bagaimana bisa? Sejak kapan? Itulah pertanyaan yang selalu ingin diketahuinya. Meskipun Tavish mengatakan cinta, dan menyukai Sierra apa adanya. Di dalam dirinya, masih ada lima puluh persen rasa penyangkalan. Sierra hanya menakuti dirinya yang nantinya akan mendapatkan rasa sakit yang sangat luar biasa dari hubungan yang tiba-tiba ini.

Tok! Tok! Tok!

"Sierra! Kamu sudah tidur?" Panggil Tavish di luar kamarnya.

Sierra yang sempat terkejut karena suara ketukan tersadar dari lamunan panjangnya. Dia berjalan ke depan pintu dan membukanya. Didepannya Tavish berdiri dengan baju tidur berwarna senanda dengannya sambil di tangannya membawa dua gelas coklat panas.

"Boleh aku masuk?"

"Eh! Boleh." Sierra memberikan jalan kepada Tavish dengan membuka lebar pintu kamar nya.

"Tutup kembali pintu nya." Perintah Tavish membuat tubuh Sierra terpaku.

"Ke... kenapa?" Tanya dengan gugup.

Tavish meletakkan kedua gelas itu di atas meja kecil yang ada di sebelah kasur yang akan Sierra tiduri.

"Di sini masih ada kedua sepupu usil ku. Aku tidak mau waktu berduaan dengan kamu malah terganggu karena ulah mereka." Dengan terpaksa Sierra melakukan perintah Tavish untuk menutup pintunya. 

Puk! Puk!

"Sini. Duduk di sebelah ku." Tavish menepuk sisi kasur di sebelah nya.

Dengan penuh rasa canggung dan gugup. Sierra berjalan perlahan ke arah Tavish. Tapi, bukannya tubuhnya terduduk di atas kasur. Kini tubuhnya justru terduduk di atas pangkuan milik Tavish.

"Daan!" Pekik Sierra yang terkejut karena Tavish baru saja menarik pinggangnya untuk membuat nya duduk di atas pangkuan pria itu.

"Da... Daan."

Tavish tidak mau mendengar rengekan Sierra yang malu akan aksi tiba - tibanya. Dia justru semakin menguatkan rangkulan nya di pinggang ramping milik Sierra.

"Sejak tadi aku selalu ingin berdua sama kamu seperti ini." Akunya.

Tavish mengelus kepala Sierra dengan lembut. Dia bahkan menyingkirkan beberapa anak rambut Sierra kebelakang telinga wanita itu. Tubuh Sierra meremang karena sentuhan lembut dari Tavish. Pipinya bahkan merona mendapatkan perlakuan lembut seperti ini dari seorang pria untuk yang pertama kalinya.

"Tatap aku Sierra."

Wajah Sierra masih betah menunduk. Dia tidak berani mengangkat wajahnya yang memerah. Tavish pasti akan menggodanya.

"Sierra." Panggil Tavish lagi dengan suara berat nya yang terkesan sangat hangat.

Perlahan tapi pasti, wajah Sierra mengangkat mengarah ke dalam kedua bola mata Tavish.

Ada warna biru didalam bola mata pria itu. Alisnya yang panjang dan bulu matanya yang lebat membuat tatapan tajam Tavish yang kini menatap bukannya memberikan kesan dingin. Tapi justru memberinya kesan hangat dan menarik nya kedalam bola mata itu lebih jauh.

"Wajah merona mu sangat menggemaskan Sierra." Tavish mengelus lembut wajah Sierra yang kini tanpa sadar membuat kedua matanya tertutup. Dia tidak bisa menahan godaan untuk bisa bertahan menatap Tavish lebih lama lagi.

"Kenapa?" Tavish kembali mengelus kedua mata Sierra yang tertutup. Sekali lagi tubuh nya meremang.

"Da... Daan."

Jakun Tavish terlihat sangat susah untuk turun. Dia tidak bisa menahan lagi godaan berat didepannya ini.

"Sierra." Panggilan Tavish sambil menarik dagu Sierra untuk sedikit mendongak ke atas membuat kedua mata Sierra terbuka.

"Ke... kenapa kamu tata...mmphp."

Kata-kata nya kembali terputus akibat ciuman tiba - tiba dari Tavish untuk yang kesekian kalinya.

"Mmph... Daan." Sierra memukul dada Tavish karena dirinya perlu mengambil nafas. Wajah keduanya memerah. Sierra yang memerah karena menahan malu akibat serangan dari Tavish. Sedangkan Tavish, wajah nya memerah karena menahan gairah nya untuk tidak kembali mencium bibir merah muda dengan rasa permen karet milik kekasihnya.

"Ke... kenapa ka..." Tidak ingin berlama-lama. Tavish kembali menyerang Sierra dengan ciuman nya lagi. "Aku tidak akan pernah puas untuk menikmati ini Sierra." Ucapnya disela - sela pekerjaan baru yang sangat disukai nya.

Sierra yang awalnya memberontak. Kini hanya bisa pasrah dan mengikuti alur yang Tavish berikan padanya. Kedua tangannya yang semula berada di dada pria itu. Kini, ditarik Tavish untuk melingkar di lehernya.

Semalaman, kedua pasangan yang baru dimabuk asmara itu terus - terusan saling meluapkan rasa kasih sayang mereka tanpa ada satu orang pun yang menggangu.

^^^

RED: He is A Mr. Perfect (Revision)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang