RED 30

12.9K 685 10
                                    

"pak... Shhut..." Sierra berbisik kepada Tavish yang saat ini nampak serius menonton aksi Robert Downey Junior dan kawan-kawannya.

Tavish hanya berdehem tanpa menengokkan wajahnya ke arah Sierra. Saat ini film itu sedang menayangkan aksi iron man, tokoh favoritnya yang sedang bertempur.

"Kenapa Stuart gak di ajak nonton bareng?" Rasa penasaran Sierra membuat tatapan tajam milik Tavish kini mengarah padanya. Film itu sudah tidak lagi menarik minatnya. Apa katanya tadi? Stuart?! Lagi-lagi wanita ini membahas orang lain!

"Kenapa kamu menanyakan dia?" Tavish mencoba meredam emosinya. Suaranya pun di buat rendah supaya orang tuanya tidak tahu kalau dirinya sedang menahan amarah saat ini.

"Cuma mau tau aja. Kan bakal lebih asik kalau dia ada disini. Jadi lebih ramai."

Pernyataan polos Sierra tidak membuat Tavish senang. Dia marah. Sangat marah. Kenapa Sierra selalu lebih memilih Stuart dari pada dirinya. Sudah sejauh mana memangnya hubungan Sierra dan Stuart, supir pribadi keluarganya itu.

"Dia tidak ada disini." Balasnya datar.

"Kenapa gak ada? Emangnya dia masih kerja sampai malam kayak gini?"

"..."

"Pak. Jawab dong! Kenapa Stuart gak ada? Saya mau ngobrol sama dia lagi." Sierra sedikit menarik lengan baju Tavish karena pria itu tidak menjawab pertanyaannya. Rasa penasaran Sierra sepertinya tidak bisa dibendung lagi.

Dengan penuh kekesalan, Tavish menarik tangan Sierra untuk pergi mengikutinya.

"Pak! Mau kemana?" Tavish tidak peduli rengekan Sierra. Dia harus membawa wanita ini menjauh dari keluarganya sekarang juga untuk memberikannya hukuman.

Tatapan bingung muncul dari kedua orang Tavish. Tapi sebuah senyuman penuh makna muncul di bibir sang adik.

"Apa aku bilang, kalau kakak pasti ada apa - apa dengan Sierra." Katanya begitu dia melihat Tavish dan Sierra meninggalkan taman.

Sania mengeluarkan senyumannya. Dia kini kembali mengeratkan pelukannya ke sang suami. "Ah! Mama senang. Akhirnya Tavish kini sudah memiliki seseorang yang dia suka."

Geraldino mengelus kepala istrinya dengan lembut dan tak lupa memberikan kecupan di kepala Sania. "Iya. Syukurlah. Berarti papa tidak perlu untuk tidur di sofa lagi kan?"

Anna mengeluarkan tawanya mendengar kalimat rengekan sang ayah. "Kasian sekali papa ku." Geraldino hanya membalas ejekan anak perempuan kesayangan nya dengan bibir yang di manyunkan.

"Iya. Papa tidak perlu tidur di sofa lagi." Balas Sania dengan lembut.

Mendapat lampu hijau. Geraldino sangat senang. Kasian sekali punggungnya yang harus tidur di sofa karena ulah sang putra.

^^^

Kini, situasi tidak nampak bahagia seperti apa yang terjadi di taman. Sierra yang di seret Tavish ke dalam kamar pria itu membuat dirinya takut seketika.

Baru kali ini dia masuk ke dalam kamar laki - laki. Dan menurutnya kamar ini cukup mainly dan simple. Tidak banyak perabotan di dalamnya. Benar - benar menggambarkan seorang Tavish yang perfeksionis. Sierra menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya dia masih mengomentari kamar bosnya disaat dalam keadaan seperti ini.

"Bapak mau apa bawa saya kesini?" Tanya Sierra penuh waspada. Dia berdiri di depan pintu kamar Tavish yang kini tertutup dari dalam.

Tavish tidak menjawab pertanyaan wanita itu. Tapi dia berjalan mendekati Sierra hingga kini tubuhnya mengurung Sierra.

"Saya tidak suka kamu menyebutkan nama Stuart." Balasnya dengan tatapan tajam dan penuh amarah.

"Masalahnya apa? Bapak kenapa selalu marah kalau saya bahas Stuart."

Tavish kembali mendekati tubuh Sierra hingga jarak diantara mereka hanya sekitar sepuluh centimeter. Sierra menahan tubuh Tavish dengan kedua tangannya yang di letakkan di dada bidang pria itu.

Dia menatap Tavish dengan wajah takutnya. "Pak... Bapak terlalu dekat." Sierra memalingkan wajahnya.

"Saya tidak suka kamu menyebut nama itu."

"Kenapa?" Tatapannya masih mengarah kebawah. Dia takut berada sedekat ini dengan Tavish.

"Kalau saya bilang tidak suka jangan membantah Sierra." Tekannya.

"Tapi kan saya cuma mau berteman dengan Stuart aja. Kenapa bapak harus seemosi ini."

"Tatap mata saya ketika berbicara Sierra."

Sierra mengarahkan pandangannya tepat kedalam mata biru gelap milik Tavish. "Saya ingin berteman dengan Stu...mpht."

Sebelum mendengar nama pria lain yang keluar dari mulut Sierra. Tavish memilih cari lain untuk membungkam bibir merah muda yang sejak kemarin menggodanya. Kali ini, ciuman itu bukan sebuah ketidak sengajaan.

Malam ini, seorang Tavish yang terkenal dingin dan datar terhadap wanita mulai keluar dari sifat aslinya. Dia akhirnya memulai sesuatu yang membuat sisi lain dari dirinya muncul. Panas menggelora. Dia begitu terpengaruh dengan pesona Sierra. Hingga membuat dirinya tergila-gila.

^^^

RED: He is A Mr. Perfect (Revision)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang