"hubungan kita cukup sampai disini saja, Sierra." Suara Tavish yang datar di ujung sana meruntuhkan air mata Sierra.
Sudah dua hari dia menunggu kabar dari Tavish yang menghilang begitu saja. Rasa khawatirnya semakin memuncak di hari kedua. Dia pun sudah mencoba menghubungi Tavish lewat chat maupun telpon. Tapi tidak ada satupun yang di baca atau di terimanya.
Ketika malam ini, Sierra mencoba lagi peruntungannya menghubungi Tavish. Dan akhirnya ternyata terangkat. Tentu membuat Sierra senang.
Tapi sayangnya, bukan berita baik yang di terima. Justru malah berita buruk yang tiba-tiba di dengarnya.
Tavish memutuskannya melewati telpon tanpa alasan yang jelas. Bisa di pastikan bagaimana sakit hatinya Sierra mendapatkan perlakuan seperti itu dari kekasihnya. Pria yang mengatakan jika dia sangat mencintai Sierra dan akan menjaganya.
Hilang tiba-tiba, tak ada kabar. Justru ketika muncul memberikan sakit hati yang tidak ada obatnya.
"kenapa?" Air mata Sierra sudah turun dengan sangat derasnya.
"..."
"Kenapa Daan?!" Teriak Sierra di dalam tangisnya.
"Karena saya harus menjaga adik saya. Dan bersamamu membuat saya tidak bisa lagi menjaganya. Karena itu saya perlu mengakhiri ini."
Kata - kata Tavish sungguh sangat menyakitinya. Bagaimana bisa? Bagaimana dia tega untuk mengakhiri hubungan ini? Apa salahnya? Kenapa pria itu justru melimpahi kesalahan itu padanya?
Tidak masuk akal.
Sierra tersenyum tipis. Air mata nya masih terus jatuh kepipinya. Tapi dia mencoba menahan isak tangisnya. Sierra tidak ingin menjadi lemah didepan pria ini. Pria pertama yang sudah berani menyakitinya sedalam ini.
"Jadi, karena itu kamu ingin mengakhiri hubungan ini?"
"Ya."
"Boleh aku tanya sesuatu?" Tavish di ujung sana tak ingin memperlihatkan keramahannya. Wajah datarnya kini menjadi pilihan untuk membuat Sierra paham jika dirinya sebenarnya tidak sanggup untuk mengakhiri ini semua. Tapi dia tidak bisa. Adiknya adalah kepentingannya. Anna adalah harta berharganya. Jika bersama Sierra membuat dirinya melupakan Anna. Maka dia harus mengambil jalan untuk melepaskan Sierra.
"Apa selama ini... selama ini kamu tidak pernah menyukai ku?" Suara Sierra tersendat ketika menanyakan hal itu. Sierra meremas bajunya. Sungguh sakit rasanya mendapatkan tatapan dingin itu.
Tavish terdiam. Biar Sierra beranggapan jika dirinya brengsek dengan berfikir jika selama ini Tavish tidak mencintainya.
"Tidak." Jawab Tavish dengan tegas.
Pertahanan Sierra sudah runtuh. Tangisnya semakin menjadi. Dia bahkan memukul dadanya menahan rasa sakit yang di rasakannya. Sungguh tidak enak.
Kenapa Daan? Kenapa kamu tega?
Sedangkan disana, Tavish mencoba menahan wajah sendunya. Dia tidak tahan untuk melihat Sierra yang terpuruk seperti ini karena ulahnya.
Aku bodoh Sierra. Maafkan aku.
"Huh..." Sierra mencoba sekuat hatinya untuk menghentikan tangis menyedihkan nya ini. Tatapannya kini kembali ke arah layar dimana Tavish masih setia dengan tatapan dinginnya.
"Benar - benar luar biasa sakit yang anda berikan Bos" tidak ada lagi panggilan dekat yang akan Sierra keluarkan. Cukup sampai disini saja.
Menatap kedalam mata pria itu dengan semua rasa sakit yang terlihat jelas di matanya. "Saya sangat berharap anda bisa bahagia setelah ini." Sierra mengeluarkan nafasnya dengan kasar. Dia menatap Tavish sambil menghapus air matanya.
Sierra sempat tersenyum. Dia menertawai dirinya yang terlihat sangat menyedihkan dan bodoh saat ini.
"Dan saya harap ini pertemuan terakhir kita. Kalau pak bos ketemu saya di jalan. Jangan pernah tegur atau sapa saya sekalipun. Karena saya enggak tahu akan melakukan hal apa untuk buat pak bos lenyap saat itu juga." Wajah sedihnya langsung berubah seketika menjadi dingin dan datar.
Jika menyakiti seseorang terlalu dalam. Akan seperti ini kelihatannya. Tavish sungguh merasa sangat bodoh. Tapi pilihan yang dipilihnya sudah mutlak. Mungkin memang ini jalan takdirnya.
"Iya."
Sierra menundukkan kepalanya sebagai rasa hormat. Tapi sebelum dia mematikan telpon itu. Sierra memberikan salam perpisahan untuk Tavish. "Selamat tinggal bos. Dan semoga anda tidak akan bisa bahagia lagi."
Tut!
Tangis yang sudah tadi di tahannya tumpah ruah ketika layar ponselnya berubah gelap.
"Arghhh! Stupid Daan! Jahat! Brengsek!"
Terus menerus Sierra memukul dadanya yang terasa sakit. Ya Tuhan, ternyata begini rasanya patah hati. Sejak dulu, Sierra penganut single happy. Baru Tavish lah yang menjadi kekasih pertama nya. Pria yang sudah mencuri ciuman pertamanya, pria yang membuat nya bahagia. Tapi Tavish juga pria pertama yang berhasil menyakitinya sedalam ini.
Sakit. Sangat sakit jika harus berakhir seperti ini. Sebelumnya hubungan mereka baik - baik saja menurut Sierra. Tapi kenapa berakhir seperti ini.
Kesedihan juga dirasakan Tavish di ujung sana. Di dalam kamar pribadi nya, Tavish memutuskan hubungannya dengan Sierra. Kamar yang menjadi saksi bisu bagaimana hubungan mereka berdua dimulai. Dan kini kembali menjadi saksi perpisahan keduanya.
Benar - benar malam yang menyedihkan. Rasa bersalah nya kepada sang adik lebih mendominasi. Jadi biarlah hati nya hancur karena berpisah dengan Sierra. Asalkan adiknya akan selalu baik - baik saja dalam pengawasannya.
Lagi pula pasti Sierra cepat akan dapat pengganti dirinya. Salah satunya, Dino.
"Laki - laki itu sepertinya menyukai Sierra. Dan Sierra terlihat nyaman dengannya. Dengan begini, aku yakin Sierra tidak akan merasa sedih terlalu lama. Maaf Sierra, tapi ini sudah keputusan ku. Aku harap kamu bisa bahagia tanpa aku."
^^^
KAMU SEDANG MEMBACA
RED: He is A Mr. Perfect (Revision)
RomanceA SERIES OF 'COLOR OF LOVE'. 1st Sequel 'RED' 2nd Sequel 'PINK' 3rd Sequel 'GREY' 4th Sequel 'BLACK' Do not copy my works. If you find any similarities in names, places, or situations. It is just inadvertence. Rank: #3 keinginan (16/09/2020)...