RED 89

6.1K 405 31
                                    

"Siapa dia?" Pertanyaan Tavish langsung menyerbu begitu dia dan Sierra sampai di dalam ruangannya. Wajah Tavish terlihat menahan amarah. Membayangkan keakraban Sierra serta senyuman manis yang diberikan wanita itu untuk pria tadi membuatnya merasa cemburu.

Langkah kaki Sierra dibelakangnya terhenti. Dia menatap punggung kokoh pria didepannya ini. Punggung yang dulu menjadi tempatnya bersandar dalam pelukan hangat kala malam datang, punggung yang dipeluknya ketika dirinya lelah setelah bekerja seharian.

Sierra menatap Tavish dengan wajah tidak bersahabat "Apa urusan anda?" Dia mengeluarkan nada sinis. Agar pria itu tahu jika mereka tidak ada urusan lagi untuk ikut campur masalah kehidupan masing-masing. 

"Jelas itu urusan ku. Karena ini tentang kamu." Balas Tavish dengan wajah masih diselimuti amarah. Dia berbalik dan menatap wajah Sierra dengan serius. "Aku tidak suka,Ra."

"Huh! Saya tanya lagi, apa urusan anda? Anda hanya bos saya. Bukan siapa-siapa." Tekan Sierra lagi.

Tavish berjalan mendekati Sierra. Hingga kini tubuhnya berdiri tepat di depan Sierra. Aroma lembut dari bunga mawar yang dulu menjadi kesukaannya tecium sangat pekat. Oh my God! Dia merindukan aroma ini ketika memeluk tubuh kekasihnya dan meletakkan wajahnya tepat di spot favoritnya, yaitu leher jenjang yag sangat indah milik Sierra. "Kamu kekasih ku Ra." Katanya dengan tidak tahu diri.

Sierra tersenyum sinis. "Anda mabuk sepertinya. Saya bukan siapa-siapa anda." Kaki Sierra melangkah mundur untuk sedikit menjaga jarak dari Tavish. Kedekatan mereka terlalu intim. Sierra sulit bernafas jika berada dalam jarak dekat dengan mantan kekasihnya ini. Meskipun dia sakit hati dan mencoba melupakan kisah mereka. Hatinya masih suka goyah karena kehadiran pria didepannya ini. Come on, Sierra! Bear it up!

"Kenapa mundur? Kamu takut padaku?" Ada kedutan kecil di sudut bibir Tavish. Melihat kegugupan Sierra membuat dia semakin tertantang untuk bisa kembali menaklukan wanita yang dicintainya ini lagi.

"Anda sudah bersikap tidak profesional pak. Lebih baik saya permisi." Ketika tubuhnya berbalik. Tangannya di tahan Tavish. Pria itu menariknya dengan sedikit kencang hingga kini Sierra berada tepat di dalam pelukannya.

Ya Tuhan! Aku merindukan ini.

"Maaf. Maafkan aku. Jangan benci padaku Ra. Aku sungguh masih mencintaimu. Maafkan aku yang sudah bersikap bodoh dan brengsek padamu." Kata Tavish dengan lirih. Dia memeluk Sierra dengan erat.

Tubuh Sierra kaku berada di dalam pelukan Tavish. Apalagi setelah mendengar permintaan maaf darinya. Di satu sisi Sierrs senang karena Tavish menyadari kesalahannya. Tapi disisi lain hatinya, rasa sakit akan perlakuan pria itu dulu sangat menyakitkan. Bahkan Sierra pernah bertindak bodoh dengan menyakiti dirinya sendiri. Sedalam itu Tavish menyakitinya. Dan Sierra tidak semudah itu melupakannya.

"Lepas!" Sierra menggerakkan tubuhnya di dalam pelukan Tavish. Ini tidak benar, kata hatinya. Dia tidak boleh kembali bodoh dengan membiarkan pria ini menyakitinya lagi.

"Aku mohon Ra. Aku tahu, aku pria brengsek karena sudah memperlakukan mu hingga seperti itu. Aku menyakitimu. Aku minta maaf. Aku terlalu takut jika sesuatu buruk terjadi pada Anna. Aku hilang akal." Kepala Tavish masuk ke dalam ceruk leher Sierra dan dia memakai kesempatan itu dengan baik untuk menghirup aroma Sierra yang sangat dirindukannya.

"Dan anda menyalahkan saya atas itu semua? Hal yang jadi kesalahan saya karena sudah membuat anda lupa akan adik kesayangan anda? Itu yang anda katakan dulu, Tuan."

"Sierra..." Mendengar kata panggilan tuan keluar untuknya membuat hati Tavish memburuk. Sebesar itu Sierra membuat batasan untuknya.

"Lepas! Anda pikir saya bisa memaafkan anda begitu saja? Tidak. Saya sakit, tapi anda bahkan tidak peduli. Anda menuduh saya melakukan sesuatu yang jelas-jelas itu bukan kesalahan saya. Anda melimpahkan semua itu semua pada saya. Anda yang meninggalkan saya sendirian tanpa kepastian. A.N.D.A, tuan!" Tangis Sierra yang sejak tadi di tahannya keluar dengan sangat deras. Dia bahkan memukul punggung Tavish dengan keras. Dia menjadikan itu samsak untuk tempatnya meluapkan semua rasa kesal, dan bencinya. 

RED: He is A Mr. Perfect (Revision)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang