RED 36

11.6K 634 9
                                    

Sinar matahari pagi yang terpancar dari hordeng kamar yang tak tertutup sempurna memberikan efek hangat di wajah Sierra. Sierra mau tidak mau membuka kedua matanya secara perlahan.

Ketika kini pandangannya sudah terbuka sempurna. Sierra menatap ke sekeliling kamar yang cukup dikenalnya. Ini masih di apartemen bosnya. Sierra memilih untuk mendudukkan tubuhnya dan menyandarkannya di sandaran tempat tidur. Mengingat kejadian sebelum dirinya jatuh tertidur dalam pelukan Tavish. Samar samar dia sempat mendengar suara bosnya itu. Tapi, rasa kantuknya lebih mendominasi. Hingga Sierra tidak sama sekali tahu apa yang laki -  laki itu ucapkan.

Ketukan suara pintu kamarnya membuat tatapannya mengarah kepada sosok yang membawa nampan makanan saat ini.

Tavish terlihat lebih segar seperti orang yang baru mandi. Pria itu dengan tampilan yang sederhana tapi entah kenapa terlihat cukup memukau dan tentunya hal itu sempat membuat Sierra terpaku.

Senyuman Tavish di setiap langkahnya mendekati Sierra. Membuat jantung wanita itu berdetak dengan cukup cepat.

"Pagi, sudah merasa lebih baik?" Tavish meletakkan nampan itu di atas meja kecil di dekat tempat tidur Sierra. Dia memegang dahi Sierra untuk mengecek suhu tubuh wanita itu yang saat ini sudah kembali normal.

"Semalam kamu demam. Dan saya pikir sekarang demamnya sudah turun." Ucapnya lagi.

Sierra belum mengeluarkan suara sama sekali. Rasa terkejutnya dengan sikap Tavish yang ramah dan lembut pagi ini membuat dirinya belum kembali dari keterpakuannya.

"Ibu saya membawakan bubur tadi pagi. Kamu mau makan sekarang? Biar saya suapi." Tangan Tavish sudah mengambil mangkok dari atas meja. Dan dia kini sudah mengarahkan sendok itu ke depan mulut Sierra.

"Buka." Perintahnya. Sierra tanpa sadar membuka mulutnya dan menerima suapan Tavish saat ini.

"Biar saya aja pak." Ketika suapan kedua yang ingin di berikan Tavish. Sierra menahan tangannya. Rasanya cukup canggung.

"Kamu diam saja. Biar saya yang menyuapi kamu. Dan jangan memberontak. Karena ini perintah." Tekannya lagi.

Sierra hanya bisa mendengus kesal dengan sikap pria itu yang kembali menyebalkan. Tapi, dia tidak bisa tidak terpana melihat Tavish sedekat ini dengannya dan menatapnya dengan penuh kelembutan.

Ketika suapan itu berakhir. Tavish memberikan Sierra segelas air putih. Setelah air itu tandas. Sierra langsung mengatakan hal yang sejak semalam ingin diucapkannya.

"Terima kasih untuk yang semalam pak."

"Yang mana?" Kata Tavish mencoba menjebak Sierra.

Sierra yang polos tak tahu untuk hal apa saja dia harus berterima kasih kepada Tavish langsung saja menjawab. "Semuanya."

Alis Tavish naik. Dia tersenyum penuh dengan niat terselubung. "Banyak hal yang terjadi semalam dan kamu mengucapkan rasa terimakasih mu untuk semuanya?"

"Iya."

Tavish menganggukkan kepalanya. "Jika hal itu terjadi lagi, apa kamu akan kembali mengucapkan terimakasih?"

"Semoga saja enggak. Tapi, jika memang hal itu terjadi lagi. Saya bakal tetep berterimakasih jika bapak membantu saya."

Tavish sempat kesal mendengar kalimat awal Sierra. Tapi, setelah mendapatkan jawaban yang diinginkannya. Dia kembali tersenyum.

"Baiklah. Saya ingin terus mendengar rasa terimakasih mu." Dia mendekatkan tubuhnya ke arah Sierra. Sierra yang merasa was-was tentu saja langsung memundurkan tubuhnya, tapi ketika dia mencoba lagi dia tdak bisa. Tubuhnya sudah mentok di sandaran tempat tidur. Sedangkan Tavish kini entah kenapa sudah duduk sangat dekat dengannya.

"Bapak mau apa?" Dia menahan tubuh Tavish yang sudah menjorok ke arahnya.

"Membuatmu mengatakan terimakasih lagi."

"Maksudnya?"

Tanpa mau menunggu lama, dia kembali menarik tengkuk Sierra untuk bisa mencicipi bibir wanita itu sekali lagi.

Sierra yang syok memukul dada Tavish dengan kencang. Tapi, pria itu seolah tembok yang sama sekali tidak merasakan sakit akan pukulan yang Sierra berikan.

Sampai saat dimana Tavish melepas tautan mereka. Dia menatap wajah Sierra yang memerah dan bibirnya yang bengkak karena ulahnya.

"Kenapa bapak cium saya lagi?" Matanya sudah berkaca - kaca. Bisa-bisanya si bos sialan ini menciumnya. Disaat dia saja baru saja mengalami hal buruk semalam.

"Karena semalam, itu yang saya lakukan padamu."

"Maksud bapak? Bapak cium saya di saat saya pingsan?" Tavish menganggukkan kepalanya tanpa rasa bersalah.

"Bapak lancang!" Marah Sierra. Dia kembali memukul dada Tavish dengan kencang. Wanita itu menatap Tavish dengan wajah penuh emosi.

Tavish menahan tangan Sierra dan menggenggam nya. "Tadi kamu mengatakan jika kamu berterima kasih akan semua yang terjadi semalam. Jadi, saya ingin mendengar kalimat itu lagi."

"Kenapa bapak selalu cium saya? Saya gak suka bapak lecehin kayak gini." Isak tangisnya kini pecah. Dia merasa seperti wanita murahan yang bisa seenaknya disentuh oleh bosnya.

"Jangan menangis." Rasa tidak tega Tavish muncul begitu melihat kekecewaan di wajah Sierra. Dia menghapus air mata itu bukan dengan tangannya. Tapi Tavish justru mengarahkan bibirnya untuk menghapus air mata Sierra.

Hal tiba tiba itu tentu membuat Sierra langsung menghentikan tangisnya. Rona merah di wajahnya yang semula pucat kini telah muncul.

Tavish kembali mencium pipi yang berona itu. "Ini sangat menggemaskan." Katanya sambil membelai pipi Sierra dengan lembut.

"Pak ..."

Kini matanya menatap kedalam mata Sierra dalam-dalam. Tidak ada raut datar dan dingin seperti biasanya. Tapi tatapan Tavish kali ini sangat lembut dan ikut menarik Sierra kedalam lautan terdalam.

"Saya rasa saya sudah jadi bucinnya kamu."

^^^

RED: He is A Mr. Perfect (Revision)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang