Mata Sierra mengerjap pelan. Dia harus menyesuaikan pandangannya di kamar yang cukup terang ini.
Bau ethanol yang kencang membuatnya sadar jika dirinya bukan lagi di dalam apartemen yang gelap dan pengap itu. Kepalanya sedikit pusing dan pandangannya agak kabur. Lenguhannya membuat Dino langsung menghampirinya.
"Ada yang sakit?" Tanya Dino sambil menekan tombol untuk memanggil perawat.
"Eungh... Gua dimana?" Sierra mencoba bangun sambil di bantu Dino. Dia memegang kepala yang sedikit pusing.
"Di rumah sakit. Gua nemuin lo pingsan di apart." Wajah Dino terlihat marah. Dan Sierra tahu itu.
"Kenapa? Lo terlihat kesal sama gua."
Pria itu mendengus kesal. "Huh! You think?! Jelas gua marah dan kesal sama lo."
"Please No. Sebelum lo marah-marah mending tolong gua ambilin minum dulu." Dino langsung menuangkan air kedalam gelas. Dia memberikan itu kepada Sierra dan menunggunya hingga selesai.
Tak!
Dino meletakkan gelas itu dengan sedikit keras. "Easy man. Gua baru aja bangun. Be nice, okey?" Kata Sierra mencoba menenangkan sahabatnya.
"Pertama, gua mau tanya sama lo. What were you thinking sampai gak makan dan pingsan dengan kekurangan cairan? You try to kill yourself, huh?"
"My bad. Gua sibuk dan gak kepikiran buat isi perut." Ucapnya berbohong. Jelas-jelas itu bukan alasan utamanya.
"Kedua, lo lagi ada masalah apa sampai gak masuk kantor berapa hari? Ra, gua sahabat lo. Kenapa lo gak cerita?"
"Bukan waktu yang tepat kemarin buat gua cerita No. Maaf. Gua pengen cerita tapi waktunya selalu gak tepat."
Dino menghembuskan nafasnya kasar. Dia tahu Sierra sekali lagi berbohong padanya.
"Pertanyaan terakhir. Lo ada masalah sama doi?" Telak. Pertanyaan Dino kali ini menjawab semua penyebab dirinya seperti ini.
Sierra terdiam dan tidak membalas apapun. Kepalanya kembali pusing jika memikirkan pria penyebab dirinya bertingkah seperti orang bodoh yang haus akan cinta.
"Ra, please. Tell me. Semua masalah gak akan selesai kalau lo tutupin. Cerita sama gua, kali aja gua bisa bantu."
"..."
Dino menggenggam tangan sahabatnya yang dingin. Dia tidak tega melihat wajah pucat Sierra. Baru kali ini dirinya melihat Sierra dalam keadaan yang buruk.
"Ra, kali aja dengan lo cerita masalah lo, itu bakal bikin lo lebih ringan. Inget, gua bakal selalu ada buat bantu lo."
Sierra menatap Dino dengan wajah yang kini berkaca-kaca. Air mata yang semalam sudah mengalir deras kembali turun di depan sahabatnya.
"Dino, hati gua sakit banget No." Rancaunya. Sierra kembali menangis dengan kencang. Untung nya di ruangan kelas satu ini hanya ada dirinya. Jadi, Sierra tidak perlu malu dilihat dengan pasien yang lain.
"Keluarin semuanya Ra. Lepasin semua yang lo rasain."
"Dia mutusin gua lewat telpon. Katanya gua penyebab adiknya menghilang."
"Apa?!"
"Gua sama sekali enggak tahu ada masalah apa dengan adiknya. Sebelum itu hubungan gua sama dia baik-baik aja. Tapi, setelah malam lo mampir ke apartemen. Dia menghilang. Gua selalu nunggu kabar dia dan chat dia. Tapi gak ada satu pun balasan. Sampai dia mutusin gua lewat telpon."
KAMU SEDANG MEMBACA
RED: He is A Mr. Perfect (Revision)
RomanceA SERIES OF 'COLOR OF LOVE'. 1st Sequel 'RED' 2nd Sequel 'PINK' 3rd Sequel 'GREY' 4th Sequel 'BLACK' Do not copy my works. If you find any similarities in names, places, or situations. It is just inadvertence. Rank: #3 keinginan (16/09/2020)...